Penanggulangan tuberkulosis tak hanya melalui pengobatan hingga tuntas. Deteksi dini warga yang memiliki gejala awal dan sosialiasi cara pencegahan penyakit menular ini tertular secara rutin juga diperlukan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
Solusi untuk mengatasi penyakit tuberkulosis tak hanya melalui pengobatan hingga tuntas. Diperlukan juga upaya deteksi dini warga yang memiliki gejala awal serta sosialisasi cara pencegahan penyakit menular ini tertular secara rutin.
Hortensia Ohe (46) melangkahkan kakinya ke rumah salah seorang warga di Kampung atau Desa Nolokla, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, Kamis sekitar pukul 09.30 WIT.
Di dalam rumah, perawat dari Puskesmas Kampung Harapan, Benediktus Andi, bersama pemilik rumah, Yonice Suebu, telah menanti. Wanita berusia 60 tahun ini bersama salah seorang adiknya, anak, dan menantunya.
Yonece pun menyambut Hortensia dengan gembira. Pagi itu merupakan jadwal kunjungan Hortensia dan Benediktus ke rumah warga yang mengikuti program pengobatan tuberkulosis (TBC) di Puskesmas Kampung Harapan.
Hortensia merupakan salah satu dari 11 kader TBC di Puskesmas Kampung Harapan. Ia telah menjadi kader TBC di Nolokla selama dua tahun terakhir. Adapun Benediktus adalah perawat yang bertugas di ruang penanganan TBC dan HIV-AIDS.
Keduanya melaksanakan salah satu program Puskesmas Kampung Harapan, yakni Gedor TB (tuberkulosis). Program itu bertujuan mendeteksi warga dari rumah ke rumah yang diduga mengalami gejala TB, memberikan sosialiasi pencegahan TBC bagi penderita yang telah sembuh, dan mengambil sampel dahak anggota keluarga yang tinggal bersama penderita tuberkulosis.
Yonece didoagnosis menderita tuberkulosis pada awal tahun 2019 dan mengikuti pengobatan dari tanggal 23 Juni hingga 3 Desember 2019. Kini Yonece dinyatakan sembuh dan beraktivis kembali sebagai petani.
Benediktus dan Hortensia pun memberikan bantuan makanan bergizi. Mereka juga meminta sampel dahak dari semua anggota keluarga Yonece untuk memastikan tidak terjadi penularan TBC. Hortensia akan membawa sampel dahak yang disimpan di sebuah wadah itu dan membawanya ke puskesmas untuk diperiksa sehari kemudian.
Selanjutnya, keduanya memberikan sosialiasi mengenai cara pencegahan penularan kuman TBC, yakni Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dengan tidak membuang dahak di tempat yang basah dan menjaga kebersihan rumah.
”Kami menyampaikan kepada warga agar membuka pintu serta jendela rumah agar tidak lembab. Rumahnya harus mendapat sinar matahari untuk mencegah tumbuhnya bakteri tersebut,” papar Hortensia.
Yonece dan dua anggota keluarga mendengarkan penjelasan Hortensia dan Benediktus dengan saksama. ”Saya sangat bahagia bisa sembuh. Hal ini berkat pendampingan dari pihak puskesms dan Hortensia. Sekarang berat badan saya kembali naik dari 40 kilogram menjadi 52 kilogram," ungkap Yonece.
Sekitar 30 menit kemudian, Hortensia dan Benediktus melanjutkan perjalanan ke rumah salah satu warga yang telah sembuh dari TBC, bernama Herawati Wally di Kampung Netar. Di tempat itu, keduanya memberikan sosialiasi agar Herawati menjaga kebersihan rumahnya sehingga bakteri tidak kembali menjangkit ibu dari dua anak ini.
”Sosialiasi bagi mantan penderita TBC harus tetap dilaksanakan secara rutin. Sebab, saya sering menemukan banyak warga yang sudah sembuh kembali menderita TBC beberapa tahun kemudian,” tutur Benediktus.
Baru setahun
Program yang terlaksana sejak 2019 ini dinilai efektif untuk menemukan kasus TBC baru di masyarakat. Hingga akhir tahun 2019, Puskesmas Kampung Harapan menangani 65 kasus tuberkulosis.
Sosialiasi bagi mantan penderita TBC harus tetap dilaksanakan secara rutin. Sebab, saya sering menemukan banyak warga yang sudah sembuh kembali menderita TBC beberapa tahun kemudian.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Papua menunjukkan, kasus TBC di Kabupaten Jayapura mencapai 834 penderita hingga akhir tahun 2019. Distrik Sentani Timur termasuk daerah dengan kasus TBC tertinggi kedua setelah Distrik Sentani Kota di Kabupaten Jayapura.
Kepala Puskesmas Kampung Harapan dr Hanover Budianto mengatakan, pihaknya melaksanakan program Gedor TB dengan harapan bisa menyelamatkan warga yang diduga menderita TBC secara lebih dini. Program ini juga memberi pendampingan warga yang menjalani pengobatan tuberkulosis hingga tuntas dan juga mantan penderita.
”Hingga Maret ini kami telah menangani sebanyak 19 kasus TBC. Sebenarnya kami bisa menemukan banyak kasus apabila warga juga aktif memeriksakan diri ke puskesmas," ucap Hanover.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Khairul Lie, program Gedor TB di Puskesmas Kampung Harapan merupakan implementasi sistem kewaspadaan dini dan respons penanganan TB yang ditetapkan pihaknya.
”Ada juga program yang sama di 19 puskesmas lainnya di Kabupaten Jayapura. Program ini dilatarbelakangi masih minimnya inisiatif warga untuk berobat apabila diduga memiliki gejala sakit TB,” kata Khairul.
Semua puskesmas di Kabupaten Jayapura memanfaatkan bantuan operasional kesehatan (BOK) dari pemerintah pusat untuk program TBC. Sebagai contoh, pembangunan ruang pengobatan bagi pasien TBC resisten obat dan pemberian bantuan makanan bergizi bagi penderita dari kalangan ekonomi bawah.