Eukaliptus Diajukan sebagai Jamu, Bukan Obat Covid-19
Produk berbahan dasar eukaliptus yang dikembangkan Kementerian Pertanian hanya memiliki izin edar sebagai jamu, bukan obat untuk Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produk berbahan dasar eukaliptus yang dikembangkan Kementerian Pertanian hanya memiliki izin edar sebagai jamu, bukan obat untuk Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru. Untuk menjadi fitofarmaka atau obat berbahan alam, harus dilakukan kajian lebih lanjut, termasuk uji klinik.
Pengakuan ini disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (Balitbangtan Kementan) Fadjri Djufry, dalam konferensi daring, di Jakarta, Senin (6/7/2020). ”Kami menerima saran dan masukan. Izin dari BPOM tidak menyebut antivirus, sama di roll oneucalyptus ini tidak ada menyebut karena harus melalui tahapan. Izin edar ini kan jamu,” katanya.
Djufry menambahkan kalung eukaliptus yang terdaftar sebagai produk jamu di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melegakan pernapasan. ”Kami sudah teregistrasi (eukaliptus) di BPOM itu sebagai produk jamu, tentunya kan sudah melalui proses, tidak melanggar aturan di Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, klaim produk antivirus itu dikeluarkan Kementan dalam siaran pers berjudul ”Kementan Launching Antivirus Corona Berbahan Eucalyptus” pada 8 Mei 2020. Disebutkan dalam siaran pers yang juga bisa ditemui di laman resmi pertanian.go.id ini, produk inovasi ini merupakan hasil uji lab para peneliti pertanian yang dinilai mampu menangkal penyebaran virus.
Kami menerima saran dan masukan. Izin dari BPOM tidak menyebut antivirus, sama di roll oneucalyptus ini tidak ada menyebut, karena harus melalui tahapan. Izin edar ini kan jamu,
Dalam keterangan tertulis, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyebut, terobosan ini memiliki hasil pengujian eukaliptus terhadap virus influenza, virus Beta, dan gamma corona yang menunjukkan kemampuan membunuh virus sebesar 80-100 persen. ”Bahkan, Balitbangtan membuat beberapa prototipe eukaliptus dengan nano teknologi dalam bentuk inhaler, roll on, salep, balsem, dan defuser. Kami akan terus kembangkan dengan target utamanya korban yang menderita Covid-19,” kata Mentan.
Temuan ini kemudian memicu kontroversi. Sejumlah ilmuwan mengingatkan, klaim obat-obatan yang belum teruji, selain bisa membahayakan keamanan publik, juga memicu sikap antisains. Fitomarmaka merupakan obat dari bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis pada hewan dan uji klinis pada manusia. Jika fiomarmaka bisa diresepkan oleh dokter, jamu tidak bisa (Kompas, 6 Juli 2020).
Belum Diuji
Fadjri mengakui, produk berbahan eukaliptus yang diproduksi Kementan belum diuji pada sampel virus SARS-CoV-2 yang memicu Covid-19. Selain itu, pengujian terhadap eukaliptus tidak menyasar virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
”Kami hanya menguji pada corona model. Kita punya alpa corona, betacorona, gamma corona. Ada juga delta corona. Virus SARS-CoV-2 ini bagian dari betacorona,” kata Djufry.
Dekan Fakultas Kedokteran UI (FKUI) Ari Fahrial Syam, dalam konferensi daring mengatakan, riset mengenai khasiat produk berbahan eukaliptus untuk Covid-19 baru pada tahap in vitro di tingkat sel. ”Jangan skeptis atas hasil penelitian in vitro. Namun tidak boleh berlebihan juga menilai hasilnya, diklaim sebagai antivirus Covid-19. Butuh perjalanan riset yang panjang,” katanya.
Dia mengatakan, FKUI siap mendukung penelitian dan uji klinis untuk mengetahui khasiat eukaliptus, termasuk minyak kayu putih dan kalung tersebut. ”Kami siap bekerja sama dengan balai besar penelitian veteriner untuk menguji pada hewan dan uji klinis dengan produk minyak kayu putih ini,” ujarnya.