Melawan Hasil Riset, Trump Konsumsi Hidroksiklorokuin untuk Cegah Covid-19
Presiden AS Donald Trump mengonsumsi hidroksiklorokuin. Padahal, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS telah memberikan peringatan agar masyarakat tidak sembarangan menggunakan hidroksiklorokuin ataupun klorokuin.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
WASHINGTON DC, KOMPAS — Obat malaria hydroxychloroquine (hidroksiklorokuin) kembali mencuat sebagai obat pencegah Covid-19 setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa ia telah mengonsumsi obat tersebut selama sepekan terakhir. Padahal, sejumlah penelitian dan lembaga pemerintahnya sendiri menyangsikan efektivitas obat tersebut.
”Saya minum hidroksiklorokuin. Saya sudah meminumnya selama 1,5 pekan terakhir. Satu pil setiap hari. Yang bisa saya katakan adalah sejauh ini saya baik-baik saja,” ujar Trump di White House pada Senin waktu setempat atau Selasa (19/5/2020) dini hari WIB.
Trump mengungkapkan bahwa ia meminum hydroxychloroquine setelah berdiskusi dengan dokter kepresidenan, Sean Conley. Conley, melalui memo resmi dari White House, membenarkan hal tersebut.
”Setelah diskusi beberapa kali, saya dan (Trump) berkesimpulan bahwa sisi positifnya lebih besar daripada risiko negatifnya,” kata Conley, seperti yang dilaporkan Reuters.
Langkah Trump mempromosikan hidroksiklorokuin ini pun mendapat banyak kecaman.
Chairman of Medicine di St Joseph University Hospital New Jersey AS Bob Lahita memperingatkan masyarakat untuk tidak mengonsumsi hidroksiklorokuin.
”Belum ada efek positif yang kami lihat dari para pasien dan kami telah memberikan (hidroksiklorokuin) kepada banyak pasien,” kata Lahita.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) juga sebelumnya telah memberikan peringatan untuk masyarakat agar tidak sembarangan menggunakan hidroksiklorokuin dan klorokuin.
Hal ini karena FDA menemukan bahwa pasien Covid-19 justru mengalami gangguan jantung setelah mengonsumsi kedua obat tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh dokter dan peneliti dari Columbia University AS ini menunjukkan bahwa pemberian hidroksiklorokuin tidak memberikan dampak signifikan terhadap kondisi para pasien.
Dalam dalam hasil penelitian yang dipublikasikan oleh jurnal medis ternama New England Journal of Medicine, sebanyak 1.376 pasien Covid-19 sebuah rumah sakit di New York City, diberikan dosis hidroksiklorokuin sebagai standar perawatan.
Namun, ternyata, penelitian yang dilakukan oleh dokter dan peneliti dari Columbia University AS ini menunjukkan bahwa pemberian hidroksiklorokuin tidak memberikan dampak signifikan terhadap kondisi para pasien.
”Temuan kami tidak mendukung pemberian hidroksiklorokuin pada saat ini,” tulis Joshua Geleris, Yifei Sun, dan kawan-kawan, dalam artikel yang dipublikasikan pada 7 Mei 2020 tersebut.
Temuan ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti China. Dalam publikasi awal pada laman Medrxiv, Wei Tang, Zhujun Cao, Mingfeng Han, dan kawan-kawan memberikan dosis hydroxychloroquine kepada 150 pasien di 16 pusat perawatan Covid-19 di China selama 2–3 pekan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan hidroksiklorokuintidak memiliki kemungkinan yang lebih besar pulih dari Covid-19 dibandingkan dengan pasien yang dirawat biasa. Bahkan, pasien yang mendapatkan hidroksiklorokuinjustru cenderung lebih banyak mengalami kondisi parah.
Kabar baik
Di sisi lain, vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh perusahaan biotek asal AS, Moderna, menunjukkan hasil positif setelah kandidat vaksin yang dikembangkannya mRNA-1273 telah berhasil membangun antibodi pada partisipan uji klinik fase pertama tersebut. Uji klinik fase pertama ini melibatkan delapan partisipan.
”Secara umum, mRNA-1273 aman dan ditoleransi dengan baik,” Chief Medical Office Moderna Tal Zaks.
Namun, perlu diingat bahwa masih ada sejumlah fase uji klinik yang harus dilewati sebelum bisa diproduksi secara massal untuk kebutuhan masyarakat. Uji klinik fase I hanya digunakan untuk menguji keamanan dari sebuah kandidat vaksin.
Kemudian, fase II digunakan untuk menguji efektivitas dan mencari dosis yang tepat. Sementara pada fase III, efektivitas kandidat vaksin ini akan diujicobakan kepada jumlah partisipan yang lebih luas. Kini fase II sedang pada tahapan persiapan.
CEO Moderna Stephane Bancel mengatakan, berencana akan memulai uji klinik fase III pada Juli mendatang.
”Kami berinvestasi untuk meningkatkan kapabilitas manufaktur kami sehingga kami dapat memaksimalkan jumlah dosis yang bisa diproduksi,” kata Bancel.