Dukungan keluarga, saudara, dan tetangga merupakan modal sosial yang menjadi benteng di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19. Beberapa pasien sembuh Covid-19 telah mempraktikkan modal sosial ini.
Oleh
Ahmad Arif/Runik Sri Astuti
·4 menit baca
Karangan bunga, tumpeng, hingga tabuhan drum band mengiringi Ndaru Triatmoko (34) menuju rumahnya, Jumat (19/6/2020) siang. Itulah cara orang Kampung Balirejo, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, menyambut warganya yang baru sembuh dari Covid-19.
”Begitu saya turun dari mobil disambut banyak warga, rasanya terharu. Stres dan kesepian selama 46 hari di ruang isolasi rumah sakit langsung hilang,” kata Ndaru.
Dia merupakan salah satu dari puluhan pasien yang masuk dalam ”kluster Indogrosir”. Kluster ini awalnya ditemukan setelah salah satu karyawan supermarket di Sleman tersebut pingsan di tempat kerja pada 18 April 2020.
”Saya orang pertama yang membantunya, kebetulan kami satu divisi,” kata Ndaru.
Setelah pingsan, karyawan tersebut kemudian diambil spesimen tes usap dan ternyata positif Covid-19. Karyawan lain pun diperiksa, termasuk Ndaru. ”Saya dites cepat (rapid test) tanggal 2 Mei, hasilnya reaktif,” katanya.
Tanggal 5 Mei, Ndaru dihubungi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk segera menjalani isolasi di Rumah Sakit Umum Daerah Yogyakarta di Wirosaban. ”Saya awalnya bingung karena tidak ada gejala sakit sama sekali. Namun, saya khawatir juga kalau di rumah karena ada ayah yang sudah tua,” ujarnya.
Begitu tiba di rumah sakit, ia kemudian dites usap. ”Hasilnya keluar tanggal 8 Mei, positif Covid-19. Tes diulang, hasilnya juga positif,” tuturnya.
Ndaru pun mulai menjalani hari-hari di ruang isolasi dengan separuh tidak percaya telah terkena Covid-19. Namun, yang membuatnya lega adalah keluarga yang ditinggalkan di rumah mendapat dukungan dari para tetangga lain.
Setiap hari, saya video call dengan istri, diberi kabar ada saja tetangga yang datang membawa makanan, sayur mentah ataupun yang sudah dimasak, bahkan sabun dan odol. Banyak warga juga yang memberi dukungan lewat telepon
Di tengah krisis ini, setiap hari selalu ada tetangga Ndaru yang datang membawa makanan dan memberi dukungan moral kepada ayah dan istrinya. ”Setiap hari, saya video call dengan istri, diberi kabar ada saja tetangga yang datang membawa makanan, sayur mentah ataupun yang sudah dimasak, bahkan sabun dan odol. Banyak warga juga yang memberi dukungan lewat telepon,” kata Ndaru.
Ketua Rukun Warga 005 Bali Rejo, Dono Susilo (46), mengatakan, sejak awal Ndaru menginformasikan perkembangannya. Ini memudahkan RW menyiapkan warga agar tidak panik. ”Fokus awal adalah mencegah stigma dan kemudian mengarahkan warga agar memberikan dukungan,” kata Dono.
Sebelum informasi adanya warga yang positif menyebar, Dono segera membentuk gugus Covid-19 di RW 005. ”Saya bergerilya dengan teman pengurus lain untuk menyiapkan warga agar tidak menimbulkan keresahan,” katanya.
Benar saja, tak lama kemudian, ada yang menyebarkan informasi di grup Whatsapp kampung agar warga hati-hati karena ada yang telah positif. ”Informasi ini kami timpali ramai-ramai dengan pesan agar saling menguatkan dan tidak memandang negatif keluarga Mas Ndaru. Agar keluarganya bisa isolasi mandiri, semua warga harus gotong royong membantu mereka,” kata Dono.
Akhirnya, warga justru kompak membahas apa yang bisa dilakukan untuk membantu keluarga Ndaru.”Istri dan ayahnya butuh apa, semua diberikan. Kami juga mengajarkan warga bagaimana membantu dengan aman,” ujarnya.
Untuk menguatkan Ndaru, warga juga mengirim bantuan ke rumah sakit. ”Saya sendiri waktu itu yang bawa bantuan air minum untuk menunjukkan dukungan warga,” lanjutnya.
Baru setelah hasil tes usap ke-13 dan ke-14, Ndaru dinyatakan telah negatif Covid-19. ”Yang membuat saya bertahan tetap sehat adalah dukungan keluarga dan warga. Itu sangat bermakna,” kata Ndaru.
Tahlilan dari teras
Di Desa Ngampelsari, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo, Ical (24) masih berduka karena kepergian ayah tercintanya, Rudi (58), sebulan lalu. Meski demikian, ia bersyukur karena alih-alih menstigma negatif, masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya justru memberikan dukungan luar biasa. ”Warga sekitar mendukung saya dan keluarga sampai benar-benar dinyatakan sembuh,” ujar Ical, Minggu (5/7/2020).
Kejadian bermula saat ayahnya meninggal dalam status pasien dalam pengawasan Covid-19. Sesuai dengan prosedur, keluarga inti diwajibkan menjalani isolasi mandiri, pengetesan, dan penelusuran kontak. Mereka tidak boleh ke luar rumah, termasuk mengadakan acara selamatan atau tahlilan meninggalnya almarhum Rudi.
”Wargalah yang mengurus tahlilan sejak hari pertama. Pada hari ketujuh, acara yang biasanya diadakan di masjid, sengaja diadakan di dekat rumah supaya Ical bisa ikut kegiatan tersebut meskipun hanya dari teras,” kata Ical.
Warga juga bergotong royong menyiapkan semua keperluan, termasuk menu makanan yang disajikan. ”Covid bukan penyakit aib. Siapa pun bisa kena. Karena itulah semua pihak harus memiliki kesadaran bersama,” kata Ketua RT 001/RW 005 Ngampelsari Budi Cahyono.
Pengalaman serupa dialami Tri Maharani, dokter ahli toksinologi dari Rumah Sakit Daha Husada, Kediri, Jawa Timur, yang baru sembuh dari Covid-19. Dukungan keluarga dan rekan-rekan menjadi sumber kekuatan terbesarnya untuk pulih. ”Saya telah merasakan beratnya stigma. Keluarga saya dijauhi, tetapi saya juga mendapatkan dukungan banyak teman, dan ini menjadi energi kesembuhan,” tuturnya.
Saat ini, siapa saja bisa tertular dan mereka yang tertular bukanlah pesakitan. Pandemi ini memang telah memorakporandakan kehidupan kita. Namun, saling bantu dan mendukung merupakan modal penting. Itulah benteng terakhir untuk bertahan di tengah ketidakpastian.