Keluarga Jadi Basis Perubahan Perilaku Hidup Sehat
Kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan menjadi kunci utama untuk memutus rantai penularan Covid-19. Kebiasaan untuk menjalankan protokol dengan hidup bersih sehat itu harus dimulai dari keluarga.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan perilaku masyarakat untuk menjalankan prinsip hidup bersih dan sehat semakin diperlukan untuk memutus rantai penularan Covid-19. Keluarga saat ini memiliki peran lebih besar ntuk mewujudkan perubahan perilaku tersebut.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, kebiasaan baru dengan disiplin menggunakan masker, jaga jarak, dan mencuci tangan dengan tepat harus terus digalakkan. Untuk itu, kebiasaan baru ini perlu ditanamkan mulai dari lingkungan terkecil di masyarakat, yakni keluarga.
Keluargalah yang kemudian menjadi kekuatan utama kita untuk menjalankan adaptasi kebiasaan baru.
”Keluarga menjadi basis terhadap perubahan perilaku. Keluargalah yang kemudian menjadi kekuatan utama kita untuk menjalankan adaptasi kebiasaan baru. Kebiasaan ini jika dilakukan secara serempak secara bersama-sama dan dijalankan secara terus-menerus akan menjadi sebuah kekuatan besar untuk mencegah penyebaran Covid-19,” katanya di Jakarta, Kamis (25/6/2020).
Reisa Broto Asmoro dari Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menambahkan, perilaku bersih dan sehat merupakan cara paling efektif untuk mencegah penularan penyakit Covid-19. Penggunaan masker, misalnya, kebiasaan ini dapat mencegah droplet atau percikan yang mengandung virus Sars-CoV-2, penyebab Covid-19, berpindah dari orang yang telah terinfeksi ke orang yang sehat.
”Masyarakat diharapkan juga tidak panik menanggapi berbagai informasi terkait Covid-19 yang belum tentu diketahui kebenarannya. Pastikan untuk mencari tahu infomasi yang benar yang disiarkan secara resmi dari gugus tugas. Kita juga harus kritis pada informasi yang didapat karena pengetahuan terkait virus ini akan terus berkembang,” tutur Reisa.
Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Jelamu Ardu Mariu mengatakan, protokol kesehatan yang dijalankan dengan ketat oleh masyarakat menjadi kunci dari upaya pencegahan penularan Covid-19 di suatu wilayah. Itu pun harus didukung dengan pengawasan dari perangkat pemerintah daerah dalam menekan arus moblitas masyarakat.
”Bahkan, tidak hanya kontrol oleh Bupati, tetapi ketua RT dan warga pun sangat kuat mengontrol keluar-masuknya orang. Selain itu, sosialisasi dan edukasi juga harus terus-menerus dijalankan. Jika masyarakat sudah paham bagaimana penularan penyakit ini, secara sadar mereka akan melakukan berbagai upaya untuk mencegahnya,” tuturnya.
Kasus baru
Yurianto mengatakan, penambahan kasus Covid-19 baru di Indonesia masih tinggi. Pada 25 Juni 2020, ada 1.178 kasus baru yang dilaporkan dalam sehari. Kasus terbanyak berada di Jawa Timur (247 kasus), disusul DKI Jakarta (196 kasus), Sulawesi Selatan (103 kasus), Maluku Utara (80 kasus), dan Jawa Tengah (78 kasus). Dengan penambahan ini, total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 50.187 orang.
Sementara penambahan kasus juga ditemukan pada kasus sembuh, yakni bertambah sebanyak 791 kasus sehingga total menjadi 20.449 orang yang sembuh. Meski begitu, kasus kematian juga meningkat sebanyak 47 kasus sehingga menjadi 2.620 kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia.
Adapun jumlah spesimen yang diperiksa dalam sehari hingga 25 Juni 2020 sebanyak 19.510 spesimen. Seluruh spesimen tersebut diambil dari 13.239 orang yang diduga terpapar Covid-19. Dari penambahan ini, total spesimen yang telah diperiksa sejak 1 April 2020 menjadi 708.962 spesimen dari 427.158 orang.
Kasus orang dalam pemantauan (ODP) kini terdapat sebanyak 37.294 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 13.323 orang. Seluruh kasus ini dilaporkan dari 446 kabupaten/kota yang terdampak di seluruh Indonesia.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menuturkan, pemetaan zona risiko Covid-19 telah diperbarui. Selain itu, indikator untuk penetapan wilayah yang masuk zona hijau juga telah ditambahkan. Selain dengan indikator belum pernah ditemukannya kasus, wilayah yang selama empat minggu berturut-turut tidak ditemukan kasus baru serta tidak ada kasus meninggal bisa masuk dalam zona hijau.
Adapun wilayah yang masuk dalam zona hijau, antara lain, adalah 12 wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, 12 wilayah di Aceh, 1 wilayah di Bengkulu, 1 wilayah di Kalimantan Timur, 13 wilayah di NTT, dan 4 wilayah di Papua Barat.
Anggota Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, menambahkan, setidaknya ada 15 indikator kesehatan masyarakat yang digunakan untuk menentukan pemetaan zonasi risiko daerah dari penularan Covid-19. Indikator tersebut meliputi 11 indikator epidemiologi, 2 indikator surbeilans kesehatan masyarakat, dan 2 indikator pelayanan kesehatan masyarakat.
Dari indikator tersebut, per 21 Juni 2020, telah ada pemetaan risiko daerah dari penularan Covid-19. Ada empat kategorisasi risiko yang ditetapkan, yakni wilayah dengan zona risiko tinggi, zona risiko sedang, zona risiko rendah, dan zona dengan tidak ada kasus.
Saat ini tercatat sebanyak 112 kabupaten/kota masuk dalam zona hijau atau zona dengan tidak ada kasus. Sementara itu, sebanyak 188 kabupaten/kota masuk dalam zona risiko rendah, 157 kabupaten/kota dengan risiko sedang, dan 57 kabupaten/kota dengan risiko tinggi.
”Ada tren membaik dari kondisi kabupaten/kota di minggu terakhir ini. Perbaikan dan pergerakan terlihat dari jumlah kabupaten/kota yang tidak terdampak atau berisiko rendah, bergerak dari 46,7 persen menuju 52 persen dan pada 21 juni 2020 mencapai 58,37 persen,” tutur Dewi.