Pemesanan dalam Jaringan Calon Wisatawan ke Labuan Bajo Merugikan Pelaku Wisata Lokal
Sistem ”booking on line” dengan kuota 50 calon wisatawan yang hendak masuk ke Pulau Komodo dipersoalkan para pelaku pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Sistem pemesanan dalam jaringan dengan kuota 50 calon wisatawan yang hendak masuk ke Pulau Komodo dipersoalkan pelaku pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Cara ini dinilai sangat merugikan pelaku wisata setempat. Hanya agen perjalanan tertentu yang bisa mengakses ke laman atau situs pariwisata milik Taman Nasional Komodo.
Ketua Asosiasi Pelaku Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Manggarai Barat NTT, Evodius Konsomar, dihubungi di Labuan Bajo, Senin (13/7/2020), mengatakan, sistem pemesanan dalam jaringan atau booking online bagi calon wisatawan yang hendak ke Pulau Komodo, kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), merugikan pelaku usaha wisata di sana. Sistem ini dikendalikan Balai TNK dengan jumlah kuota wisatawan hanya 50 orang per hari bisa ke Pulau Komodo.
”Sampai hari ini, sistem tersebut tidak pernah disosialisasikan. Tiba-tiba, Balai TNK meluncurkan dan memberlakukan. Kami tidak tahu siapa saja yang bisa daftar untuk akses masuk laman milik Balai TNK. Sejak diberlakukan normal baru, 29 Juni 2020 khusus bagi wisatawan, mereka sendiri yang atur,” kata Evodius.
Jumlah pelaku usaha wisata di Labuan Bajo sekitar 150 orang dengan perusahaan agen tour dan travel masing-masing. Apakah setiap pelaku usaha mendapat giliran atau kesempatan yang sama, atau hanya pelaku usaha wisata dengan kriteria tertentu yang bisa bergabung di dalam situs web Balai TNK. Semua ini tidak jelas karena sampai hari ini belum ada sosialisasi.
Pihak yang bisa mengakomodasi pelaku usaha wisata masuk ke dalam web itu hanya Balai TNK dan Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLF). Pelaku usaha wisata sendiri tidak bisa mendaftar sendiri secara daring di web yang dibuat Balai TNK dan BOPLF.
Sampai hari ini, sistem tersebut tidak pernah disosialisasikan. Tiba-tiba, Balai TNK meluncurkan dan memberlakukan. Kami tidak tahu siapa saja yang bisa daftar untuk akses masuk laman milik Balai TNK. Sejak diberlakukan normal baru, 29 Juni 2020 khusus bagi wisatawan, mereka sendiri yang atur.
Ia mengatakan, semua anggota Asita di Labuan Bajo mengaku belum mendapat undangan atau ajakan dari Balai TNK dan BOPLF bergabung di dalam sistem booking on line ini. Karena itu, ia khawatir, pihak Balai TNK dan BOPLF mendatangkan pelaku usaha pariwisata dari luar untuk menangani wisatawan ke Pulau Komodo.
Semua wisatawan yang datang ke Labuan Bajo tujuan utama ke Pulau Komodo, melihat langsung binatang Komodo. Jika kunjungan ke Pulau Komodo dibatasi atau dilarang, wisatawan bakal tidak akan datang ke Labuan Bajo.
Meski pemerintah beralasan masih ada destinasi wisata di Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, dan Ende yang bisa dikunjungi, ikon utama yang dijual di Labuan Bajo adalah binatang komodo yang ada di dalam TNK.
Sudah dua pekan kebijakan pemesanan daring diberlakukan, belum banyak tamu yang datang ke Labuan Bajo. Tingkat hunian hotel-hotel di Labuan Bajo 20 persen. Itu pun hanya hotel bintang lima dengan jumlah tamu dua hingga tiga orang per hari, dan lama tinggal tiga sampai empat hari.
”Beberapa tamu berasal dari Surabaya, Bandung, dan Denpasar. Namun, mereka itu wisatawan lokal dan beberapa warga asing yang sebelum masa pandemi Covid-19 memilih tertahan di Indonesia,” ujar Evodius.
Menolak sistem daring
Ketua Insan Pariwisata Indonesia Manggarai Barat Rafael Todolewa dalam forum diskusi ”Pelaku Pariwisata Berbicara” di Labuan Bajo mengatakan menolak sistem mendaftar (pesan) secara daring. Sejak dibuka fase normal baru 29 Juni 2020 khusus bagi wisatawan di Labuan Bajo, pihak Balai TNK menerapkan sistem daring untuk memasuki kawasan TNK dan menerapkan tahapan pengunjung untuk masuk TNK.
Sistem tersebut merugikan pelaku usaha wisata di Manggarai Barat dan bisa menghancurkan perekonomian pelaku pariwisata. Misalnya, tamu ada 50 orang yang datang ke Labuan Bajo, mereka pesan selama selama hari. Begitu dikontak BTNK ternyata pemesanan secara daring sudah penuh.
”Sementara tamu saya hanya ingin ke Pulau Komodo. Lalu tamu dikemanakan, padahal orang yang pemesanan secara daring batal datang,” kata Rafael.
Namun, dalam daftar pesanan tertera nama mereka. Jika ada agen nakal, mereka sengaja mendaftar sebanyak mungkin sampai daftar pesanan penuh. Ternyata itu viktif sehingga membuat rugi pelaku pariwisata.
Wakil Ketua PHRI NTT Leo Arakian mengatakan, kondisi paling memprihatinkan adalah hotel melati. Di Kota Kupang, salah satu hotel melati, sesuai informasi, akan dijual karena sepi tamu sejak 2017, kemudian ditambah pandemi Covid-19 yang menyebabkan hotel itu benar-benar sepi. Tingkat hunian hotel di NTT saat masa normal baru 20 persen.
Kepala Balai TNK Lukita Awang mengatakan, sistem pemesanan daring untuk mengatur jumlah wisatawan yang datang ke TNK sesuai protokol kesehatan. Tidak semua wisatawan harus menyerbu Pulau Komodo sekaligus.
”Soal sistem pemesanan sudah sesuai dengan masukan dari beberapa pihak untuk pendaftaran secara daring. Mengampanyekan pariwisata itu tidak hanya Pulau Komodo, tetapi daratan Flores keseluruhan. Wisatawan yang ke TNK kami atur 8-10 orang per hari, yang lain bisa ke destinasi lain di Flores sebelum ke TNK,” kata Awang.