Belum Saatnya Longgarkan PSBB demi Terapkan Normal Baru
Pemerintah diminta untuk tidak terburu-buru melonggarkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB demi menerapkan tata hidup normal baru. Hingga kini, kasus positif dan penularan Covid-19 masih terus meningkat.
Oleh
ANITA YOSSIHARA / AHMAD ARIF / DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH) 01-06-2020
Pedagang Pasar Pegirian menunggu pembeli di petak yang telah dibuat menyesuaikan protokol kesehatan Covid-19 di Jalan Nyamplungan, Surabaya, Jawa Timur, Senin (1/6).
JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah diminta untuk tidak serta-merta melonggarkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, terutama di DKI Jakarta, daerah penyangga Ibu Kota, dan daerah zona merah lain. Alasannya, hingga kini kasus dan tingkat penularan Covid-19 di wilayah-wilayah itu tinggi, bahkan terus meningkat. Wacana penerapan kehidupan normal baru jangan sampai mengabaikan keselamatan warga.
Seruan itu disampaikan secara terpisah oleh pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, dan ahli epidemiologi Universitas Padjadjaran, Panji Hadisoemarto, secara terpisah, di Jakarta, Senin (1/6/2020).
Syahrizal, yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan, mengatakan, angka penularan kasus Covid-19 di DKI Jakarta saat ini (Rt) masih relatif tinggi, yakni 1,09. Angka Rt di atas 1 itu belum memenuhi syarat pelonggaran PSBB. Besar kemungkinan angka itu akan kembali naik setelah Lebaran ini. ”Bukan karena pemudik, melainkan pergerakan internal yang longgar,” ucapnya.
Jika dilihat dari jumlah kasus Covid-19, DKI Jakarta masih merupakan provinsi dengan tingkat risiko penularan paling tinggi. Data pada 28 Mei 2020 saja masih menunjukkan, 67,97 dari 100.000 penduduk di Ibu Kota terpapar virus SARS-Cov-2.
Karena itu, menurut Syahrizal, pergerakan manusia dari DKI Jakarta ke daerah lain masih perlu dibatasi. ”Yang perlu diwaspadai adalah orang Jakarta yang keluar, bukan orang luar yang masuk Jakarta,” ujarnya menegaskan.
Panji mengingatkan, penambahan kasus harian menunjukkan bahwa transmisi virus korona baru masih terjadi di komunitas. Dari segi epidemiologi sebenarnya Indonesia belum layak menuju normal baru. Wacana normal baru dipersepsikan keliru oleh masyarakat bahwa situasi aman untuk beraktivitas biasa. Padahal, dalam normal baru, harus ada protokol keamanan ketat agar tidak terjadi lagi ledakan wabah, seperti warga harus tetap jaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan.
Kompas
Jumlah ODP dan PDP yang meninggal dibandingkan yang positif Covid-19 meninggal. Sumber: Laporcovid19.org
Sosiolog bencana dari National Technological University Singapura, Sulfikar Amir, mengatakan, normal baru jangan hanya menjadi justifikasi untuk membuka kegiatan ekonomi dengan mengabaikan risiko masyarakat. ”Selain syarat epidemiologi, juga penting dipenuhi adalah syarat sosial, di antaranya masyarakat siap untuk tetap menjaga diri maupun orang lain agar tidak tertular,” katanya.
Menurut Sulfikar, jika normal baru dipaksakan, sebelum syarat dipenuhi, akan terjadi gelombang wabah lebih besar. Padahal, di masyarakat terdapat kelompok yang lebih rentan, baik secara medis mauapun sosial ekonomi. ”Jika wabah ini meledak dan menular luas di permukiman padat dan miskin kota, akan menjadi masalah besar. Ini misalnya terjadi di Italia dan juga Brasil, di mana sistem kesehatan akhirnya membuat prioritas mana yang harus dirawat dan tidak,” katanya.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat adanya penambahan 467 kasus positif pada Senin sehingga total menjadi 26.940 orang yang terkonfirmasi. Sedangkan kasus meninggal bertambah 28 orang sehingga totalnya menjadi 1.641 orang.
Juru bicara pemerintah untuk Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, data tersebut diambil dari 333.415 uji pemeriksaan spesimen dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) di 95 laboratorium, tes cepat molekuler (TCM) di 59 laboratorium, dan laboratorium jejaring di 179 laboratorium. Secara keseluruhan, 232.113 orang. Ini berarti sekitar 11,6 persen orang yang diperiksa positif.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Salah satu akses menuju wilayah Kelurahan Banua Anyar, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan masih ditutup, Senin (1/6/2020). Warga setempat berinisiatif melakukan pembatasan sosial berskala kecil untuk mencegah penyebaran Covid-19.