Informasi Layanan bagi Pasien Covid-19 Belum Jelas
Kasus pertama Covid-19 terdeteksi empat bulan lalu. Namun, warga masih kebingungan mengakses informasi terkait layanan kesehatan bagi pasien penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru itu.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Minimnya informasi tentang alur pelayanan kesehatan untuk pasien Covid-19 mendominasi laporan pengaduan yang diterima Ombudsman RI. Selain itu, kurangnya informasi terkait klasifikasi pasien Covid-19 banyak dikeluhkan masyarakat.
Dalam laporan Ombudsman RI yang dipaparkan pada Rabu (1/7/2020) di Jakarta terkait Covid-19, terdapat 1.604 laporan pengaduan masyarakat yang diterima sejak akhir April 2020 sampai 7 Juli 2020. Dari jumlah laporan itu, 83 persen pengaduan yang diterima terkait bantuan sosial, 11 persen pengaduan terkait ekonomi dan keuangan, 3 persen pengaduan terkait transportasi, dan 2 persen pengaduan terkait pelayanan kesehatan.
Wakil Ketua Ombudsman RI Lely P Soebekty, menuturkan, pengaduan tentang pelayanan kesehatan didominasi karena kurangnya informasi tentang alur pelayanan kesahatan bagi masyarakat yang memiliki gejala mirip Covid-19, yakni sebanyak 16,22 persen. Pengaduan ini termasuk pada kurangnya informasi tentang tempat isolasi bagi pasien.
Selain itu, banyak warga melaporkan pengaduan terkait rumah sakit yang kurang transparan menginformasikan penyakit yang dialami pasien. Pengaduan lainnya, yakni kurang koordinasi antara kepala desa dan instansi terkait untuk pengananan warga yang tertular Covid-19, kurangnya upaya preventif pemerintah untuk memantau kesehatan masyarakat, dan minimnya fasilitas kesehatan yang memadai untuk menangani pasien Covid-19.
”Ombudsman RI juga menerima pengaduan masyarakat terkait call center (pusat pengaduan) gugus tugas atau rumah sakit rujukan Covid-19 yang tidak responsif,” kata Lely.
Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, menambahkan, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh pada kinerja pelayanan publik, terutama pelayanan kesehatan untuk Covid-19. Perbaikan pengaturan anggaran yang disediakan juga perlu dilakukan segera.
Ombudsman RI juga menerima pengaduan masyarakat terkait call center (pusat pengaduan) gugus tugas atau rumah sakit rujukan Covid-19 yang tidak responsif.
”Anggaran yang disediakan itu benar-benar realistis atau tidak. Kalau Menteri Keuangan tidak mengeluarkan, anggaran tersebut tidak dapat digunakan. Sampai saat ini belum banyak langkah maju untuk penanganan Covid-19 karena belum ada kejelasan dari pemerintah,” tuturnya.
Insentif tenaga kesehatan
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan, Abdul Kadir dalam siaran pers mengatakan, anggaran insentif bagi tenaga kesehatan yang menanganai Covid-19 mulai disalurkan. Sampai 1 Juli 2020 tercatat, dana insentif senilai Rp 406 miliar telah disalurkan.
”Step (penyaluran insentif) sebelumnya memang sangat panjang. Dalam implementasinya, alur yang panjang ini untuk menjaga akuntabilitas. Proses verifikasi dari data yang diajukan juga ketat sehingga penyaluran menjadi lambat,” tuturnya.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan memperbarui peraturan terkait penyaluran insentif tersebut untuk mempersingkat proses verifikasi yang diperlukan. Itu diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19.
Dalam aturan tersebut disampaikan, proses verifikasi dokumen pengajuan insentif hanya sampai tingkat dinas provinsi dan langsung diajukan ke Kementerian Keuangan. Dalam aturan sebelumnya, proses verifikasi harus melalui dinas kesehatan kabupaten/kota kemudian ke tingkat provinsi, Kementerian Kesehatan dan baru ke Kementerian Keuangan.
Tak hanya itu, dalam aturan baru tersebut, rumah sakit yang dapat mengajukan insentif bagi tenaga kesehatan tidak hanya rumah sakit rujukan Covid-19 melainkan juga rumah sakit mana pun yang menangani kasus Covid-19. ”Mudah-mudahan ini berjalan lancar,” tutur Kadir.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto juga menyerahkan santunan bagi delapan tenaga kesehatan yang wafat ketika menangani Covid-19. Delapan tenaga kesehatan tersebut yang bertugas di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Adapun besaran santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang meninggal ketika memberikan pelayanan terkait Covid-19 sebesar Rp 300 juta per orang. Sementara insentif untuk dokter spesialis adalah Rp 15 juta per bulan, sedangkan dokter umum dan dokter gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, sedangkan tenaga medis lain Rp 5 juta. Insentif ini sudah dialokasikan dalam APBN 2020 senilai Rp 5,9 triliun yang menjadi bagian dari anggaran kesehatan untuk penanganan pandemi Rp 75 triliun.