Merry Riana: Kiat Melewati Krisis dan Tips Produktif Selama Pandemi Covid-19
Motivator dan pengusaha Merry Riana pernah mengalami kesulitan hidup dan mampu mengatasinya. Kini, saat Indonesia dirundung pandemi Covid-19, dia berbagi kiat agar kita dapat berpikir dan bertindak poisitif.
Setiap orang pasti pernah mengalami satu krisis penting yang telah mengubah hidupnya, termasuk yang dialami motivator dan pengusaha Merry Riana (39). Pada 1998, penulis buku A Gift From A Friend ini merantau ke Singapura setelah muncul peristiwa penembakan dan kerusuhan yang mengancam hidupnya di Indonesia. Dengan segala keterbatasan, ia bertahan.
Atas bantuan dari Pemerintah Singapura, Merry kuliah di Universitas Teknologi Nanyang. Ia hidup jauh dari keluarga dengan uang dan kemampuan bahasa Inggris pas-pasan. Namun, dari keterbatasan hidup itu, ia membuktikan bahwa setiap krisis kehidupan pasti dapat dilalui.
Dengan keyakinan yang sama, Merry berusaha bertahan menghadapi krisis Covid-19 yang kini telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurut dia, kalau krisis penting yang pernah dialaminya bisa dilewati, maka kali ini juga bisa. Baginya, dalam melewati krisia paling penting adalan menerima (accept) bahwa krisis ini dapat menimpa siapa saja. Selanjutnya, beradaptasi (adapt) untuk selanjutnya mencapai apa yang diharapkan (achieve), yaitu produktif dan kreatif. Berikut petikan wawancara bersama Merry Riana, Rabu (22/4/2020).
Halo Merry Riana, apa kabar? Apa kegiatan akhir-akhir ini?
Halo… kabar aku baik-baik saja. Selama masa pandemi ini aku membuat kegiatan amal untuk membantu masyarakat terdampak Covid-19, salah satunya yaitu penggalangan dana online melalui Kitabisa.com, yaitu Bersama Merry Riana, Solidaritas Hadapi Corona. Dalam rangka penggalangan dana itu dan sekaligus memperingati Hari Kartini, aku membuat diskusi virtual bersama Anne Avantie, Chelsea Islan, dan Dita Soedarjo. Uang yang terkumpul dari registrasi diskusi seluruhnya dikumpulkan untuk memberi makan gratis masyarakat terdampak Covid-19, seperti pemulung dan pedagang kaki lima. Dalam masa karantina ini, aku yakin bahwa selalu ada hal positif yang bisa dibagikan kepada masyarakat.
Berbicara mengenai krisis di tengah pandemi Covid-19, apa krisis penting dalam hidup Anda? Bagaimana mengatasinya?
Setiap orang pasti pernah mengalami krisis dalam hidupnya. Kalau kita ingat-ingat, Covid-19 ini pasti bukanlah krisis pertama di hidup kita. Saya pernah mengalami krisis hebat pada 1998. Ketika itu, banyak kerusuhan di Indonesia, ada peristiwa penembakan, dan krisis moneter. Akhirnya, demi keselamatan saya dikirim untuk kuliah di Singapura dengan bantuan dari pemerintah di sana. Ketika itu uang terbatas, kemampuan bahasa Inggris juga terbatas. Untuk mengisi perut, saya hanya bisa makan roti. Saat itu, saya juga sulit beradaptasi dengan teman. Untuk berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia juga sulit karena belum punya telepon genggam, belum ada video call, biaya komunikasi sangat mahal.
Mulanya, saya menyalahkan keadaan. Tetapi, dari situasi itu, saya belajar untuk mengubah ekspektasi menjadi apresiasi. Saya bersyukur karena saya masih bisa kuliah ketika banyak orang lain tidak bisa mengenyam pendidikan. Saya bersyukur walaupun sulit komunikasi dengan orangtua, saya masih mempunyai orangtua. Prinsip yang selalu saya pegang, hidup saya adalah tanggung jawab saya. Meskipun hidup dalam keterbatasan, jangan sampai kita selalu merasa menjadi korban. Ini merupakan kehidupan yang harus saya syukuri.
Sekarang, di tengah pandemi ini, pasti banyak orang punya ekspektasi untuk jalan-jalan atau pergi kuliah. Namun, kegiatan-kegiatan itu tidak bisa kita lakukan. Daripada kita mengeluh, merasa menjadi korban, lebih baik kita bersyukur dengan berbagai keadaan yang ada. Kalau kita mengeluh atau menyalahkan diri sendiri, kita hanya akan memperburuk keadaan.
Dalam situasi pandemi ini, sangat penting untuk mengingat kembali krisis hidup yang pernah dilalui. Kalau waktu itu kita bisa melewatinya, sekarang pasti bisa. Sekarang, semua ini memang terasa sulit. Namun, jangan biarkan diri kita terlena pada ketakutan atau kekhawatiran yang ada. Lebih baik kita mulai fokus mengapresiasi kehidupan kita yang berjalan sekarang ini.
