Kehabisan Reagen, Laboratorium FKUI Sempat Tak Bisa Melakukan Tes PCR
Persediaan reagen untuk pengetesan Covid-19 menggunakan ”polymerase chain reaction” atau PCR sangat terbatas. Tanpa reagen, deteksi Covid-19 dengan tes PCR tidak bisa dilakukan.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19, Indonesia mengalami keterbatasan reagen atau cairan yang digunakan untuk melakukan deteksi Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction atau PCR. Bahkan, Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sempat berhenti melakukan tes PCR karena ketiadaan reagen tersebut.
Ketua Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Fera Ibrahim ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (14/4/2020), mengatakan, memang reagen sempat tidak ada sehingga laboratorium mereka tidak bisa melakukan tes PCR pada akhir pekan lalu. Namun, sejak Senin (13/4) sampai saat ini, dia memastikan sudah datang beberapa reagen tambahan sehingga mereka bisa melanjutkan tes PCR tersebut.
”Reagen itu sudah datang lagi sejak Senin kemarin, tetapi memang jumlahnya masih terbatas. Yang lainnya masih belum datang. Jadinya, kapasitas untuk melakukan tes hanya semaksimal yang bisa dilakukan. Kami menyesuaikan kemampuan sesuai dengan reagen yang ada,” tuturnya.
Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekular Eijkman Herawati Sudoyo menuturkan, berdasarkan informasi yang diterima, memang ada beberapa alat untuk melakukan tes PCR yang masuk ke Indonesia, tetapi reagennya tertahan. Itu karena transportasi untuk mengangkut reagen itu dari luar negeri ke Indonesia sangat terbatas.
Seluruh dunia sedang membutuhkan reagen untuk melakukan tes PCR.
”Mungkin itu yang membuat reagen terlambat datang ke Indonesia. Apalagi, memang, seluruh dunia sedang membutuhkan reagen untuk melakukan tes PCR. Jadi, antarnegara juga bersaing untuk mendapatkan (mendatangkan) reagen itu ke negaranya,” kata Herawati.
Herawati mengutarakan, setiap alat tes yang didatangkan biasanya bersamaan dengan reagennya. Kalau tidak, alat itu tidak bisa difungsikan. Untuk saat ini, Indonesia yang mendatangkan beberapa alat untuk tes PCR tidak diiringi dengan ketersediaan reagen yang mencukupi. ”Sekali lagi, dari info yang ada, itu karena keterbatasan transportasinya. Dan, saat ini, kabarnya reagen itu sedang dalam perjalanan menuju Indonesia, tetapi tidak tahu kapan tibanya,” tuturnya.
Tanpa reagen, deteksi Covid-19 dengan tes PCR tidak bisa dilakukan. Menurut Herawati, semua pihak harus menanti reagen itu tiba. Sebab, cara itu yang paling direkomendasikan untuk mencari virus korona baru tersebut. Metode itu tidak bisa diganti dengan cara lain, semisal tes cepat. ”Tes PCR itu standar utama untuk mencari virus. Kalau tes cepat, itu hanya untuk penyaringan guna mengetahui siapa yang terpapar dan tidak,” ujarnya.
Butuh reagen paten
Herawati menyampaikan, Indonesia sejatinya bisa membuat reagen sendiri. Akan tetapi, tidak untuk saat ini. Kondisi sekarang adalah kondisi khusus yang membutuhkan reagen yang sudah pasti teruji kualitasnya. Kalau harus membuat sendiri saat ini, waktunya pun tidak cukup. Sebab, membuat reagen itu juga butuh uji coba yang panjang.
Namun, kalau mau buat sendiri sembari tetap menggunakan reagen yang sudah pasti di pasaran, itu bisa-bisa saja. ”Sekarang kita, kan, diminta percepatan. Jadi, kita tidak bisa main-main. Kalau bukan percepatan, kita bisa saja melakukan inovasi (membuat/mengembangkan sendiri) alat ataupun reagennya,” katanya.
Di sisi lain, Herawati menjelaskan, reagen juga tidak bisa distok, terutama stok produk sendiri. Sebab, selain ada masa kedaluarsa, membuat reagen sendiri itu harus memastikan pula ada yang mau membeli produk tersebut. Apalagi, di Indonesia pun tidak banyak riset. ”Lagi pula, sekarang, kita fokus kepada pelayanan. Jadi, kita butuh produk yang memang sudah jelas di pasaran. Apalagi kebutuhan saat ini juga banyak sekali karena kejadiannya di luar prediksi,” tuturnya.