Perokok aktif ataupun pasif rentan tertular Covid-19. Karena itu, situasi pandemi ini menjadi momentum untuk mendorong masyarakat berhenti merokok.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko penularan Covid-19 lebih tinggi tidak hanya mengintai para perokok, tetapi juga orang yang berada di sekitarnya yang menjadi perokok pasif. Hal ini disebabkan asap rokok yang dihirup tidak hanya dapat menurunkan daya tahan tubuh, tetapi juga mengaktifkan reseptor dari virus korona tipe baru penyebab Covid-19.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menuturkan, pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menjadi momentum masyarakat mulai berhenti merokok. Dampak buruk yang ditimbulkan mengancam perokok dan orang terdekatnya.
”Semakin mengkhawatirkan lagi karena perokok kini lebih sering merokok di rumah. Padahal, ada anak ataupun warga lansia yang rentan jika tertular Covid-19. Untuk itu, solusi paling baik adalah berhenti merokok,” tuturnya, di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Ia mengatakan, perokok memiliki risiko lima kali lipat tertular Covid-19 daripada yang tidak merokok. Sebab, perokok memiliki jumlah reseptor ACE-2 lebih banyak. Reseptor ini yang menjadi pengikat virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di dalam tubuh.
Semakin mengkhawatirkan lagi karena perokok kini lebih sering merokok di rumah. Padahal, ada anak ataupun warga lansia yang rentan jika tertular Covid-19.
Selain itu, asap rokok dapat menurunkan sistem imunitas tubuh seseorang, terutama pada sistem imunitas yang ada di saluran pernapasan. Jika sistem imunitas tubuh menurun, tubuh mudah terinfeksi, termasuk terinfeksi virus penyebab Covid-19. Risiko ini juga terjadi pada perokok pasif yang turut menghirup asap rokok.
Penyakit penyerta
Agus menambahkan, perokok biasanya memiliki komorbid atau penyakit penyerta, seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Penyakit tersebut juga bisa dipicu kebiasaan merokok. Apabila sudah tertular Covid-19, perokok dengan komorbid rentan mengalami perburukan.
”Persoalan saat ini, sekitar 70 persen laki-laki di seluruh Indonesia adalah perokok. Seharusnya kampanye pencegahan penularan Covid-19 tidak hanya dengan memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air bersih, serta menjaga jarak, tetapi juga tidak merokok,” katanya.
Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada yang juga Ketua Forum Jogja Sehat Tanpa Tembakau RA Yayi Suryo Prabandari menambahkan, kebiasaan perokok juga rentan terhadap penularan Covid-19. Sebelum merokok, seseorang biasanya tidak mencuci tangan lebih dahulu. Padahal, seseorang akan sering menyentuh bagian mulutnya ketika merokok.
Kebiasaan lain, yakni penggunaan rokok secara bersama-sama. Itu kerap dilakukan remaja yang menggunakan satu rokok secara bergantian. Tidak jarang pula seseorang berkerumun saat merokok dengan tidak menjaga jarak dan tidak menggunakan masker.
Menurut Yayi, pemerintah daerah berperan besar mengendalikan kebiasaan merokok masyarakat di daerahnya. Saat ini baru sekitar 60 persen pemerintah daerah yang memiliki peraturan terkait kawasan tanpa rokok (KTR). Melalui peraturan ini, pengendalian produk tembakau bisa makin efektif karena merokok tak lagi bisa dilakukan di sembarang tempat, khususnya di tempat umum.
”Pemerintah pusat diharapkan segera meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control/ Kerangka Kerja Pengendalian Produk Tembakau). Ratifikasi ini akan menguatkan komitmen pemerintah dalam pengendalian produk tembakau karena mendorong adanya aturan lain yang lebih tegas,” ujarnya.