Kondisi pandemi saat ini membuat sejumlah kalangan ragu menyambangi tempat layanan kesehatan, termasuk untuk memeriksakan perkembangan anak. Sebenarnya pemeriksaan itu bisa dilakukan swadaya oleh orangtua.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Proses tumbuh kembang anak di usia dini sangat memengaruhi kualitas mereka di masa depan. Untuk memastikan anak-anak bisa tumbuh dengan baik, pemantauan rutin perlu diberikan sekalipun di masa pandemi Covid-19 saat ini.
Ya, pandemi ini seakan membuat banyak orang ”parno” untuk menyambangi fasilitas layanan kesehatan, baik puskesmas, klinik, maupun rumah sakit. ”Sebisa mungkin jangan kalau tidak benar-benar mendesak,” demikian saran banyak orang meskipun layanan kesehatan tentu dan seharusnya telah memiliki triase (prioritas layanan) dan protokol kesehatan secara ketat.
Hal itu biasanya berlaku pula bagi orangtua yang rutin membawa anak ke dokter anak untuk dicek perkembangan tinggi, berat, motorik, dan sebagainya. Kini hal itu dianggap tidak terlalu penting dilakukan karena pertimbangan risiko penularan Covid-19.
Jika memang masih ragu mengunjungi fasilitas kesehatan, orangtua bisa secara swadaya memantau perkembangan anak menggunakan sejumlah perangkat yang tersedia, misalnya Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Melalui panduan tersebut, orangtua bisa memantau dan tak terlupa akan jadwal imunisasi dasar lanjutan yang wajib diberikan. Barulah apabila terdapat keraguan atau permasalahan akan pertumbuhan anak, orangtua membawa si kecil ke dokter anak.
Dokter spesialis anak konsultan tumbuh kembang dan pediatri sosial dari Rumah Sakit Pondok Indah, Catherine Mayung Sambo, mengatakan, seribu hari pertama kehidupan atau mulai dari terbentuknya janin dalam kandungan sampai anak berusia dua tahun merupakan fase krusial yang harus diperhatikan dalam tumbuh kembang seseorang. Hal ini karena selama masa tersebut volume otak yang terbentuk mencapai 80 persen.
Pada 1.000 hari pertama kehidupan ini sangat menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari, baik di usia anak-anak, di usia remaja, maupun ketika nanti dia dewasa.
”Pada 1.000 hari pertama kehidupan ini sangat menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari, baik di usia anak-anak, di usia remaja, maupun ketika nanti dia dewasa. Untuk itu, stimulasi yang diberikan di fase ini perlu dioptimalkan,” katanya di Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Menurut Catherine, ada tiga hal dasar yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak, yakni asuh, asih, dan asah. Pada aspek asuh, kebutuhan yang dimaksudkan antara lain nutrisi, imunisasi, pakaian, dan layanan kesehatan.
Sementara pada asih antara lain terkait rasa aman, kasih sayang, kebebasan, dan rasa sukses. Untuk aspek asah, terkait kemampuan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial di sekitarnya, mulai dari keluarga, sekolah, hingga masyarakat.
Semua aspek tersebut wajib diberikan kepada anak untuk mendukung tumbuh kembang yang optimal. Pertumbuhan dan perkembangan anak harus berjalan secara bersamaan.
Pertumbuhan ditandai dengan pertambahan ukuran fisik, seperti tinggi badan, berat badan, dan ukuran lingkar kepala. Sementara perkembangan ditandai dengan kemampuan fungsi tubuh, seperti berjalan, berlari, ataupun berbicara.
Catherine mengungkapkan, biasanya orangtua akan membawa anak ke fasilitas kesehatan untuk memantau tumbuh kembang anak secara berkala. Namun, di masa pandemi Covid-19 ini, pemantauan tersebut menjadi terkendala, baik karena keraguan orangtua untuk membawa anaknya ke fasilitas layanan kesehatan maupun adanya sejumlah layanan yang tidak beroperasi secara optimal.
Meski begitu, menurut dia, pemantauan tumbuh kembang anak bisa dilakukan secara mandiri di rumah. Buku Kesehatan Ibu dan Anak bisa menjadi salah satu media untuk pencatatan tumbuh kembang anak. Setiap usia akan menunjukkan proses tumbuh kembang yang berbeda. Misalnya, pada usia satu bulan, bayi akan mulai bisa menggerakkan tangan dan kaki, kemudian pada usia tiga bulan akan ditandai dengan kemampuan mengangkat kepala ketika tengkurap.
Selanjutnya, perkembangan yang terjadi di usia enam bulan biasanya ditandai dengan kemampuan untuk berbalik dari posisi telungkup. Pada usia sembilan bulan, bayi juga akan mulai berdiri dan merambat dan berkembang lagi di usia 12 bulan yang ditandai dengan mampu berjalan sambil berpegangan.
Jika ada gangguan dalam pemantauan tumbuh kembang, jangan ragu untuk menghubungi dokter anak.
”Proses tumbuh kembang anak akan dilalui secara bertahap sehingga apabila seorang anak belum melewati satu tahap tertentu, orangtua jangan langsung memaksa untuk melakukan tahap berikutnya. Jika ada gangguan dalam pemantauan tumbuh kembang, jangan ragu untuk menghubungi dokter anak,” ujar Catherine.
Kecukupan gizi pun sangat menentukan tumbuh kembang anak tersebut. Di masa pandemi ini, di mana terjadi penurunan perekonomian yang bisa berdampak pada penurunan pendapatan keluarga, acap kali kebutuhan ”susu” anak dikurangi untuk mencukupi hal lain yang dinilai lebih pokok.
Dalam masa normal saja, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, proporsi status gizi anak balita dengan indikator tinggi badan di bawah standar atau pendek (stunting) berada di angka 30,8 persen pada 2018. Sementara pemerintah menargetkan status tengkes atau stunting bisa mencapai target 14 persen pada 2024.
Selain kecukupan gizi, hal lain yang juga tidak boleh diabaikan adalah pemberian imunisasi pada anak. Meskipun layanan imunisasi terbatas akibat pandemi Covid-19, pemberian imunisasi dasar tetap wajib dilanjutkan. Apabila banyak anak tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap, hal itu bisa menyebabkan terjadinya wabah dari berbagai penyakit sehingga anak menjadi sakit berat, cacat, hingga meninggal.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun telah menerbitkan panduan terkait pemberian imunisasi yang aman di masa pandemi Covid-19. Panduan tersebut antara lain dengan mengatur jadwal kedatangan anak yang diimunisasi agar tidak menimbulkan kerumunan, memisahkan anak yang sakit dan sehat ketika berada di layanan fasilitas kesehatan, serta mengatur jarak antarpenunggu sekitar 1-2 meter.
Adapun jadwal imunisasi dasar yang wajib diberikan adalah vaksin hepatitis B0 dan OPV 0 pada bayi yang baru lahir, vaksin BCG pada usia satu bulan, vaksin pentavalent 1 dan OPV 1 pada usia dua bulan, vaksin pentavalent 2 dan OPV 2 pada usia dua bulan, vaksin pentavalent 3, OPV 3, dan IPV pada usia empat bulan, vaksin MR1 pada usia sembilan bulan, serta vaksin pentavalent 4, OPV 4, dan MR2 di usia 18 bulan. Dalam kondisi yang tidak memungkinkan, pemberian vaksin bisa ditunda sampai satu bulan.