Kabar segar pencabutan status kejadian luar biasa di Papua agar tak menurunkan kewaspadaan akan penularan penyakit ini. Langkah antisipatif perlu terus dilakukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengakhiri status kejadian luar biasa polio di Provinsi Papua. Meski begitu, wilayah ini masih dinyatakan rentan sehingga cakupan imunisasi polio harus terus ditingkatkan.
Pada Maret 2020, Komite Kegawatdaruratan WHO di bawah Regulasi Kesehatan Internasional memutuskan Indonesia tidak lagi sebagai negara yang terjangkit polio. Pada April 2020, dilakukan penilaian yang hasilnya mengakhiri status kejadian luar biasa (KLB) polio di Papua.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (17/6/2020), menyampaikan, keputusan WHO untuk mengakhiri KLB polio di Papua disampaikan melalui surat keputusan yang diterima Kementerian Kesehatan pada 26 Mei 2020. Dalam surat itu disampaikan, KLB Polio di Papua telah berakhir, tetapi kawasan ini tetap dinilai rentan akan penularan penyakit tersebut.
Kami juga akan melakukan upaya pencegahan terhadap impor virus polio, jangan sampai terjadi lagi di Indonesia.
”Meningkatkan imunitas masyarakat Indonesia melalui imunisasi terus kami upayakan. Kami juga akan melakukan upaya pencegahan terhadap impor virus polio, jangan sampai terjadi lagi di Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah menyampaikan laporan kepada Kantor WHO Indonesia mengenai terjadinya KLB polio di Kabupaten Yakuhimo, Provinsi Papua, dengan satu kasus yang dimulai 27 November 2018. Dari kasus ini kemudian terjadi indikasi adanya transmisi kepada dua anak sehat.
Sebagai respons terhadap laporan KLB yang disebabkan virus circulated vaccine derived polio virus type 1 ini, beberapa negara mengeluarkan peringatan perjalanan kepada warga negara masing-masing. Mereka diminta negaranya untuk melengkapi vaksinasi polio ketika akan berkunjung ke Indonesia.
Pemerintah pun kemudian menjalankan sejumlah langkah untuk mengatasi persoalan tersebut. Itu dilakukan, antara lain, dengan mengirimkan tim investigasi epidemiologi, melaksanakan outbreak response immunization (ORI) untuk kelompok usia rentan di wilayah terkena KLB polio, dan memperkuat surveilans di sejumlah fasilitas kesehatan.
Direktur Regional WHO untuk Kawasan Asia Tenggara Poonam Khetrapal Singh mengatakan, Indonesia memiliki tantangan yang besar untuk memelihara ketahanan imunitas masyarakat terhadap polio. Untuk itu, dukungan dengan pemberian vaksin polio lewat mulut (OPV) serta vaksin polio inactivated (IPV) melalui sistem imunisasi harus diperkuat di seluruh wilayah.
Hal tersebut perlu dilakukan mengingat Indonesia berisiko tinggi terhadap impor virus polio tipe 1 dan tipe 2 dari Malaysia dan Filipina. ”Standar kualitas surveilans untuk deteksi dini virus polio juga perlu diperhatikan sebagai langkah kesiapan dalam menghadapi impor virus di Indonesia,” tuturnya.