Di Tengah Wabah Covid-19, Pemerintah Jamin Pelayanan terhadap Pasien Tuberkulosis Tetap Berjalan
Pemerintah menjanjikan layanan tuberkulosis akan disempurnakan kembali dengan mengintegrasikan proses deteksi Covid-19 dengan tuberkulosis. Pencegahan penularan tuberkulosis prinsipnya sama dengan Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Pademi Covid-19 akibat virus korona baru menghantui seluruh dunia. Semua perhatian negara tertuju pada wabah luar biasa ini. Bagaimana penanganan beberapa kasus penyakit lainnya yang juga tak kalah dahsyat, seperti penyakit tuberkulosis? Ini menjadi persoalan serius yang juga mesti diperhatikan bersama.
Pemerintah sendiri mengklaim, pelayanan pasien tuberkulosis dipastikan tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. Pemerintah pun telah menerbitkan protokol khusus agar proses pencarian kasus dan pengobatan pasien tidak terputus.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Wiendra Waworuntu, dalam konferensi pers daring di Jakarta, Selasa (24/3/2020), menyampaikan, protokol penanganan tuberkulosis dibuat agar pelayanan bagi pasien tidak berhenti. Hal ini penting karena sebagian besar rumah sakit rujukan yang menangani Covid-19 merupakan rumah sakit yang juga melayanai pasien tuberkulosis.
”Pada beberapa situasi yang mengharuskan rumah sakit rujukan TB-RO (tuberkulosis resistan obat) dialihfungsikan menjadi RS rujukan Covid-19, dinas kesehatan setempat diharapkan membuat alternatif pemindahan layanan pengobatan bagi pasien TB. Namun, ini memang tidak mudah, terutama untuk rumah sakit di daerah karena kapasitas yang dimiliki tidak cukup untuk menampung pasien Covid-19,” katanya.
Pelayanan pasien tuberkulosis dipastikan tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini.
Wiendra mengatakan, jumlah kasus TB di Indonesia diperkirakan 845.000 kasus. Namun, baru sekitar 570.289 kasus yang dilaporkan. Artinya, masih ada 32 persen kasus yang belum dilaporkan dan belum terdeteksi. Sementara, terkait jumlah kasus TB resistan obat yang tercatat saat ini ada 4.194 kasus.
Menurut dia, penanganan Covid-19 dan tuberkulosis harus berjalan beriringan. Protokol penanganan yang dibuat Kementerian Kesehatan terkait layanan tuberkulosis akan disempurnakan kembali dengan mengintegrasikan proses deteksi Covid-19 dengan tuberkulosis.
”Jadi, nanti dalam pemeriksaan Covid-19 akan diperiksa juga sputum dahak untuk mengidentifikasi adanya tuberkulosis. Harapannya, penemuan kasus baru tuberkulosis juga tetap berjalan,” kata Wiendra.
Pada 2024, pemerintah menargetkan setidaknya 768.027 kasus tuberkulosis bisa didiagnosis dan diobati. Sementara itu, untuk kasus tuberkulosis resistan obat bisa yang ditemukan dan diobati ditargetkan mencapai 19.686 kasus.
”Saat ini prioritas program tuberkulosis selama periode Covid-19 adalah memastikan pasien tetap melanjutkan proses pengobatan. Ini mungkin memerlukan perubahan dan penyesuaian jadwal pengobatan pasien akibat penerapan kebijakan pembatasan sosial untuk mengurangi penyebaran Covid-19,” kata Wiendra.
Komite Ahli Tuberkulosis Indonesia, Pandu Riono, menyampaikan, pemerintah juga harus memastikan keamanan dan keselamatan bagi pasien tuberkulosis yang harus berobat ke rumah sakit agar tidak tertular Covid-19. Karena itu, rumah sakit khusus Covid-19 harus ditunjuk sehingga layanan untuk perawatan penyakit lain, seperti tuberkulosis, bisa dipisahkan.
”Jadi sumber daya manusia yang bertugas pun bisa fokus pada pasien Covid-19 saja sehingga untuk penyakit lain tetap mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan. Masyarakat, termasuk pasien tuberkulosis ini, juga mendapatkan jaminan sehingga tidak perlu khawatir jika harus datang ke rumah sakit untuk berobat,” ujarnya.
Pasien yang menderita tuberkulosis rentan terinfeksi penyakit lain, seperti Covid-19. Daya tahan tubuh yang tidak optimal membuat pasien tuberkulosis mudah terserang penyakit lain. Namun, di lain sisi, jika tidak ke rumah sakit, pasien tidak bisa mendapatkan obat yang seharusnya dikonsumsi setiap hari. Untuk itu, pemerintah harus bisa menyiapkan strategi khusus yang implementatif agar pelayanan bagi pasien TB tidak terhenti.
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (Iakmi) Husein Habsyi menambahkan, pemerintah diharapkan bisa mempercepat peningkatan fasilitas puskesmas yang terintegrasi agar pasien tuberkulosis bisa berkonsultasi dengan lebih mudah. ”Situasi saat ini juga perlu dimanfaatkan pemerintah agar lebih menggalakkan edukasi dan promosi kesehatan untuk pencegahan penularan tuberkulosis yang sebenarnya prinsipnya sama dengan pencegahan Covid-19,” katanya.