Vakum Regulasi Aplikasi Pelacak Covid-19 di Indonesia
Penggunaan aplikasi pelacak kontak Covid-19 PeduliLindungi belum memiliki dasar regulasi yang kokoh. Untuk itu, pemerintah diminta tidak menyalahgunakan wewenang pengawasan dari aplikasi ini.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan aplikasi pelacak kontak Covid-19 PeduliLindungi belum memiliki dasar regulasi yang kokoh. Untuk itu, pemerintah diminta tidak menyalahgunakan wewenang surveilans yang diberikan dan tetap menjaga privasi warga negara.
Aplikasi yang dimumkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dengan nama TraceTogether pada Kamis (26/3/2020) ini akan mencatat pergerakan pasien positif Covid-19 selama 14 hari ke belakang.
Aplikasi juga terhubung dengan operator seluler lain untuk mendapatkan data pergerakan ini. Berdasarkan hasil tracing dan tracking, nomor telepon seluler di sekitar pasien positif Covid-19 yang terdeteksi akan diberi peringatan untuk segera menjalankan protokol orang dalam pemantauan (ODP).
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar, Jumat (27/3/2020), mengatakan, penerapan surveilans yang mendetail semacam ini bisa menggunakan dasar hukum Pasal 15 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Norma tersebut memberikan wewenang kepada pemerintah untuk melakukan pengamatan atau surveilans orang.
Namun, ia menyayangkan bahwa rencana penggunaan aplikasi surveilans tersebut belum memiliki regulasi teknis yang komprehensif selain undang-undang tersebut.
Regulasi yang tidak komprehensif ini, menurut Wahyudi, akan menghilangkan koridor yang menjaga langkah yang diambil pemerintah tidak melanggar hak warga negara.
”Ketiadaan regulasi ini bisa menormalisasi kedaruratan. (Pemerintah) Bisa menggunakan alasan kedaruratan untuk melakukan tindakan pembatasan. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dalam konteks ini menjadi penting,” kata Wahyudi saat dihubungi dari Jakarta.
Untuk itu, ia meminta Kementerian Kominfo dapat menjamin dan memastikan tidak adanya pengumpulan data lain di luar data lokasi dari aplikasi TraceTogether. Harus pula dipastikan tidak adanya pemrosesan data lanjutan di luar tujuan pemrosesan data dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19.
Lalu, semua data yang dikumpulkan untuk tujuan ini juga harus segera dihancurkan setelah berakhirnya periode tanggap darurat Covid-19. Hal ini perlu untuk mencegah adanya potensi penyalahgunaan data pribadi.
Menurut Wahyudi, data lokasi yang dikumpulkan melalui ponsel merupakan data pribadi. Hal ini karena nomor ponsel sudah terintegrasi dengan NIK dan nomor kartu keluarga. Dengan demikian, seseorang dapat dengan mudah diidentifikasi dengan mengombinasikan data lokasi, nomor telepon, dan data registrasi kartu SIM.
UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi hanya mengatur pemanfaatan data telekomunikasi dalam konteks upaya penyadapan berupa ”rekaman percakapan antarpihak yang bertelekomunikasi”. Di dalamnya tidak termasuk data lokasi.
Aplikasi ini saat diluncurkan bernama TraceTogether. Namun, Menkominfo Johnny G Plate sudah mengganti nama aplikasi ini menjadi PeduliLindungi pada keesokan harinya, Jumat (27/3/2020). Johnny mengatakan, nama PeduliLindungi hanya sementara selama sedang diuji coba.
”Aplikasi yang diperuntukan bagi masyarakat dan akan diberi nama oleh Bapak Presiden tersebut diharapkan secara aktif di-download melalui Play Store atau Appstore setelah diluncurkan minggu depan,” ujar Johnny.
Ia mengatakan, aplikasi ini dibuat oleh pengembang peranti lunak dalam negeri dan tidak dibeli dari Singapura. ”Aplikasi PeduliLindungi merupakan aplikasi yang dibuat oleh developer Indonesia dan tidak dibeli dari Singapura,” ucap Johnny.
Singapura
Penggunaan aplikasi pelacak bukanlah sesuatu yang baru. Pada Jumat (20/3/2020) lalu, Pemerintah Singapura juga meluncurkan aplikasi pelacak kontak yang bernama TraceTogether.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan pada Senin (23/3/2020) mengumumkan bahwa aplikasi tersebut sudah diinstal oleh 620.000 orang.
Vivian juga mengumumkan akan membagikan secara gratis kode program tersebut untuk negara-negara yang ingin juga menggunakannya. Negara yang tertarik tidak perlu membeli aplikasi tersebut.
”Kami percaya, dengan membuka kode aplikasi kami kepada seluruh dunia, ini akan meningkatkan kepercayaan dan kolaborasi dalam upaya mengatasi ancaman lintas negara,” kata Vivian melalui akun Facebook resminya.
Dengan jaringan Bluetooth, TraceTogether baru akan mencatat waktu ketika pengguna berada dekat dengan pengguna yang lain.
Aplikasi ini diharapkan dapat membantu upaya pelacakan kontak. Jika seseorang yang telah menginstal aplikasi ini pada suatu hari terinfeksi korona, pemerintah akan mudah menemukan orang-orang yang pada 14 hari sebelumnya telah berkontak dengan orang positif tersebut.
Otoritas Singapura memastikan aplikasi tersebut akan tetap melindungi privasi warga negaranya. Aplikasi tersebut tidak mencatat nomor telepon setiap pengguna dan tidak mencatat pergerakan ataupun daftar kontak.
Korea Selatan
Penggunaan data digital untuk melacak pasien pada pandemi Covid-19 mungkin dipopulerkan oleh Korea Selatan. Setiap hari, pihak otoritas akan memberi notifikasi kepada masyarakat melalui ponsel apabila ada kasus positif yang terkonfirmasi.
Kemudian, serangkaian notifikasi akan muncul untuk menjelaskan secara detail riwayat perjalanan dari kasus positif tersebut. Untuk melindungi privasi, dalam notifikasi ini, tidak ada penyebutan nama ataupun alamat.
Bedanya dengan Indonesia, dalam melakukan surveilans ini, Korea Selatan memiliki regulasi yang lebih komprehensif.
Undang-Undang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (Infectious Diseases Control and Prevention Act) yang diciptakan pascawabah MERS 2015 memungkinkan Pemerintah Korea Selatan melakukan wawancara dengan setiap pasien serta mengambil riwayat GPS, rekaman kamera CCTV, hingga transaksi kartu kredit untuk mereka ulang rute perjalanan sang pasien satu hari sebelumnya.