BPOM Banyak Temukan Makanan Kedaluwarsa di Masa Ramadhan
Dari 290.681 produk makanan olahan yang diperiksa Badan Pengawas Obat dan Makanan selama Ramadhan, 84 persen di antaranya ternyata sudah tidak layak dikonsumsi atau kedaluwarsa.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama masa Ramadhan, Badan Pengawas Obat dan Makanan masih banyak menemukan pelanggaran terkait peredaran produk makanan olahan yang tidak memenuhi ketentuan dan syarat keamanan pangan. Temuan produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut didominasi oleh produk pangan kedaluwarsa.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Reri Indriani mengatakan, sebanyak 290.681 produk yang tidak memenuhi syarat ditemukan selama masa Ramadhan dan menjelang Idul Fitri sejak 24 April 2020 sampai 9 Mei 2020. Dari jumlah itu, sebesar 84 persen atau sebanyak 246.498 produk merupakan produk pangan yang sudah kedaluwarsa.
”Analisis kami, banyaknya temuan produk kedaluwarsa ini karena ada indikasi penurunan daya beli masyarakat di masa pandemi. Banyak produk yang akhirnya menunggu di gudang distributor atau importir karena tidak terserap di pasar,” katanya di Jakarta, Jumat (15/5/2020).
Banyaknya temuan produk kedaluwarsa ini terjadi karena sebagian besar ritel tutup ataupun jadwal operasionalnya dipersingkat akibat kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar).
Selain itu, banyaknya temuan produk kedaluwarsa ini terjadi karena sebagian besar ritel tutup ataupun jadwal operasionalnya dipersingkat akibat kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Setidaknya 90,15 persen dari produk 257.767 produk yang ditemukan tidak memenuhi ketentuan di gudang distributor atau importir merupakan produk kedaluwarsa. Produk ini paling banyak ditemukan di Bengkulu, Aceh, Palembang, Jayapura, dan Kendari.
Reri menambahkan, jenis produk kedaluwarsa yang ditemukan antara lain minuman serbuk, minuman berkarbonasi, mentega, wafer, dan makanan ringan. Kewaspadaan terhadap peredaran jenis produk ini juga perlu ditingkatkan pada penjualan daring.
”Peningkatan secara signifikan terjadi pada temuan situs-situs yang tidak memenuhi ketentuan, baik itu menjual barang yang sudah kedaluwarsa maupun tanpa izin edar. Pada periode Januari sampai April 2020 ditemukan ada sekitar 700 situs yang tidak memenuhi ketentuan. Jumlah itu meningkat dua kali lipat pada 1 Mei 2020 sampai 13 Mei 2020,” ujarnya.
Masa Ramadhan
Kepala BPOM Penny K Lukito menuturkan, kegiatan intensifikasi pengawasan pangan di masa Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri mulai dilakukan pada 27 April 2020 sampai 22 Mei 2020. Kegiatan ini dilakukan melalui 22 Balai Besar POM dan Balai POM serta 40 kantor Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia.
”Kegiatan intensifikasi pengawasan pangan tahun ini berfokus pada tiga kategori, yaitu pengawasan sarana distribusi, pengawasan pangan olahan seperti pangan tanpa izin edar, pangan kedaluwarsa, dan pangan rusak. Kami juga lakukan pengawasan pada pangan jajanan buka puasa atau takjil terhadap kemungkinan kandungan bahan berbahaya di dalamnya,” tuturnya.
Dari hasil intensifikasi yang dilakukan hingga 8 Mei 2020, terdapat 38,01 persen dari 1.197 sarana distribusi yang menjual pangan rusak, kedaluwarsa, dan tidak memiliki izin edar. Sebanyak 290.681 produk ditemukan tidak memenuhi ketentuan dengan total nilai ekonomi mencapai Rp 654,3 juta.
Apabila dibandingkan dengan data intensifikasi pangan yang dilakukan tahun 2019 dengan masa yang sama, temuan produk tidak memenuhi ketentuan pada 2020 mengalami peningkatan. Sementara temuan pangan yang tidak memenuhi syarat pada 2020 justru menurun sekitar 1,96 persen dari 2019. Hal ini diperkirakan karena di masa pandemi ini tidak banyak lagi penjual asongan yang berjualan di sekitar masyarakat.
Hasil pengawasan pangan jajanan berbuka puasa atau takjil menunjukkan, sekitar 73 sampel dari 6.677 sampel yang diperiksa tidak memenuhi syarat. Temuan bahan berbahaya yang paling banyak disalahgunakan adalah formalin (45 persen), rhodamin B (37 persen), boraks (17 persen), dan methanyl yellow (1 persen). Jenis pangan berbahaya tersebut paling banyak ditemukan dalam bentuk kudapan, minuman berwarna, makanan ringan, mi, lauk pauk, bubur, dan es.
”Sekarang banyak dari kita yang memilih membeli produk-produk termasuk produk pangan secara online. Untuk itu, kita harus lebih hati-hati dan memastikan bahwa pangan yang kita beli adalah pangan yang aman dan bernutrisi. Ini penting untuk menjaga daya tahan tubuh kita agar mampu melawan penularan Covid-19 ,” ujar Penny.