Pertambahan jumlah pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh melampaui pertumbuhan jumlah pasien yang meninggal dunia. Meski demikian, upaya memutus mata rantai penularan penyakit itu tak boleh kendur.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Senin (20/4/2020), mencatat, terjadi pertumbuhan signifikan jumlah pasien Covid-19 yang sembuh melampaui angka kematian karena penyakit itu. Meski demikian, kewaspadaan menghadapi virus korona baru itu tak boleh mengendur mengingat penyebarannya terus meluas.
Juru bicara pemerintah terkait penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, Senin (20/4/2020), mengatakan, dari pemeriksaan terhadap 49.767 spesimen, tercatat 6.760 positif Covid-19. Jumlah ini meningkat 185 orang dari kasus sebelumnya. Angka penambahan kasus tersebut cenderung lebih sedikit dibandingkan data sebelumnya, yaitu penambahan 327 kasus positif.
Sebanyak 61 orang dinyatakan sembuh, atau lebih banyak dari data sebelumnya 55 orang. Kriteria pasien sembuh itu dibuat berdasarkan kondisi klinis membaik dan dari dua kali uji laboratorium negatif. Sementara kasus kematian bertambah sembilan orang, dari 581 menjadi 590 kasus. Dengan data ini, Yuri yakin ini menjadi gambaran positif untuk memutus mata rantai penularan virus korona baru (SARS-CoV-2), penyebab Covid-19.
Terkait hal itu, warga diminta terlibat aktif menghentikan penyebaran virus korona baru dengan disiplin memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan. Warga juga diharapkan meningkatkan imunitas tubuh, tidak panik menghadapi pandemi, istirahat cukup, serta mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir. ”Ini harus dilakukan secara bersama-sama dan terus-menerus, tidak boleh terputus,” katanya.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, sejauh ini DKI Jakarta menjadi provinsi dengan sebaran pasien sembuh terbanyak. Dari 3.097 kasus positif di DKI Jakarta, 230 pasien sembuh dan 287 orang meninggal. Jumlah pasien sembuh terbanyak disusul Jatim (98 orang), Sulsel (63), Jabar (56), Jateng (51), Bali (42), dan beberapa wilayah lainnya sehingga total mencapai 747 orang sembuh.
Gugus Tugas juga mencapat 181.770 orang dalam pemantauan dan 16.343 pasien dalam pengawasan. Data diambil dari 34 provinsi dan 250 kabupaten/kota di Indonesia.
Tidak boleh lengah
Kepala Departemen Epidemiologi FKM Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono menilai, penambahan jumlah pasien sembuh yang diumumkan pemerintah tak berarti banyak.
”Selama ini, memang 60 persen pasien mempunyai gejala ringan, 20 persen dengan gejala sedang, dan 20 persen dengan gejala sedang cenderung berat. Pasien juga baru bisa dinyatakan sembuh setelah melalui karantina selama 14 hari. Artinya, yang dinyatakan sembuh hari ini setelah melewati karatina selama dua pekan sebelumnya,” katanya, dihubungi di tempat terpisah.
Yang dinyatakan sembuh hari ini setelah melewati karatina selama dua pekan sebelumnya.
Oleh karena itu, meski jumlah pasien sembuh meningkat, pemerintah dan masyarakat tidak boleh menganggap enteng Covid-19. Apalagi, kemampuan deteksi negara ini masih terbatas, yang ditunjukkan dari penambahan kasus positif di Indonesia rata-rata 200-300 orang per hari. Padahal, kenyataannya, jumlah pasien bisa lebih dari itu.
Di Jakarta, misalnya, jumlah pasien meninggal yang dimakamkan dengan menggunakan protokol Covid-19 sebanyak 1.000 orang, seperti disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, pekan lalu. Apabila 80 persen di antaranya positif Covid-19, menurut Tri, setidaknya 8.000 orang positif Covid-19 di Jakarta.
Untuk memutus mata rantai Covid-19, pemerintah memang sudah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah wilayah di Indonesia. Namun, hal itu harus dipastikan efektivitasnya karena kepatuhan masyarakat terhadap PSBB masih minim. Hal itu terlihat dari lalu lintas jalan raya yang masih ramai selama masa pembatasan sosial Ini.
Selain itu, anjuran untuk karantina mandiri bagi kelompok masyarakat yang pernah berhubungan dengan pasien Covid-19 tidak berjalan dengan baik mengingat tidak ada pengawasan di lapangan.
”Saya menyarankan agar ada perpanjang tangan dari dinas kesehatan di daerah-daerah untuk mengawasi karantina atau isolasi mandiri masyarakat. Saya yakin kemungkinan kontak dengan kasus itu. Perlu upaya untuk menghentikan transmisi lokal,” ujarnya.