Disebarkan, 105.000 Alat Pelindung Diri dari Covid-19
Pemerintah mulai mendistribusikan 105.000 alat pelindung diri ke daerah-daerah sesuai sebaran kasus Covid-19. Peralatan tersebut sangat mendesak dibagikan karena sebagian tenaga medis kekurangan APD itu.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peralatan pelindung diri untuk tenaga kesehatan ditambah. Pemerintah mulai mendistribusikan 105.000 alat pelindung diri ke daerah-daerah sesuai sebaran kasus. Peralatan tersebut sangat mendesak dibutuhkan karena saat ini jumlah kasus positif coronavirus disease 2019 atau Covid-19 dan yang meninggal terus bertambah.
Sampai Senin (23/3/2020) siang, jumlah kasus positif Covid-19 bertambah. Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menjelaskan, total terdapat 579 orang terpapar wabah tersebut atau bertambah 65 orang dari sebelumnya 514 orang.
Kasus yang meninggal karena Covid-19 pun bertambah satu orang menjadi 49 orang dari yang sebelumnya 48 orang. Pasien yang sembuh pun bertambah satu orang sehingga total menjadi 30 orang. Mereka yang sembuh sudah menjalani dua kali pemeriksaan dengan hasil negatif.
Sebelumnya, beberapa tenaga kesehatan yang meninggal dunia akibat Covid-19 yakni dr Hadio Ali Khazatsin, dr Djoko Judodjoko, dr Adi Mirsa Putra, dan Guru Besar Epidemuologi FKM Universitas Indonesia (UI) Bambang Sutrisna. Bambang mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Persahabatan di jakarta, Senin pagi.
”Isu saat ini soal kekurangan APD sudah ditindaklanjuti dengan menyiapkannya dan akan langsung didistribusikan ke daerah-daerah,” kata Yurianto.
Yurianto menambahkan, pemerintah sudah menyiapkan 105.000 APD yang sedang dalam proses distribusi, lalu 125.000 perlengkapan rapid test, dan 566 petugas kesehatan ataupun sukarelawan yang akan bekerja di Wisma Atlet sebagai rumah sakit darurat yang sudah bisa beroperasi. Peralatan pelindung diri dan perlengkapan pemeriksaan cepat tersebut akan didistribusikan ke daerah berdasarkan sebaran kasus positif di daerah-daerah, seperti DKI Jakarta dengan 353 kasus positif, Banten (56 kasus), Jawa Barat (59 kasus), dan Jawa Timur (41 kasus). Daerah-daerah itu akan mendapatkan peralatan lebih banyak karena memiliki kasus yang lebih banyak dibanding provinsi lainnya di Indonesia.
”Pemeriksaan cepat sudah mulai dilakukan di beberapa tempat dan mendapatkan beberapa hasil positif, meskipun yang negatif lebih banyak,” kata Yurianto.
Saat mendapatkan hasil negatif pada pemeriksaan cepat bukan berarti yang bersangkutan sedang tidak sakit. Dibutuhkan pemeriksaan lagi setelah tujuh sampai 10 hari untuk melihat perkembangan antibodi dalam tubuh. ”Kalau (setelah pemeriksaan kedua) hasilnya masih negatif, maka bisa disimpulkan saat itu yang bersangkutan tidak terinfeksi, tapi tetap harus di (karantina) rumah,” ujar Yurianto.
Pemeriksaan cepat dan pembatasan sosial adalah strategi yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat wajib mengambil bagian dari strategi itu dalam hal pembatasan sosial bahkan pembatasan fisik. Dalam berkomunikasi sosial harus betul-betul memperhatikan jarak komunikasi karena virus itu bisa menularkan lewat droplet (percikan cairan hidung dan mulut) dan menempel di berbagai macam benda.
Pembatasan sosial sudah digaungkan baik oleh pemerintah, tokoh-tokoh agama, maupun publik figur. Tujuannya agar masyarakat membatasi ruang gerak mereka di luar rumah dan beraktivitas di dalam rumah. ”Bantu pemerintah dan semua pihak dengan tetap berada di rumah,” ujar Yurianto.
Secara terpisah, Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Agustin Teras Narang mengungkapkan, pihaknya meminta pemerintah mengalokasikan anggaran khusus untuk penanganan wabah Covid-19. Anggaran itu bisa diambil dari belanja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan belanja alutsista.
”Saya meminta pemerintah agar menimbang anggaran Kementerian PUPR dan belanja alutsista, sebagian dialihkan untuk penanganan Covid-19,” kata Teras Narang dalam rilis yang diterima Kompas, Senin sore.
Teras Narang menjelaskan, pemotongan anggaran juga harus dilakukan oleh pemerintah daerah di setiap provinsi agar penanganan pencegahan wabah Covid-19 ini bisa dilaksanakan dengan baik. ”Tetapi, kami ingatkan juga kalau anggaran dana desa jangan dipangkas karena pemerintah desa juga harus menggunakannya untuk mencegah wabah ini,” katanya.
Menurut Teras Narang, Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat harus segera melakukan koordinasi, pengawasan, dan supervisi terhadap setiap kabupaten hingga tingkatan RT-RW di bawahnya agar mereka siap menghadapi wabah ini.
Terlebih dalam situasi saat ini, perhatian khusus pada tenaga kesehatan yang berada di garda depan, mendesak dibutuhkan. Ketersediaan APD hingga fasilitas kesehatan yang memadai, tambah Teras Narang, perlu jadi perhatian pemerintah agar tak perlu tenaga kesehatan mengalami kesulitan dalam memenuhi tanggung jawabnya.
Mantan Gubernur Kalimantan Tengah dua periode itu pun turut menyesal karena beberapa tenaga kesehatan dan masyarakat harus meninggal karena situasi ini. ”Semangat gotong royong masyarakat perlu didorong oleh pemerintah daerah agar mata rantai penyebaran Covid-19 dapat segera kita putus,” ujarnya.