Obat untuk Kurangi Risiko Badai Sitokin Pasien Covid-19 Ditemukan
Peneliti menemukan bahwa obat bernama tocilizumab dapat mengurangi risiko badai sitokin terjadi pada pasien Covid-19. Fatalitas pandemi ini diharapkan dapat berkurang.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cytokine storm atau badai sitokin dipercaya menjadi salah satu penyebab infeksi Covid-19 dapat begitu mematikan. Karena itu, ditemukannya obat yang dapat mengurangi risiko badai sitokin memberikan secercah harapan untuk penanganan pasien Covid-19 yang berat.
Dokter dan peneliti dari University of Michigan telah menemukan bahwa obat tocilizumab dapat mengurangi risiko kematian bagi pasien dengan kondisi Covid-19 yang berat. Hal itu dimungkinkan dengan mengurangi risiko terjadinya gejala autoimun yang dikenal dengan nama badai sitokin.
Dalam penelitian yang dipublikasikan pada Rabu (3/6/2020), Emily Somers, Gregory Eschenauer, Jonathan Troost, dan 19 kolega lainnya memberikan dosis obat itu kepada 78 dari 154 pasien Covid-19 dengan ventilator.
Tocilizumab dapat mengeblok aktivitas sitokin IL-6. Aktivitas IL-6 yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi imun yang berlebih dan memicu peradangan dan kerusakan sistem pernapasan.
”Tocilizumab kami yakini berkorelasi dengan berkurangnya 45 persen risiko kematian dan peningkatan kesehatan,” tulis Somers, Eschenauer, dan kawan-kawan. Penelitian ini masih dipublikasikan dalam tahapan awal dan belum mendapat review sejawat (peer review).
Sitokin yang seharusnya melawan virus, tetapi malah melawan sistem kekebalan tubuh, menggempur limfosit atau sel T.
Temuan ini diharapkan dapat menjadi langkah maju dalam mengurangi fatalitas Covid-19 akibat menurunnya fungsi pernapasan akibat peradangan paru-paru; yang bisa diakibatkan oleh badai sitokin.
Berdasarkan sejumlah penelitian, termasuk dalam penelitian yang dilakukan oleh Andrea Diamanti dan kawan-kawan dari University of Rome, Italia, 15-20 persen pasien Covid-19 berpotensi mengalami badai sitokin.
Melawan diri sendiri
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Djoko Santoso mengatakan, sitokin adalah sebuah protein yang bertugas memperkuat sistem kekebalan tubuh hingga melakukan serangan balik untuk merusak virus asing itu.
Sering kali, pada kasus pasien dengan Covid-19, tubuh bereaksi berlebihan dalam menghadapi virus. Sitokin yang dihasilkan secara masif menyebar ke seluruh tubuh.
Cytokine storm atau badai sitokin dipercaya menjadi salah satu penyebab infeksi Covid-19 dapat begitu mematikan. Karena itu, ditemukannya obat yang dapat mengurangi risiko badai sitokin memberikan secercah harapan.
Hal inilah yang menyebabkan peradangan masif yang disebut badai sitokin. Sitokin yang seharusnya melawan virus, tetapi malah melawan sistem kekebalan tubuh, menggempur limfosit atau sel T. Padahal, kelompok sel darah putih ini adalah komponen utama dalam sistem kekebalan tubuh.
Ketika virus korona sudah menginfeksi paru-paru, kantong-kantong alveoli mulai terisi cairan pekat dan mengakibatkan kesulitas bernapas. Ini adalah kondisi penumonia.
”Paru-paru pun makin rusak. Ditambah akibat badai sitokin, pasien tidak bisa bernapas. Dalam kasus HIV/AIDS, perlu waktu hingga 10 tahun sebelum pneumonia menjadi fatal. Namun, untuk Covid-19, bisa hanya dalam hitungan 47 hari,” tulis Djoko.