Jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia terus melonjak. Untuk mengatasi pandemi penyakit tersebut, dibutuhkan pendataan yang akurat. Namun, pendataan tersebut masih terkendala ego sektoral.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ego sektoral menjadi tantangan terbesar dalam pengumpulan informasi terkait penanganan wabah Covid-19. Komitmen dokter untuk menjaga kerahasiaan data pasien serta otonomi daerah menjadi kendala yang dihadapi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk menyajikan informasi terkini bagi masyarakat.
Kepala Pusat Pengendalian Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Bambang Surya Putra mengatakan, data merupakan hal yang paling dibutuhkan untuk menangani penyebaran wabah di masyarakat. Data yang akurat menjadi modal berharga bagi gugus tugas untuk memahami pola dan kebutuhan daerah untuk penanganan pandemi sehingga pemerintah bisa menyusun kebijakan yang diperlukan untuk menekan penyebaran Covid-19.
Meski demikian, ketersediaan data tersebut tidak mudah untuk didapatkan karena dua kendala besar yang dihadapi gugus tugas. Pertama, ego sektoral yang disebabkan pola pikir dokter untuk menjaga kerahasiaan data pasien.
”Gugus tugas yang tidak hanya diisi orang-orang dari komunitas kesehatan menginginkan alur data pasien yang cepat. Tidak mudah memulai negosiasi dengan tenaga medis untuk meminta agar mengirim data pasien yang rahasia itu ke kami untuk kebutuhan rekapitulasi data. Kami membutuhkan usaha untuk mengumpulkan data pasien itu,” kata Bambang dalam diskusi bertajuk ”Dua Bulan Gugus Tugas Bersama”, Rabu (13/5/2020), di Jakarta.
Selain itu, otonomi daerah juga membuat pemerintah pusat memiliki keterbatasan jangkauan terhadap data yang dimiliki daerah. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan hanya bisa menjangkau data hingga level provinsi, sedangkan kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah daerah. Padahal, kabupaten atau kota memiliki rumah sakit, laboratorium, dan dinas kesehatan yang menangani pasien Covid-19.
Tidak mudah memulai negosiasi dengan tenaga medis untuk meminta agar mengirim data pasien yang rahasia itu ke kami untuk kebutuhan rekapitulasi data.
Seiring dengan perjalanan gugus tugas yang telah berjalan dua bulan, Bambang menegaskan, pemerintah telah menerbitkan prosedur operasional standar yang membuat sirkulasi data dihimpun secara tunggal oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Oleh karena itu, seluruh data yang dimiliki pemerintah daerah diserahkan ke pemerintah pusat untuk disusun menjadi informasi yang bisa disajikan kepada publik.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Widodo Muktiyo menekankan, keakuratan data yang terhimpun menjadi satu pintu akan memengaruhi kepercayaan publik. Dengan banjirnya informasi terkait Covid-19, pemerintah pusat harus mampu memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat.
”Kami mencoba membangun orkestrasi komunikasi publik yang efektif. Kami menunjukkan kehadiran dan keseriusan pemerintah pusat untuk memimpin penanganan wabah ini dengan menyajikan data yang akurat dan membangun partisipasi masyarakat,” katanya.
Widodo mengungkapkan, selama dua bulan wabah Covid-19 menyebar di Indonesia, pihaknya telah melakukan kampanye yang berbeda terkait isu wabah itu. Diawali tentang pemahaman masyarakat mengenai Covid-19, lalu cara-cara pencegahan, hingga imbauan tidak mudik sebagai ikhtiar untuk mencegah tambahan sebaran wabah di daerah.
Tak hanya itu, Kementerian Kominfo juga telah menangani 186 berita bohong terkait Covid-19. Dari jumlah itu, sebanyak 103 individu telah diproses secara pidana karena telah menyebarkan kabar palsu yang meresahkan masyarakat.
Kasus melonjak
Sementara itu, hingga Rabu, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengungkapkan, jumlah Covid-19 di Indonesia mencapai 15.438 kasus. Dibandingkan Selasa kemarin, terdapat penambahan 689 kasus baru. Angka itu merupakan penambahan harian terbesar sejak kasus pertama terkonfirmasi di Tanah Air, 11 Maret lalu.
Dari 15.483 kasus, sebanyak 11.123 orang atau 72 persen dari total kasus masih menjalani perawatan intensif. Adapun 3.287 pasien telah sembuh, sedangkan 1.028 pasien meninggal.
Akibat masih tingginya jumlah penambahan kasus harian itu, Yurianto menekankan, pelonggaran aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hanya akan diberlakukan di sejumlah aktivitas terkait kebutuhan dasar, layanan kesehatan, kepentingan keamanan dan ketertiban masyarakat, dan kegiatan ekonomi dasar lainnya.
”Di luar aktivitas itu tetap akan dibatasi dan sebaiknya tidak dilakukan. Adapun bidang yang diperbolehkan kembali beraktivitas harus dilaksanakn sesuai dengan norma PSBB,” ucapnya.
Untuk memasifkan jumlah pemeriksaan harian, pemerintah telah mengirimkan 6.300 catridge Covid-19 tambahan guna pelaksanaan tes cepat molekuler (TCM) di 64 rumah sakit yang berada di 64 kabupaten/kota di seluruh Tanah Air.
Selain itu, pelaksanaan tes spesimen juga telah menggunakan mesin tes reaksi rantai polimerase yang digunakan untuk pemeriksaan tes HIV/AIDS. Melalui mekanisme pemeriksaan itu, DKI Jakarta telah memeriksa 2.529 spesimen, Yogyakarta melakukan 480 sampel, Papua 1.440 spesimen, Jawa Timur 768 sampel, dan Nusa Tenggara Timur sebanyak 480 sampel. Total sebanyak 169.195 spesimen telah diperiksa di Indonesia dari 123.572 orang.