Makin Patuh Bermasker, Makin Cepat Pandemi Covid-19 Berakhir
Bagi Muhammadiyah, mengenakan masker juga menjadi amal manusia untuk mencegah sesamanya tertular Covid-19. Semakin tinggi kepatuhan orang mengenakan masker, semakin cepat pula pandemi Covid-19 berakhir.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Muhammadiyah dan Gerakan Pakai Masker berkomitmen memperkuat diseminasi informasi tentang pentingnya mengenakan masker. Sebagai organisasi keagamaan, Muhammadiyah meyakini, di tengah upaya pemerintah membuat vaksin Covid-19, upaya pencegahan penyakit ini dengan mengajak sebanyak mungkin orang mengenakan masker dianggap sebagai usaha paling relevan.
Bagi Muhammadiyah, mengenakan masker juga menjadi amal manusia untuk mencegah sesamanya tertular Covid-19. Semakin tinggi kepatuhan orang mengenakan masker, semakin cepat pula pandemi Covid-19 berakhir.
Pandemi Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda penurunan. Menurut data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah kasus terkonfirmasi korona di Indonesia pada Rabu (12/8/2020) sebanyak 130.718 kasus, atau naik 1.942 kasus dibandingkan dengan kemarin. Puncak pandemi pun diprediksi belum terjadi.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman mengatakan, masyarakat tidak boleh lengah. Tiap individu diajak berkontribusi mencegah penyakit dengan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
”Memakai masker sama dengan melakukan amal saleh karena melindungi orang lain (dari transmisi percikan). Keluarga besar Muhammadiyah menyambut baik Gerakan Pakai Masker. Kami percaya bahwa ini bukan zamannya bekerja sendiri-sendiri,” kata Agus pada konferensi pers virtual.
Ketua Umum Gerakan Pakai Masker Sigit Pramono mengatakan, mengenakan masker dan patuh pada protokol kesehatan merupakan cara paling hemat biaya untuk menekan dampak pandemi. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan penutupan (lockdown) dikhawatirkan akan memperburuk kondisi ekonomi nasional.
Memakai masker sama dengan melakukan amal saleh karena melindungi orang lain dari transmisi percikan. Keluarga besar Muhammadiyah menyambut baik Gerakan Pakai Masker.
Perekonomian Indonesia tumbuh negatif 5,32 persen pada triwulan II-2020. Ini merupakan kontraksi ekonomi terdalam sejak krisis finansial pada 1990-an akhir. Menurut Badan Pusat Statistik, terakhir kali perekonomian Indonesia tumbuh negatif adalah pada triwulan I-999, yakni negatif 6,13 persen (Kompas, 5/8/2020)
”Memakai masker adalah cara paling mungkin dilakukan saat pandemi. Jika PSBB berlaku lagi, bisa saja kondisi ekonomi kolaps. Kita harus merespons isu kesehatan terlebih dulu,” kata Sigit yang juga seorang bankir senior.
Menurut hasil studi Britain’s Cambridge dan Greenwich Universities, penggunaan masker bisa menurunkan angka transmisi virus SARS-CoV-2 secara signifikan. Apabila 50 persen atau lebih populasi bermasker di ruang publik, angka reproduksi Covid-19 (R) bisa turun hingga kurang dari 1.
Angka tersebut berarti satu orang positif Covid-19 bisa menularkan penyakit ke satu orang lainnya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu negara boleh melonggarkan lockdown jika angka reproduksi Covid-19 nasional di bawah 1.
Studi di atas sekaligus menyatakan bahwa penggunaan masker secara massal bisa melandaikan kurva Covid-19. Perilaku itu juga mencegah munculnya pandemi gelombang kedua.
Citra negara
Sigit menambahkan, kesadaran publik tentang pentingnya protokol kesehatan akan berdampak pada perbaikan citra negara. Citra positif akan membuka peluang pemulihan di beragam bidang, seperti investasi dan pariwisata.
Majalah Forbes pada Juni 2020 mengumumkan 100 negara paling aman dari Covid-19. Indonesia menduduki peringkat ke-97, hanya lebih baik dari Kamboja, Laos, dan Bahama. Peringkat pertama diduduki Swiss, diikuti Jerman, Israel, Singapura, Jepang, dan Austria. Adapun China—negara pertama yang melaporkan kasus Covid-19—ada di peringkat ke-7.
”Ini adalah upaya rebranding nasional. Dengan upaya bersama, bukan tidak mungkin kita bisa masuk peringkat ke-10 besar. Bangsa luar akan melihat bahwa kita bisa menangani pandemi dengan baik. Kuncinya adalah jika kita semua memakai masker dengan baik dan benar,” ujar Sigit.
Dosen Biokimia dan Biomolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Soegijapranata, Sugeng Ibrahim, mengatakan, ada dua cara memerangi pandemi. Pertama, mengeradikasi virus. Kedua, menemukan obat yang menghambat dan mengobati efek Covid-19 akibat badai sitokin.
Namun, kedua cara itu tidak bisa dilakukan karena vaksin Covid-19 belum ditemukan. Calon vaksin Covid-19 hasil produksi Sinovac (China) kini memasuki uji klinis fase ketiga. Efikasi dan dampak vaksin masih diteliti.
Adapun Lembaga Eijkman menyatakan masih mengembangkan vaksin Covid-19. Vaksin diprediksi selesai dan bisa diserahkan ke industri untuk produksi massal pada Februari-Maret 2020 (Kompas.id, 12/8/2020).