Bekerja dari rumah memengaruhi kesehatan mental seseorang. Karena itu, ritme kerja harus dijaga saat bekerja di rumah selama masa pandemi Covid-19.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru memaksa sejumlah sektor untuk bekerja tidak tatap muka atau secara virtual. Perusahaan ataupun karyawan perlu menjaga ritme kerjanya agar kesehatan mental tetap terjaga.
Dokter spesialis okupasi Nuri Purwito Adi dalam bincang-bincang yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sabtu (15/8/2020), menyampaikan, bekerja dari rumah atau secara virtual yang dilakukan dalam jangka waktu lama memengaruhi kesehatan mental seseorang.
”Work from home (bekerja dari rumah) membuat pekerja seperti tak memiliki batas jam kerja. Di rumah juga kadang tidak kita siapkan ruang untuk bekerja sehingga fasilitas tempat duduk maupun meja kerja tidak nyaman dan kurang mendukung,” ujarnya.
Agar kesehatan mental terjaga, pekerja dan perusahaan harus mengatur waktu dan membatasi waktu bekerja. Pekerja harus menyampaikan dan memastikan waktu kerjanya agar atasan atau perusahaan mengetahui ritme kerja karyawannya.
Saat ini masih banyak perusahaan mewajibkan karyawannya untuk bekerja secara tatap muka dan berangkat ke kantor. Nuri pun menegaskan agar setiap perusahaan tidak memaksakan karyawannya bekerja dari kantor.
Work from home membuat pekerja seperti tak memiliki batas jam kerja. Di rumah juga kadang tidak kita siapkan ruang untuk bekerja.
Jika hal itu terpaksa dilakukan, perusahaan harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan jaga jarak sesuai dengan aturan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ataupun Kementerian Kesehatan. Perusahaan juga harus membentuk satuan tugas Covid-19 sendiri guna memastikan protokol kesehatan diterapkan semua karyawan.
Jake Joaquin, Co-Founder Fittual Fest, layanan pusat kebugaran dan gaya hidup secara virtual, mengakui bahwa bekerja secara virtual terkadang menghadapi sejumlah kendala, salah satunya miskomunikasi. Kesalahpahaman saat berkomunikasi ini membuat eksekusi setiap peserta menjadi berbeda.
Meski mayoritas pekerjaan dilakukan secara virtual, Jake menyatakan, beberapa karyawan masih diwajibkan untuk ke kantor. Namun, pekerjaan dari kantor dilakukan dengan jumlah karyawan yang sangat terbatas dan diterapkan protokol kesehatan secara ketat.
Ia pun menilai, sikap perusahaan yang mengabaikan protokol kesehatan tidak hanya merugikan karyawannya, tetapi juga perusahaan lain. Sebab, tidak diterapkannya protokol kesehatan di perusahaan membuat potensi penyebaran Covid-19 masih tinggi. Imbasnya, perusahaan lain seperti di sektor event organizer atau penyelenggara acara akan semakin lama mendapatkan izin mengadakan acara di keramaian.
Sementara itu, dari update kasus positif Covid-19, sebanyak 27.296 spesimen diperiksa per Sabtu (15/8/2020) sehingga total yang sudah diuji 1.862.801 spesimen. Dari pemeriksaan spesimen itu, didapatkan kasus positif sebanyak 2.345 orang sehingga jumlah total kasus sampai saat ini mencapai 137.468 orang.
Selain kasus positif, terdapat juga penambahan kasus sembuh, yakni 1.703 orang, sementara 50 orang meninggal. Adapun total kasus sembuh mencapai 91.321 orang dan kasus meninggal 6.071 orang.