Sebanyak 15.000 Reagen Didatangkan dari Korea Selatan
Pemerintah terus mendatangkan reagen. Kamis (23/4/2020), 15.000 reagen untuk pemeriksaan sampel virus korona (corona) baru dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) didatangkan dari Korea Selatan.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mempercepat deteksi Covid-19, sebanyak 15.000 reagen untuk pemeriksaan sampel virus korona (corona) baru dengan metode reaksi rantai polimerase atau polymerase chain reaction (PCR) didatangkan dari Korea Selatan, Kamis (23/4/2020). Alat ini akan disalurkan ke 43 laboratorium di seluruh Indonesia yang aktif memeriksa spesimen.
Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menjelaskan, kedatangan 15.000 reagen ini melengkapi kebutuhan yang sudah datang sebelumnya, yaitu sebanyak 10.000 reagen pada 16 April lalu, 50.000 reagen pada 19 April, dan 12.300 reagan pada 21 April 2020.
”Kami juga mengharapkan pada 24 April ini, sebanyak 400.000 reagen datang,” kata Juru bicara pemerintah terkait penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, Kamis (23/4/2020), dalam konferensi pers secara daring, di Jakarta.
Ia menjelaskan, tingginya kebutuhan reagen untuk memeriksa kasus baru ini berbenturan dengan kecepatan memproduksi alat. Apalagi, banyak negara lain membutuhkan alat yang sama untuk mempercepat deteksi pasien positif baru. Selanjutnya, reagen akan distribusikan ke sejumlah laboratorium yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pemeriksaan Covid-19.
Yurianto sebelumnya menjelaskan, pencatatan data menjadi hal penting untuk pengelolaan pandemi. Namun, hingga kini, tidak semua data dibuka untuk menggambarkan keadaan pandemi.
Tingginya kebutuhan reagen untuk memeriksa kasus baru ini berbenturan dengan kecepatan memproduksi alat.
Basis data yang dilaporkan pemerintah terbatas pada data konfirmasi dari laboratorium untuk menyusun laporan kasus sembuh dan meninggal karena Covid-19. Pencatatan orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) juga dihimpun. ”Namun, bukan bagian data pelaporan ke WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) untuk meggambarkan keadaan pandemi ini di tingkat nasional dan global,” katanya.
Ia menjelaskan, data ODP dan PDP dari setiap provinsi itu dihimpun untuk menentukan langkah-lakah mengatasi pandemi, antara lain untuk mendistribusikan alat pelindung diri dan kebutuhan relawan.
Ia juga menegaskan kasus-kasus kematian ODP dan PDP yang belum terkonfimasi positif tidak akan dimasukkan dalam kasus kematian Covid-19. ”Kegiatan pemulasaran dan pemakaman jenazah yang dilakukan sesuai dengan prosedur Covid-19 dilakukan untuk melindungi keluarga dan petugas dari kemungkinan kasus meninggal karena positif Covid-19,” kata Yuri.
Banyak pihak mendesak agar pemerintah transparan dalam membuka data Covid-19, termasuk mengumumkan jumlah ODP dan PDP Covid-19 yang meninggal. Tak diumumkannya data kematian ODP dan PDP menunjukkan pemerintah masih menutupi dampak Covid-19.
”Data ODP dan PDP meninggal menunjukkan keterbatasan pemeriksaan dan dampak Covid-19 lebih besar,” ujar Irma Hidayana, salah satu pendiri Laporcovid19.org (Kompas, 23/4/2020).
Terkait adanya perbedaan rekapitulasi data Covid-19, Ketua Gugus Tugas Letjen TNI Doni Munardo menegaskan agar mengikuti Pusat Data dan Informasi (Pusdaton) Kementerian Kesehatan. ”Pak Yuri sudah jelaskan agar mengikuti data dari Pusdatin Kemenkes,” katanya melalui pesan singkat.
Pembatasan sosial
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menjelaskan bahwa pihaknya sudah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan terkait Pengendalian Transportasi selama Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Dalam aturan itu disebutkan ada larangan sementara penggunaan transportasi umum darat, laut, udara, dan kereta, serta kendaraan pribadi dan sepeda motor. ”Larangan keluar dan masuk wilayah pembatasan sosial berskala besar (PSBB), wilayah zona merah Covid-19, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi) serta wilayah lain yang sudah ditetapkan PSBB,” kata Adita Irawati.
Namun, aturan itu tidak berlaku untuk angkutan logistik bahan kebutuhan pokok, kendaraan pengangkut obat, dan kendaraan pengangkut petugas medis, kendaraan pemadam kebakaran, ambulans, serta kendaraan pengangkut jenazah. ”Tidak akan ada penutupan jalan nasional atau jalan tol, tetapi dilakukan penyekatan atau pembatasan kendaraan yang boleh melintas atau tak boleh, untuk menjamin kelancaran angkutan logistik yang dibutuhkan masyarakat,” katanya.
Aturan ini berlaku pada 24 April–31 Mei 2020. Apabila melanggar, masyarakat akan mendapat sanksi mulai dari dikembalikan ke asal perjalanan, atau sansi lain seperti dikenai denda. ”Kemenhub telah berkoordinasi untuk melaksanakan teknis kebijakan di lapangan, termasuk koordinasi dengan kementerian terkait, kepolisian, pemerintah daerah, otoritas bandara, otoritas pelabuhan, dan operator kereta api,” ujarnya.