Kematian Akibat Demam Berdarah Dengue Terus Bertambah
Penularan penyakit demam berdarah dengue terus meluas di sejumlah daerah, bahkan telah merenggut nyawa ratusan orang. Karena itu, penanggulangan penyakit tersebut mesti dilakukan lebih intensif.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Di tengah meluasnya penyebaran penyakit Covid-19, kematian akibat demam berdarah dengue terus bertambah. Masyarakat diminta untuk tetap waspada akan penularan DBD dengan aktif melaksanakan gerakan pemberantasan sarang nyamuk.
Kementerian Kesehatan mencatat, sejak 1 Januari-21 Maret 2020 terdapat 33.007 kasus DBD di Indonesia. Kasus tertinggi terjadi di Jawa Barat (5.894 kasus), Nusa Tenggara Timur (3.543 kasus), Lampung (3.340 kasus), Jawa Timur (2.643 kasus), dan Bali (2.173 kasus).
Sementara itu, jumlah kematian yang dilaporkan mencapai 208 kasus. Kematian tertinggi terjadi di Nusat Tenggara Timur (39 kasus), Jawa Barat (30 kasus), Jawa Timur (22 kasus), Jawa Tengah (16 kasus), dan Lampung (16 kasus).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, di Jakarta, Minggu (22/3/2020), menuturkan, masyarakat saat ini harus lebih waspada terhadap penularan DBD. Sejumlah kasus menunjukkan, pasien yang sebelumnya didiagnosis menderita DBD kemudian turut tertular Covid-19.
“Tentu untuk diwaspadai, meskipun belum ada kajian ilmiah apakah terjadi koinfeksi atau memang awalnya sudah terinfeksi Covid-19 dan kemudian tertular DBD. Artinya, infeksi yang terjadi oleh dua virus tersebut bisa dialami oleh satu orang,” katanya.
Untuk itu, Nadia menambahkan, gerakan pemberantasan sarang nyamuk harus digalakkan. Hal ini seharusnya semakin mudah dilakukan di tengah kondisi social distancing atau pembatasan sosial yang sedang diberlakukan di masyarakat. Di saat harus tetap berada di rumah, pastikan lingkungan di dalam ruman maupun sekitar rumah bebas dari sarang nyamuk.
Jumlah kasus DBD
Kenali gejala
Nadia menambahkan, gejala awal yang timbul pada penderita DBD dan pasien Covid-19 yang disebabkan virus korona baru hampir sama, yakni demam tinggi. Meski demikian, keduanya sangat berbeda.
Tentu untuk diwaspadai, meskipun belum ada kajian ilmiah apakah terjadi koinfeksi atau memang awalnya sudah terinfeksi Covid-19 dan kemudian tertular DBD.
Dalam pemeriksaan laboratorium, pasien DBD akan menunjukkan kadar trombosit dalam darah menurun. Sementara pada pasien Covid-19 lebih berdampak pada saluran pernapasan di dalam tubuh. Selain itu, sumber penularannya berbeda. Pada DBD ditularkan dengan perantara nyamuk Aedes aegypti, sedangkan Covid-19 bisa ditularkan dari manusia ke manusia.
“Kesadaran dalam pemeriksaan ini menjadi penting untuk diwaspadai oleh petugas kesehatan yang bertugas. Jika pengendalian infeksi bisa dilakukan dengan baik, penularan infeksi pasti dapat dicegah,” tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Sub Direktorat Arbovirus Kementerian Kesehatan Guntur Argana mengatakan, sampai kini masih ada dua provinsi yang belum melaporkan jumlah kasus DBD, yakni Provinsi Maluku dan Provinsi Papua. Meski kemungkian sudah terjadi kasus DBD di dua wilayah itu, jumlah kasusnya diperkirakan tidak terlalu tinggi.
“Jumlah kasus di seluruh Indonesia belum menunjukkan ada penurunan. Penambahan kasus bisa terjadi karena ada daerah yang baru melaporkan data seperti di Provinsi Bali,” ucapnya.