Penerimaan Iuran BPJS Kesehatan Tahun 2020 Diperkirakan Menurun sampai Rp 5 Triliun
Penerimaan iuran BPJS Kesehatan tahun 2020 diperkirakan bakal menurun sampai Rp 5 triliun. Kondisi itu terjadi akibat pembatalan kenaikan tarif iuran per 1 April lalu dan pengaruh pandemi Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan iuran dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan akan berkurang setelah penyesuaian iuran peserta mandiri pada program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat diberlakukan. Selain itu, potensi menurunnya kolektabilitas iuran peserta yang terdampak pandemi Covid-19 perlu diantisipasi agar defisit anggaran tidak semakin bertambah.
Penyesuaian iuran peserta mandiri atau peserta bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja mulai diberlakukan per 1 April 2020. Besaran penyesuaian iuran akan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, yakni Rp 80.000 untuk peserta mandiri kelas satu, Rp 51.000 untuk peserta kelas dua, dan Rp 25.500 untuk peserta kelas tiga.
Pemberlakuan penyesuaian tersebut merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 7P/HUM/2020 yang membatalkan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019. Pasal tersebut mengatur besaran iuran peserta mandiri kelas satu sebesar Rp 160.000, kelas dua sebesar Rp 110.000, dan kelas tiga sebesar Rp 42.000.
”Perhitungan pemberlakuan penyesuaian iuran sesuai dengan putusan Mahkamah Agung adalah per 1 April 2020. Jadi, untuk iuran Januari sampai Maret 2020 tidak ada pengembalian kompensasi di bulan berikutnya. Namun, kelebihan iuran yang telah dibayarkan pada bulan April 2020 akan dikompensasikan ke iuran pada bulan berikutnya,” ujar Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf di Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Ia mengatakan, sistem penagihan iuran telah disesuaikan dengan besaran terbaru. Perhitungan kelebihan iuran pun telah diatur dalam sistem sehingga peserta sudah mendapatkan tagihan yang sesuai mulai 1 Mei 2020. Peserta yang mengalami kendala diharapkan langsung menghubungi BPJS Kesehatan Care Center 1500 400.
Pemerintah saat ini juga sudah menyiapkan rencana penerbitan peraturan presiden yang antara lain mengatur keseimbangan dan keadilan besaran iuran antarsegmen peserta, dampak terhadap kesinambungan program dan pola pendanaan JKN, serta konstruksi ekosistem jaminan kesehatan yang sehat. Rancangan peraturan presiden tersebut telah melalui proses harmonisasi yang kemudian baru diajukan untuk penandatanganan presiden.
Putusan Mahkamah Agung tersebut akan berdampak pada proyeksi penerimaan iuran peserta JKN-KIS, khususnya pada penerimaan segmen peserta mandiri. BPJS Kesehatan memperkirakan akan terjadi potensi penurunan penerimaan iuran sebesar Rp 5,032 triliun pada 2020.
Selain itu, putusan tersebut juga akan berdampak pada proyeksi dana jaminan sosial program JKN-KIS pada tahun 2020. Dana jaminan sosial diproyeksi akan mengalami defisit sebesar Rp 4,030 triliun. Sementara jika tidak ada putusan Mahkamah Agung terkait pembatalan kenaikan iuran peserta, dana jaminan sosial diproyeksi mengalami surplus Rp 3,823 triliun.
Antisipasi defisit
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai pemerintah perlu melakukan tindakan khusus untuk mengantisipasi potensi defisit pada BPJS Kesehatan. Jika penyesuaian besaran iuran belum bisa diterapkan, intervensi lain yang bisa dilakukan adalah penyesuaian manfaat ataupun suntikan dana tambahan.
”Melihat kondisi pandemi Covid-19 saat ini, pemerintah justru seharusnya memperluas jumlah peserta pada segmen penerima bantuan iuran APBN. Saat ini jumlah peserta yang ditanggung dalam penerima bantuan iuran APBN sebanyak 96,8 juta. Jadi, jumlah itu bisa diperluas menjadi 107 juta orang atau 40 persen dari jumlah penduduk Indonesia saat ini,” katanya.
Dengan begitu, semakin banyak masyarakat yang mendapatkan jaminan kesehatan dalam masa pandemi saat ini. Penerimaan iuran BPJS Kesehatan pun bertambah dari kenaikan jumlah peserta pada segmen tersebut.
Timboel pun berharap proses pembersihan data (cleansing data) dari Kementerian Sosial bisa semakin tepat dan cepat dilakukan. Diperkirakan, jumlah masyarakat yang tidak mampu akan bertambah akibat pandemi Covid-19.
Selain itu, antisipasi lain yang juga harus disiapkan adalah potensi penurunan kolektabilitas peserta JKN-KIS, terutama pada segmen peserta mandiri dan peserta penerima upah badan usaha. Saat ini banyak badan usaha yang merugi, bahkan kolaps, akibat pandemi.
”Ini artinya, penerimaan iuran dari peserta penerima upah badan usaha yang diproyeksi mencapai Rp 30,940 triliun juga berpotensi mengalami penurunan,” ujar Timboel.