Ibu menyusui yang terkena Covid-19 tetap bisa memberikan air susu ibu dengan cara perah dan tetap menerapkan protokol kesehatan. Tidak ada bukti ilmiah penyakit ini bisa menular melalui cairan ASI.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Air susu ibu atau ASI merupakan nutrisi terbaik untuk mendukung tumbuh kembang dan membentuk imunitas tubuh bayi secara optimal. Meski begitu, pemberian ASI di masa pandemi Covid-19 menimbulkan kecemasan bagi sebagian ibu, terutama pada ibu yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jully Neily Kasie, di Jakarta, Selasa (4/8/2020), mengatakan, sampai saat ini belum ada bukti kuat bahwa penularan Covid-19 bisa terjadi melalui ASI yang diberikan dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya. Namun, risiko penularan yang perlu lebih diwaspadai adalah penularan lewat percikan yang keluar ketika ibu batuk, bersin, ataupun berbicara.
”ASI harus tetap diberikan pada bayi. Untuk ibu yang terinfeksi Covid-19 yang tidak bisa memberikan ASI secara langsung, ASI bisa diberikan dalam bentuk ASI perah dengan tetap menjaga keamanan seperti menggunakan masker, membersihkan tangan, dan memastikan alat perah yang digunakan benar-benar bersih,” katanya.
ASI merupakan sumber nutrisi terbaik yang dibutuhkan oleh bayi. ASI juga mengandung sumber energi dan nutrisi yang paling ideal untuk mendukung tumbuh kembang bayi.
Pemberian ASI secara eksklusif diberikan sejak bayi baru lahir hingga usia enam bulan. Setelah usia tersebut, ASI tetap perlu diberikan sampai anak berusia dua tahun dengan penambahan makanan pendamping ASI (MPASI).
Jully menambahkan, kandungan yang terdapat di dalam ASI juga mampu meningkatkan sistem imunitas tubuh bayi sehingga dapat mencegah berbagai risiko infeksi penyakit, seperti diare, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Bahkan, pemberian ASI juga dapat menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas berkisar 11 persen sampai 13 persen sampai anak berusia lima tahun.
Meski begitu, pemberian ASI di Indonesia belum optimal. Riset Kesehatan Dasar 2018 mencatat, proporsi pola pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-5 bulan hanya 37,3 persen. Kondisi ini dinilai bisa semakin mengkhawatirkan di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini.
”Banyak faktor mengapa ibu tidak mau memberikan ASI pada bayi. Itu, antara lain, karena kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya pemberian ASI pada tumbuh kembang bayi dan minimnya dukungan dari lingkungan sekitar,” ujar Jully.
Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Erna Mulati menyampaikan, pemerintah telah menerbitkan pedoman bagi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir di era pandemi Covid-19. Protokol pemberian nutrisi pada bayi baru lahir dengan ASI tetap memerhatikan protokol tata laksana terkait pencegahan penularan Covid-19.
”Apabila ibu ataupun keluarga tetap ingin melakukan IMD, tenaga kesehatan harus memberikan konseling terlebih dahulu mengenai bahaya dan risiko penularan Covid-19 dari ibu ke bayi. Itu pun harus dilakukan dengan protokol pencegahan Covid-19 yang ketat yang juga disertai dengan pembersihan payudara terlebih dahulu,” kata Erna.
Secara terpisah, Ketua Satuan Tugas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Elizabeth Yohmi menuturkan, persiapan laktasi sangat dibutuhkan oleh seorang ibu sejak masa kehamilan. Konsultasi bisa dilakukan sejak trimester kedua kehamilan. Dengan begitu, pemberian ASI ketika bayi lahir diharapkan bisa lebih lancar.
”Di masa pandemi saat ini, banyak kekhawatiran yang mungkin dirasakan oleh ibu. Konsultasi ini bisa menjadi cara untuk membantu persiapan laktasi bisa lebih baik. Konsultasi pun bisa dilakukan secara daring,” tuturnya.