Kasus Terus Meningkat, Butuh Integrasi Penanganan Demam Berdarah di Tengah Pandemi
Biasanya saat memasuki musim kemarau seperti ini, jumlah kasus demam berdarah dengue turun. Penularan penyakit menular ini terus meningkat seiring pandemi Covid-19 yang memperberat penanganannya.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penularan demam berdarah dengue di Indonesia masih menunjukkan peningkatan. Kondisi ini perlu lebih diwaspadai karena di wilayah dengan kasus demam berdarah tinggi juga banyak ditemukan kasus Covid-19. Penanganan secara terintegrasi perlu dilakukan untuk mencegah adanya infeksi ganda dari kedua penyakit tersebut.
Dari data Kementerian Kesehatan, kasus demam berdarah dengue (DBD) sejak 1 Januari 2020 sampai dengan 8 Juli 2020 mencapai 71.633 kasus dengan 459 kematian. Kasus tertinggi dilaporkan terjadi di Jawa Barat (10.772 kasus), Bali (8.930 kasus), Jawa Timur (5.948 kasus), Nusa Tenggara Timur (5.539 kasus), Lampung (5.135 kasus), dan DKI Jakarta (4.227 kasus).
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Kamis (9/7/2020), kasus DBD seharusnya tidak lagi ditemukan ketika memasuki musim kemarau pada bulan Juli. Namun, kondisi saat ini, sejumlah wilayah masih melaporkan adanya kasus baru.
”Kewaspadaan kita perlu ditingkatkan karena wilayah yang kasus DBD-nya tinggi juga memiliki permasalahan Covid-19 yang juga cukup besar. Potensi untuk bisa terinfeksi kedua penyakit itu sekaligus bisa terjadi,” ujarnya.
Ia mengimbau masyarakat lebih waspada akan kedua penularan penyakit tersebut. Ancaman DBD dan Covid-19 nyata terjadi di sekitar lingkungan masyarakat. Kementerian Kesehatan kini masih melakukan penelitian terkait koinfeksi antara kedua penularan penyakit tersebut.
Penanganan dari kedua penyakit ini pun perlu dilakukan secara terintegrasi. Tujuannya menghindari adanya penularan kasus Covid-19 pada pasien yang diduga terinfeksi DBD. Selain itu, upaya pencegahan penularan DBD di lingkungan tempat tinggal juga harus tetap dijalankan.
”Di tengah perhatian kita saat ini dalam melawan Covid-19, pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M, atau menguras, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang bekas, jangan diabaikan. Apabila kedua penyakit ini menginfeksi tubuh secara bersamaan, dapat menimbulkan kesakitan yang lebih berat,” katanya.
Secara terpisah, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, penambahan kasus baru yang terkonfirmasi positif Covid-19 pada 9 Juli 2020 melonjak sebanyak 2.657 kasus. Wilayah dengan kasus tertinggi antara lain Jawa Barat (962 kasus), Jawa Timur (517 kasus), DKI Jakarta (284 kasus), Sulawesi Selatan (130 kasus), dan Sulawesi Utara (126 kasus).
Lonjakan kasus di wilayah Jawa Barat terjadi setelah adanya kluster penularan baru yang ditemukan di sekolah calon perwira TNI Angkatan Darat di Bandung. Berdasarkan penyelidikan epidemiologi yang dilakukan sejak 29 Juni 2020, total kasus positif yang ditemukan di kluster ini mencapai 1.262 kasus. Penutupan aktivitas juga telah dilakukan untuk menghindari adanya mobilitas orang yang masuk ataupun keluar dari lokasi tersebut.
”Kasus sembuh yang dilaporkan hari ini sebanyak 1.066 orang sehingga total kasus sembuh menjadi 32.651 orang. Sementara kasus meninggal bertambah sebanyak 58 kasus sehingga menjadi 3.417 kasus kematian akibat Covid-19,” ucap Yurianto.
Virus flu babi
Nadia menambahkan, masyarakat kini juga harus waspada akan adanya penularan penyakit dari virus galur baru dari flu babi H1N1. Virus H1N1 dengan varian genotype 4 atau virus G4 EA H1N1 ini telah beredar pada populasi babi di China.
Penularan dari virus flu babi jenis baru ini berpotensi menjadi pandemi di dunia karena cara penularannya yang cukup cepat, yakni bisa melalui droplet atau tetesan air liur. Ketika menginfeksi tubuh manusia, virus ini dapat melekat di jaringan trakea dan menginfeksi jaringan pada saluran pernapasan manusia.
”Langkah pengendalian virus ini harus diterapkan secara ketat dan segera. Pencegahannya bisa dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan babi yang sakit, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta melakukan desinfeksi,” tutur Nadia.