Masyarakat masih memiliki minat tinggi dalam mengikuti layanan keluarga berencana. Masa pandemi ini mempersulit akses mereka mendapatkan layanan tersebut.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perencanaan kehamilan jadi kunci mewujudkan ketahanan keluarga. Namun selama pandemi, keterbatasan layanan memunculkan banyak kehamilan tak diinginkan. Tanpa terobosan berarti, situasi itu bisa memicu ledakan kelahiran bayi hingga berbagai persoalan dalam keluarga dan masyarakat.
Untuk mencegah kehamilan tak diinginkan akibat keterbatasan layanan kontrasepsi selama pandemi, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggelar layanan KB gratis untuk satu juta akseptor pada puncak peringatan Hari Keluarga Nasional ke-27 Tahun 2020, Senin (29/6/2020).
Layanan ini wujud kehadiran BKKBN di tengah keluarga dan masyarakat
"Layanan ini wujud kehadiran BKKBN di tengah keluarga dan masyarakat," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.
Sampai pukul 20.00 WIB, tercatat 1.335.294 akseptor dilayani KB dalam satu hari atau 98,65 persen dari target BKKBN. Bahkan, layanan di 26 provinsi mencapai lebih 100 persen dari target.
Untuk mencapai target tersebut, setiap fasilitas kesehatan baik puskesmas atau praktik bidan mandiri hanya ditarget melayani 20 akseptor saja. Demikian pula sekitar 50.000 kader dari 1,3 juta kader KB yang tersebar di Indonesia.
Jenis layanan kontrasepsi yang diberikan pun beragam. Kontrasepsi implan (susuk) dan spiral (intrauterine device/IUD) bisa diberikan di puskesmas, sedangkan di praktik bidan mandiri umumnya melayani kontrasepsi jenis suntik. Namun praktik bidan mandiri yang besar pun bisa melayani implan dan IUD. Untuk kader melayani kontrasepsi pil atau kondom, sedangkan kontrasepsi metode operasi wanita (tubektomi) dan metode operasi pria (vasektomi) dilakukan di rumah sakit.
Layanan dilakukan serentak di 34 provinsi dengan melibatkan seluruh fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, petugas lapangan KB, kader hingga TNI/Polri. Pelayanan dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.
Capaian ini menunjukkan minat ber-KB dan semangat melayani KB masih tinggi.
"Capaian ini menunjukkan minat ber-KB dan semangat melayani KB masih tinggi. Namun, kemauan dan dukungan ber-KB itu harus terus digerakkan," tambah Pelaksana Tugas Deputi KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN yang juga Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN, Dwi Listyawardani.
Penggunaan kontrasepsi adalah hak. Layanannya pun tidak boleh terputus, dalam kondisi apapun. Turunnya layanan KB di awal pandemi bisa memicu kehamilan tak diinginkan.
"Tambahan kehamilan yang tidak direncanakan bisa memengaruhi ketentraman keluarga," katanya. Terlebih selama pandemi, banyak keluarga juga menghadapi persoalan ekonomi dan sosial hingga kehamilan tak terencana itu makin mengancam ketahanan keluarga.
Kehamilan tak diinginkan akan berpengaruh besar pada kesehatan ibu hamil. Situasi itu juga meningkatkan risiko aborsi ilegal dan tak aman, kematian ibu dan anak, tengkes, gangguan tumbuh kembang anak, dan kesejahteraan keluarga.
Sebelum pandemi, kehamilan tak diinginkan sudah jadi persoalan. Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) BKKBN 2019 menyebut ada 17,5 persen kehamilan tak diinginkan di Indonesia, turun dari tahun 2018 sebesar 19,7 persen. Kehamilan tak diinginkan terbesar ada di wilayah perkotaan, seperti DKI Jakarta.
Sejak era Jaminan Kesehatan Nasional, layanan kesehatan dan KB diberikan berbasis kartu tanda penduduk (KTP). Mereka yang berdomisili diluar kabupaten/kota yang tercatat tidak akan bisa mendapat layanan, kecuali membayar mandiri. Padahal di kota banyak pendatang dengan domisili yang mudah berubah.
Dwi mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah berusaha mendekati kelompok penduduk dengan mobilitas tinggi itu dengan menggelar layanan KB bergerak (mobile). Namun, hasilnya belum juga memuasakan.
Karena itu, keberhasilkan layanan KB gratis untuk sejuta akseptor ini bisa jadi momentum untuk membangkitkan kembali semangat masyarakat ber-KB, tenaga dan fasilitas kesehatan melayani KB. Upaya untuk menjangkau lebih banyak akseptor khususnya mereka yang ingin ber-KB tapi belum terlayani (unmet need) juga harus dilakukan, termasuk warga perkotaan yang berpindah-pindah tempat tinggal.
Selain merencanakan kehamilan, ketahanan keluarga juga harus dibangun dengan mempersiapkan keluarga secara terencana. Perencanaan itu, khususnya bagi generasi muda, harus dilakukan sejak sebelum menikah, sebelum sebuah rumah tangga baru terbentuk, baik kesiapan biologis, psikologis dan ekonomi.
"Bila keluarga tidak siap, rentan menimbulkan pertengkaran, merusak keharmonisan keluarga, bahkan memicu pereceraian yang mengancam ketahanan keluarga," tambah Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN M Yani.