Baca juga: Merry Riana Membagi Ilmu Pemasaran Digital
Apa perubahan yang terjadi di hidup Anda sebagai dampak Covid-19?
Bagi saya, perubahan yang paling terasa adalah aktivitas berubah. Sekarang, setiap hari dari pukul 08.00 sampai 12.30, saya harus menjadi guru SD untuk dua anak saya, yaitu Alvernia Mary Liu dan Alvian Mark Liu. Saya juga harus menerapkan work from home untuk 100 karyawan yang bekerja di bawah bendera Merry Riana Group. Kegiatan rapat yang biasanya dilakukan secara langsung, harus berubah menjadi meeting virtual.
Berbagai aktivitas Merry Riana Learning Centre, seperti public speaking, juga harus dilakukan dengan pembelajaran online. Bentuk bisnis kami juga harus berubah. Sebelumnya, M by Merry Riana hanya berjualan pakaian seperti kaus dan jaket, sekarang kami juga mengeluarkan produk masker.
Bisnis makanan sehat M Kitchen by Merry Riana yang baru berjalan dua bulan juga terdampak. Sekarang, dapurnya kami buat untuk memproduksi makanan gratis untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Mungkin perubahannya belum sempurna, tetapi kami berusaha untuk tetap beradaptasi dan tetap produktif.
Apa kunci untuk bisa beradaptasi dengan berbagai situasi yang ada?
Pertama adalah menerima keadaan. Setiap orang itu pasti merasa tidak nyaman dengan situasi yang ada sekarang ini. Biasanya harus sekolah, kerja, kuliah, tiba-tiba harus di rumah saja. Saya juga semula merasa tidak nyaman, tetapi ini sudah berjalan selama satu bulan. Kemauan untuk menerima bahwa ini bukan hanya terjadi pada saya dan keluarga saya saja, tetapi semua orang, menjadi penting. Semakin cepat menerima kenyataan, semakin cepat kita melakukan hal kedua, yaitu beradaptasi.
Dulu, saya tidak terbiasa menggunakan aplikasi komunikasi virtual. Bahkan, Skype saja saya tidak pernah punya. Dengan adanya Covid-19 ini, saya berupaya beradaptasi, yaitu dengan menginstal Skype dan Zoom, untuk memudahkan bekerja. Nanti setelah kita bisa beradaptasi, tujuannya adalah bisa achieve atau mencapai apa yang diharapkan, yaitu produktif dan kreatif. Jadi, jangan sampai kita keenakan jadi kaum rebahan, kita harus bisa berpikir untuk produktif.
Jangan sampai kita keenakan jadi kaum rebahan, kita harus bisa berpikir untuk produktif.
Apa yang harus diwaspadai selama masa karantina?
Menurut saya, yang harus diwaspadai adalah virus ketakutan. Meskipun pemerintah sudah menganjurkan agar di rumah saja, berdoa di rumah, olahraga di rumah, bekerja di rumah. Namun, kenyataannya pikiran kita bisa ke mana-mana. Kita sering membaca berita dan menonton tayangan yang akhirnya menciptakan virus ketakutan. Ketakutan yang berlebihan itu sangat membahayakan.
Kalau selama ini kita diminta untuk memakai masker menutupi mulut dan hidung kita agar tidak kena virus korona baru, sebaiknya kita juga memasang filter di kepala agar virus ketakutan tidak menguasai kita. Setiap orang itu mempunyai imun tubuh yang berbeda-beda, sama seperti imun dalam hal membaca berita-berita negatif. Bagi sebagian orang, membaca berita negatif mungkin dampaknya biasa-biasa saja, tetapi bagi sebagain orang membaca dan meneruskan berita negatif itu dampaknya bisa berbahaya.
Untuk mengalahkan virus ketakutan itu, sebisa mungkin kita melakukan hal-hal baik yang membuat hati kita dan orang-orang di sekitar kita merasa senang, seperti memasak, bikin konser virtual, atau berdonasi.
Untuk mengalahkan virus ketakutan itu, sebisa mungkin kita melakukan hal-hal baik yang membuat hati kita dan orang-orang di sekitar kita merasa senang.
Apa tips bertahan dan menjaga pikiran positif selama masa pandemi ini?
Lakukan apa yang selama ini mau kita lakukan. Kalau ingin menulis buku, mungkin sekarang saat yang tepat untuk ambil pulpen dan kertas sehingga bisa mulai menulis. Kalau selama ini merasa tidak punya banyak waktu untuk membuat konten Youtube karena sibuk bekerja, mungkin selama sedang di rumah saja kita bisa mulai bikin konten.
Sekarang, selain bekerja dan mengurus anak-anak, saya juga menyelesaikan buku kedelapan saya yang sudah tertunda selama dua tahun. Hal lain yang paling penting adalah menyadari bahwa apa yang kita lakukan sekarang akan menentukan masa depan kita. Jadi, gunakan waktu yang ada sebaik mungkin.