Saat pandemi Covid-19, seluruh perhatian difokuskan untuk mengatasi krisis kesehatan masyarakat tersebut. Namun, intervensi gizi perlu tetap mendapat prioritas untuk mencegah kerugian jangka panjang.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Intervensi gizi preventif dan kuratif yang esensial bagi anak juga ibu hamil dan menyusui tidak bisa ditunda dalam situasi pandemi Covid-19. Gangguan intervensi, meski dalam jangka pendek, menimbulkan dampak yang tak bisa diperbaiki pada tumbuh kembang anak dan kesehatan. Tanpa intervensi gizi, jumlah anak tengkes (stunting) serta kematian ibu dan anak akan meningkat.
Menurut Rozy Afrial Jafar dari Nutrition International Indonesia, lembaga yang menjadi koordinator Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi pada sektor Aliansi Masyarakat Madani (SUN-CSA), dalam seminar daring ”Dampak Covid-19 terhadap Situasi dan Program Gizi di Indonesia”, Kamis (16/4/2020), di Jakarta, program gizi harus diprioritaskan.
Intervensi gizi menjadi kunci membangun kekebalan tubuh, perlindungan terhadap penyakit dan infeksi serta mendukung pemulihan dari sakit. ”Upaya menjaga dan promosi gizi yang tepat harus menjadi bagian strategi pencegahan Covid-19,” ujarnya.
Lebih lanjut, perlu aksi untuk memastikan krisis kesehatan ini tidak menyebabkan krisis pangan dan malanutrisi. Karena itu, harus ada perlindungan terhadap kelompok miskin, rentan kelaparan, dan gizi buruk agar pencegahan Covid-19 berhasil.
Keamanan pangan dan gizi harus diintegrasikan ke dalam respons dan pemulihan Covid-19, termasuk dukungan pada kapasitas sistem kesehatan untuk intervensi gizi, prioritas pada kebutuhan kelompok rentan. Itu bertujuan agar kelompok rentan tetap memiliki akses terhadap makanan bergizi serta memfungsikan sistem pangan lokal yang berkelanjutan.
Pendekatan multisektor
Sejalan dengan itu, menurut Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali, respons gizi darurat selama pandemi Covid-19 dilakukan dengan pendekatan multisektor. Itu meliputi penguatan sistem kesehatan, ketahanan pangan dan gizi, serta sistem pangan lokal.
Bappenas melakukan pemetaan dampak Covid-19 terhadap ketahanan pangan dan gizi, memastikan program gizi masuk ke dalam perencanaan darurat sampai di tingkat daerah dengan mengutamakan kelompok rentan. Saat ini, pihaknya menyiapkan Protokol Penyediaan Pangan dalam Kondisi Darurat yang diharapkan selesai pada akhir tahun ini.
Organisasi masyarakat madani, kata Pungkas, diharapkan melakukan edukasi terkait gizi selama pandemi, membantu distribusi bantuan pangan ke kelompok rentan, serta memperkuat peran tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam mencegah Covid-19. Hal itu disertai dengan advokasi kepada pemangku kebijakan untuk memastikan program gizi menjadi prioritas selama dan setelah pandemi.
Dukungan dari sektor lain juga diharapkan. Sebagai contoh, mitra pembangunan berperan memperluas dukungan teknis sebagai respons terhadap pandemi, memperluas edukasi warga melalui berbagai media.
Adapun akademisi memberikan rekomendasi kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) bagi pemerintah. Sementara pelaku usaha mendukung perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam mengembangkan pangan lokal, membantu memberikan paket makanan, dan mencegah lonjakan harga pangan.
Terhambat
Layanan bagi kelompok rentan, seperti ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi baru lahir, anak berusia di bawah dua tahun dan di bawah lima tahun, diakui Brian Sri Prahastuti, Tenaga Ahli Utama pada Kantor Staf Presiden RI, terhambat. Sebab, prioritas pemerintah pada kondisi darurat kesehatan masyarakat, kebijakan jaga jarak dan hindari kerumunan, serta konsekuensi penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Mereka yang bergerak di bidang kesehatan ibu dan anak bisa membantu melaksanakan kegiatan serta membuat terobosan. Misalnya, lewat telemedicine untuk edukasi gizi, konsultasi ibu hamil, menyusui, dan kesehatan,” katanya. Selain itu, mengurangi tengkes lewat pendistribusian bantuan pangan. Adapun langkah terkait stimulasi tumbuh kembang dan imunisasi sedang disiapkan.
Untuk menekan kurva kasus Covid-19, pemerintah melakukan antara lain pembatasan sosial, meningkatkan perilaku bersih lewat cuci tangan, sanitasi gedung/ruangan, dan disinfektasi benda yang kerap terpegang tangan dan terkena droplet yang mengandung virus korona, serta meningkatkan penapisan pada kontak orang yang tertular. Langkah itu diharapkan mengurangi paparan dan penularan sehingga kasus infeksi maupun keparahan penyakit menurun.
Pemerintah juga menerbitkan sejumlah peraturan dan keputusan presiden untuk mencegah serta mengatasi pandemi. Pemerintah juga menyediakan fasilitas isolasi untuk orang positif korona dengan gejala ringan dan sedang, membangun rumah sakit darurat, realokasi dan refokus APBN/APBD untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, UMKM, serta dunia usaha.
Menurut Pungkas, ada perubahan rencana kerja pemerintah (RKP) tahun 2020, yakni prioritas penguatan untuk industri pariwisata dan sistem kesehatan nasional. Fokus utama bidang kesehatan adalah peningkatan perilaku hidup bersih, penyediaan air bersih, program promotif dan preventif kesehatan.
Kemudian, ketahanan kesehatan (health security) diperkuat untuk menangkal wabah lewat deteksi dini serta penguatan laboratorium pemeriksaan. Yang terakhir adalah penguatan sistem kesehatan, baik fasilitas, alat, maupun tenaga kesehatan.