Pembukaan pariwisata belum mendesak di tengah kondisi kasus Covid-19 yang masih berfluktuatif. Kebijakan ini berisiko menjadikan pariwisata sebagai sumber penularan baru.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan membuka kembali sejumlah lokasi wisata alam dinilai tidak tepat di tengah penularan Covid-19 yang masih tinggi. Jika tidak diantisipasi dengan baik, keputusan ini dapat berisiko menimbulkan sumber penularan baru yang lebih besar dan sulit dikendalikan.
Hermawan Saputra dari Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) saat dihubungi di Jakarta, Jumat (26/6/2020), menilai pemerintah terlalu permisif dalam memutuskan pelonggaran aktivitas masyarakat di masa pembatasan sosial berskala besar. Itu terutama terkait pembukaan sektor pariwisata. Keputusan ini dinilai terlalu berisiko menimbulkan transmisi baru dari Covid-19.
Sektor pariwisata tidak menyangkut hajat hidup orang banyak yang bukan menjadi kebutuhan pokok dan dasar bagi masyarakat.
”Sektor pariwisata tidak menyangkut hajat hidup orang banyak yang bukan menjadi kebutuhan pokok dan dasar bagi masyarakat. Kalaupun harus ada kelenturan dalam PSBB (pembatasan sosial berskala besar), seharusnya hanya prioritas pada sektor ekonomi, perbankan, ataupun perdagangan. Itu pun harus berdasarkan protokol kesehatan yang ketat,” tuturnya.
Menurut dia, pengendalian penularan kasus Covid-19 belum optimal, baik dari level nasional maupun level regional di daerah. Penambahan kasus harian masih fluktuatif. Begitu pula dengan kasus kematian yang dilaporkan. Kondisi ini menunjukkan kapasitas sistem kesehatan masyarakat yang tersedia belum memadai.
Berdasarkan data resmi yang disampaikan juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, terdapat 1.240 kasus baru yang dikonfirmasi positif Covid-19 pada 26 Juni 2020 sehingga total kasus di Indonesia kini menjadi 51.427 kasus. Dari penambahan kasus itu, provinsi dengan kasus baru tertinggi antara lain Jawa Timur (356 kasus), DKI Jakarta (205 kasus), Jawa Tengah (177 kasus), Sulawesi Selatan (172 kasus), dan Bali (49 kasus).
Sementara itu, kasus kematian yang dilaporkan dari kasus yang terkonfirmasi positif pun bertambah sebanyak 63 kasus sehingga menjadi 2.683 kasus kematian. Total kasus sembuh kini mencapai 21.333 kasus dengan penambahan sebanyak 884 kasus.
Secara psikologis, masyarakat sudah merasa jenuh untuk terus berada di rumah sejak sejumlah pemerintah daerah menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Apabila tidak diantisipasi, pembukaan tempat wisata bisa mengundang kerumunan masyarakat dalam jumlah besar. Di lain sisi, kesadaran masyarakat untuk patuh menjalankan protokol kesehatan masih minim. Dengan begitu, potensi penularan Covid-19 pun menjadi semakin besar.
Hermawan mengatakan, fondasi kesehatan masyarakat untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh virus korona jenis baru ini belum kuat. Hal itu dapat dilihat dari kapasitas pemeriksaan, pelayanan kesehatan, serta pengobatan yang masih berbeda-beda antarwilayah. Sementara virus tersebut sudah merambah ke semua provinsi di Indonesia.
”Pemerintah sebaiknya tidak gegabah melonggarkan PSBB. Jika harus ada pelenturan kebijakan, itu harus diprioritaskan pada sektor yang krusial. Pelenturan ini juga perlu memperhatikan tiga hal, yakni kesadaran, kesabaran, dan daya tahan,” katanya.
Jika pembatasan wilayah diberlakukan di daerah yang berada di Pulau Jawa, itu tidak mungkin efektif. Mobilitas masyarakat antardaerah sudah tidak dapat dikontrol.
Keputusan pembukaan tempat wisata di daerah dengan zona hijau pun dinilai kurang tepat. Risiko penularan bisa efektif ditekan di zona hijau jika wilayah itu berada di kepulauan terpencil dengan batas wilayah yang jelas.
”Jika pembatasan wilayah diberlakukan di daerah yang berada di Pulau Jawa, itu tidak mungkin efektif. Mobilitas masyarakat antardaerah sudah tidak dapat dikontrol,” ucap Hermawan.
Pada Senin (22/6/2020), pemerintah memutuskan untuk membuka pariwisata di taman nasional dan kawasan wisata alam. Kawasan pariwisata alam yang akan dibuka antara lain kawasan wisata bahari, kawasan konservasi perairan, kawasan wisata petualangan, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, dan suaka margasatwa.
Pembukaan kebun raya
Kepala Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hendrian mengatakan, ada banyak proses dan tahapan yang harus dilalui sebelum pembukaan kebun raya dilakukan. Protokol kesehatan yang ketat harus dipastikan dapat dijalankan dengan optimal. Koordinasi dan konsultasi dengan pemerintah daerah setempat pun terus dilakukan.
”Kami sudah mulai pada tahap simulasi dengan berbagai skenario yang disiapkan. Itu termasuk untuk mengantisipasi jika ada kerumunan ataupun terkait alur masuk pengunjung,” katanya.
Setidaknya terdampak empat kebun raya yang akan dibuka, yakni Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, dan Kebun Raya Bali. Keempat kebun raya tersebut berada di bawah pengelolaan LIPI.
Sebagai upaya untuk mereduksi jumlah pengunjung yang datang, Hendrian menjelaskan, reservasi kedatangan akan dilakukan secara daring. Dengan begitu, pembatasan kapasitas pengunjung lebih bisa diatur.
Jika sosialisasi terkait reservasi online ini tidak diketahui masyarakat, dikhawatirkan justru menimbulkan kerumunan di depan pintu masuk.
”Namun, yang terpenting sebelum kebun raya dibuka kembali adalah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Jika sosialisasi terkait reservasi online ini tidak diketahui masyarakat, dikhawatirkan justru menimbulkan kerumunan di depan pintu masuk. Itu yang harus dihindari,” ucapnya.