Protokol terkait tata laksana pasien Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru telah diterbitkan. Meski baru berstatus obat uji, sejumlah obat yang potensial telah dimanfaatkan untuk menangani pasien.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah obat yang dinilai potensial telah dimanfaatkan untuk pasien Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru di tengah pandemi penyakit itu. Meski obat yang digunakan masih dalam status obat uji, penggunaan obat harus secara rasional sesuai dengan kebutuhan pasien.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto, saat dihubungi di Jakarta, Senin (13/4/2020), mengatakan, pengobatan pada pasien Covid-19 perlu diberikan sesuai kondisi yang dialami. Setiap pengobatan perlu dibedakan, mulai dari pasien Covid-19 tanpa gejala, pasien dengan gejala ringan, gejala sedang, hingga pasien dengan gejala berat.
”PDPI sudah menerbitkan protokol terkait tata laksana pasien Covid-19. Perawatan pasien tanpa gejala bisa dilakukan dengan isolasi mandiri selama 14 hari dengan pemantauan petugas FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama). Isolasi mandiri juga bisa diberikan untuk pasien dengan gejala ringan. Namun, jika pasien memiliki komorbid (penyakit penyerta), terutama yang terkait jantung, harus dirawat di rumah sakit,” ujarnya.
Ada beberapa jenis obat yang bisa diberikan untuk pasien Covid-19 dengan gejala ringan, sedang, ataupun berat. Untuk pasien gejala ringan, klorokuin fosfat bisa diberikan dengan dosis 2 kali 500 miligram selama lima hari atau pemberian hidroksiklorokuin dosis satu kali 400 miligram untuk lima hari.
Pengobatan lain bisa diberikan dengan azitromisin dengan dosis satu kali 500 miligram untuk tiga hari. Apabila diperlukan, bisa diberikan antivirus, seperti oseltamivir dengan dosis dua kali 75 miligram atau favipiravir dengan dosis dua kali 600 miligram untuk penggunaan lima hari.
PDPI sudah menerbitkan protokol terkait tata laksana pasien Covid-19. Perawatan pasien tanpa gejala bisa dilakukan dengan isolasi mandiri selama 14 hari dengan pemantauan petugas.
Sementara itu, untuk pasien dengan gejala sedang, pengobatannya hampir sama dengan pasien bergejala ringan. Namun, pasien dengan gejala ringan harus dirawat di isolasi rumah sakit ataupun rumah sakit darurat.
Hal itu berbeda dengan tata laksana pada pasien dengan gejala berat. Pasien pada kondisi ini harus dirawat di ruang isolasi rumah sakit rujukan. Obat yang diberikan pun dengan dosis yang disesuaikan dan ditambah dengan obat suportif lainnya. Pemantauan yang ketat harus dilakukan agar pasien tidak mengalami gagal napas.
”Untuk pasien usia anak, dosis yang diberikan harus disesuaikan. Protokol terkait tata laksana pasien Covid-19 diberikan untuk tenaga medis, bukan untuk perawatan mandiri. Hal ini perlu diperhatikan karena pada kondisi tertentu pasien bisa mengalami efek sampung, misalnya pemberian azitromisin dan klorokuin fosfat yang dapat menyebabkan QT interval memanjang pada beberapa kasus,” ujar Agus.
Informatorium
Kepala Badan Penagawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menuturkan, informatorium obat Covid-19 di Indonesia telah diterbitkan untuk memberikan informasi obat-obat utama untuk penanganan Covid-19. Informatorium ini ditujukan bagi tenaga kesehatan di seluruh rumah sakit rujukan dan sarana kesehatan lainnya.
”Ada 16 obat yang dipilih berdasarkan tata laksana atau manajemen terapi di Indonesia dan beberapa negara lain, seperti China, Jepang, Amerika, dan Singapura. Informasi pada informatorium ini disiapkan sesuai dengan perkembangan pengobatan saat ini dan dapat diperbarui sesuai dengan kemajuan pengembangan obat dan penatalaksanaan Covid-19,” katanya.
Ke-16 obat tersebut meliputi antivirus, seperti loponavir, favipiravir, dan remdesivir; obat antivirus pada penggunaan emergensi seperti klorokuin fosfat dan hidroksiklorokuin sulfat; antibiotika seperti azitromisin dan meropenem; serta analgesic nonopioid seperti parasetamol. Selain itu, obat lainnya seperti pengencer dahak dengan asetilsistein serta vitamin dengan asam askorbat dan alfa tokoferol asetat.
”Pemberian obat kepada pasien Covid-19 harus dilakukan secara rasional. Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), penggunaan obat secara rasional, yaitu pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis pada dosis sesuai dengan kebutuhan individu pada periode tertentu. Selain itu juga memberikan risiko paling rendah dari individu dan komunitas,” tutur Penny.