Pesparani II Nasional di Kupang Ditunda hingga 2021
Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik Nasional II yang sedianya digelar pada 28 Oktober-1 November 2020 ditunda hingga 2021 terkait pandemi Covid-19. Pesparani ini melibatkan paduan suara musik liturgi dari 34 provinsi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik Nasional II yang sedianya digelar pada 28 Oktober-1 November 2020 ditunda hingga 2021. Penundaan ini terkait pandemi Covid-19. Pesparani ini melibatkan paduan suara musik liturgi dari 34 provinsi. Kesempatan penundaan itu agar peserta Pesparani lebih matang mempersiapkan diri.
Sekretaris Panitia Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik Nasional II 2020 Yakobus Beda Kleden di Kupang, Selasa (23/6/2020), mengatakan, penundaan Pesparani II telah mendapat pengesahan dari Menteri Agama. Dalam surat itu disebutkan, Pesparani II di Kupang, NTT, pada 2020 akan diundur tahun 2021.
”Tanggal pelaksanaan Pesparani 2021 belum dipastikan. Tetapi merujuk pada penetapan Pesparani 28 Oktober-1 November 2020, yang disesuaikan dengan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Jika tetap berpatok Sumpah Pemuda, maka akan dilaksanakan pada 28 Oktober-1 November 2021,” kata Yakobus Beda Kleden.
Selama ini umat hanya diam, mendengarkan suara dari paduan suara yang menanggung lagu liturgi hari itu. Ini tidak benar. Seharusnya semua lagu gerejani tetap melibatkan seluruh umat yang hadir.
Sesuai rencana, Pesparani Katolik Nasional II 2020 yang diikuti 8.000 peserta dari 34 provinsi dibuka Presiden Joko Widodo. Pemerintah Kota Kupang pun telah menyiapkan penginapan dengan jumlah kamar sekitar 4.500 tempat tidur. Jika peserta membeludak, rumah warga pun digunakan untuk kegiatan Pesparani tersebut.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Kupang ini mengatakan, Pesparani Katolik merupakan peristiwa kebangsaan, melibatkan seluruh etnik Nusantara. Bentuk kegiatan ini berupa seni budaya masyarakat Katolik dalam bentuk pergelaran dan lomba musik liturgi dan nyanyian dengan tujuan mengembangkan pemahaman dan penghayatan masyarakat Katolik terhadap ibadah (liturgi) gerejani.
Pesparani Katolik pertama kali digelar di Ambon, Maluku, pada 27 Oktober-1 November 2018. Keluar sebagai juara nasional saat itu kontingen dari Kalimantan Timur, menyingkirkan pesaing utama kontingen DKI Jakarta dan Kalimantan Barat serta tuan rumah, Maluku.
Lulusan STFK Ledalero Maumere, NTT, ini mengatakan, rencana pergelaran Pesparani Katolik Nasional II 2020 pun masih ditentukan situasi dan kondisi pandemi Covid-19 saat itu. Jika wabah masih berlangsung sampai 2021, Pesparani bisa saja ditunda lagi sampai pandemi Covid-19 benar-benar aman. Peserta paduan suara (kor) tidak mungkin menyanyi sambil mengenakan masker di mulut.
Lebih siap
Pastor Paroki Gereja Katedral Kupang RD Ambrosius Ladjar mengatakan, penundaan itu juga penting agar setiap peserta paduan suara lebih siap mengikuti lomba. Kota Kupang sebagai tuan rumah pun jauh lebih siap lagi, tidak hanya menyangkut paduan suara (kor) tetapi juga persiapan sarana dan prasarana, seperti penginapan, seragam kontingen, transportasi, dan akomodasi.
Menurut Ambrosius, NTT terkenal dengan lagu-lagu gereja Katolik sampai lagu-lagu itu masuk dalam buku-buku lagu gereja nasional, seperti mada bakti dan puji syukur. Namun, dalam lomba Pesparani I di Ambon 2018, NTT berada pada nomor urut kelima nasional setelah Kalimatan Timur, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, dan Papua. ”Pesparani II NTT sebagai tuan rumah harus lebih siap lagi,” katanya.
Soal tim juri Pesparani Katolik Nasional harus diambil dari ahli-ahli musik gereja Katolik. Setiap bagian dari lagu gereja yang dilombakan memiliki latar belakang sejarah panjang, bernilai historis gerejani, dan teologis. Bukan hanya karena orang itu memiliki hobi menguasai lagu gereja kemudian ditunjuk menjadi juri.
Ia mengatakan, dalam setiap ibadah misa di NTT, ada kecenderungan kelompok umat yang kor saat misa membawakan lagu-lagu baru, yang tidak belum pernah didengar umat. Tindakan seperti ini keliru karena dalam ibadah misa, semua bagian harus memberi kesempatan umat yang hadir untuk berpartisipasi.
Lagu-lagu gerejani yang dilombakan dan meraih posisi sebagai lagu terbaik dalam Pesparani sebaiknya dibukukan dan menjadi buku pegangan umat pada setiap perayaan ibadah misa di seluruh Tanah Air. Dengan demikian, setiap kelompok umat Katolik yang menanggung kor dalam liturgi menyanyikan lagu-lagu yang sifatnya sudah dikenal umat, umat bisa berpartisipasi bernyanyi.
”Selama ini umat hanya diam, mendengarkan suara dari paduan suara yang menanggung lagu liturgi hari itu. Ini tidak benar. Seharusnya semua lagu gerejani tetap melibatkan seluruh umat yang hadir,” ujar Ambrosius.