Demi keselamatan petugas medis dalam menangani Covid-19, seluruh fasilitas kesehatan wajib dilengkapi alat pelindung diri mulai dari klinik, dokter praktik, puskesmas, rumah sakit swasta, hingga rumah sakit rujukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Jumlah pasien Covid-19 yang terus bertambah membuat tugas dari tenaga medis dan tenaga kesehatan semakin berat. Untuk itu, jaminan keselamatan dan keamanan bagi mereka yang bekerja di garda terdepan ini harus dipastikan. Ini penting sebagai bentuk manajemen risiko pada pandemi yang belum tentu usai dalam waktu dekat.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia yang juga Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mohammad Adib Khumaidi menyampailkan, alat pelindung diri (APD) bagi petugas medis menjadi syarat mutlak yang harus disediakan. Meski pemerintah saat ini sudah menyiapkan sekitar 105.000 APD, jumlah itu tidak akan cukup jika dalam distribusi tidak berbasis peta sebaran penyakit.
“Pemberian atau distribusi APD ini tidak hanya difokuskan pada rumah sakit rujukan saja, melainkan juga pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menerima pasien dengan dugaan Covid-19 sejak awal. Ini mulai dari klinik, dokter praktik, puskesmas, juga rumah sakit swasta,” tuturnya saat dihubungi dari Jakarta, Senin (23/3/2020).
Menurutnya, cara paling efektif untuk mengoptimalkan ketersediaan APD sebaiknya tidak dengan memperluas pemeriksaan pasien dengan dugaan Covid-19 di faskes tingkat pertama. Sebaiknya, rumah sakit rujukan yang bisa melayani pasien Covid-19 diperbanyak. Dengan begitu, APD bisa dipusatkan di rumah sakit-rumah sakit tersebut.
Alat pelindung diri (APD) bagi petugas medis menjadi syarat mutlak yang harus disediakan.
Selain itu, pengaturan jam pelayanan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan perlu disiapkan dengan baik. Adib berpendapat, waktu tugas yang diterapkan bisa dengan model 14 hari kerja dan 14 hari istirahat dengan syarat karantina. Model ini sama dengan yang diterapkan oleh pemerintah China kepada tenaga kesehatannya.
Dalam sehari juga bisa diterapkan waktu tugas sekitar 8-12 jam untuk setiap petugas. Selain itu, pemanfaatan teknologi digital melalui CCTV sebaiknya dimaksimalkan dalam monitoring pasien untuk meminimalisir kontak dengan pasien.
Enam dokter meninggal
Dari catatan Ikatan Dokter Indonesia, setidaknya terdapat enam orang dokter yang meninggal karena terinfeksi Covid-19. Sebagian dari dokter yang meninggal tersebut terinfeksi ketika sedang bertugas merawat pasien Covid-19.
Dokter spesialis kesehatan jiwa dari Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Enjeline Hanafi menuturkan, selain risiko adanya risiko penularan virus, petugas medis dan kesehatan yang menangani pasien Covid-19 juga rentan mengalami gangguan kecemasan. Ketidakpastian terkait keselamatan dan keamanan berisiko menimbulkan kekhawatiran yang berlebih.
“Misalnya soal APD yang tidak lengkap. Itu membuat mereka khawatir apakah mereka tertular atau tidak. Sementara, kekhawatiran itu berlanjut ketika mereka harus pulang ke rumah untuk bertemu dengan anak ataupun suami atau istri mereka. Rasa khawatir yang berlebihan ini jika tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan gangguan kecemasan,” tuturnya.
Untuk itulah, pendampingan psikis juga perlu diberikan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bertugas. Waktu istirahat juga penting untuk memulihkan beban pikiran mereka. Enjeline mengatakan, RSCM sendiri telah menyediakan layanan konseling melalui telepon jika ada petugas kesehatan yang membutuhkan.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam siaran pers menuturkan, pemerintah sudah menyiapkan anggaran yang akan digunakan sebagai insentif bagi pada tenaga kesehatan yang bertugas menangani Covid-19. Setidaknya, dokter spesialis akan diberikan insentif sebesar Rp 10 juta, dokter gigi dan dokter umum sebesar Rp 8 juta, perawat dan bidan Rp 5 juta, serta tenaga medis lainnya sebesar Rp 3,5 juta.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan santunan kepada petugas yang gugur dalam menjalankan tugasnya sekitar Rp 300 juta. “Penyaluran insentif dan santunan ini perlu dipetakan agar bisa benar tersampaikan dengan optimal. Penyaluran harus diutamakan di daerah dengan kasus yang cukup banyak seperti di DKI Jakarta dan sekitarnya,” tuturnya.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyampaikan, jumlah kasus positif Covid-19 pada hari Senin (23/3) bertambah 65 kasus dari hari sebelumnya. Dengan begitu, total kasus secara kumulatif terkait Covid-19 di Indonesia menjadi 579 kasus. Dari jumlah ini total kasus yang meninggal mencapai 49 orang. Sementara, kasus yang dinyatakan sembuh setelah dua kali pemeriksaan menunjukan hasil negatif Covid-19 berjumlah 30 orang.