Tokoh lintas agama mulai bergerak melawan penyebaran pandemi Covid-19 di Indonesia. Beragam cara dilakukan untuk mencegah kerumunan massa, termasuk dengan melakukan ibadah secara daring.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
Tokoh lintas agama mulai bergerak mencegah penyebaran pandemi Covid-19 di Indonesia. Beragam cara dilakukan untuk mencegah kerumunan massa, termasuk dengan melakukan ibadah secara daring. Kasus Covid-19 di Indonesia kian memprihatinkan. Data perkembangan terkini hingga 19 Maret 2020 pukul 12.00, juru bicara pemerintah terkait penanganan korona, Achmad Yurianto, menyampaikan, total kasus positif korona berjumlah 309 orang atau meningkat dari sehari sebelumnya berjumlah 227 orang.
Penambahan kasus tertinggi terjadi di wilayah DKI Jakarta dengan 52 kasus baru. Jumlah pasien yang sembuh pun baru 15 orang dan total yang meninggal sudah mencapai 25 orang.
Melihat hal itu, sejumlah tokoh lintas agama mulai mengambil sikap. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Wabah Covid-19 di Indonesia. Isinya, umat Muslim diminta untuk berkontribusi dalam menghentikan penyebaran virus.
Penyelenggaraan ibadah di rumah tidak akan mengurangi nilai persekutuan ibadah.
”Setiap orang yang positif Covid-19, maka tidak perlu melakukan shalat Jumat di masjid dan bisa diganti dengan salat zuhur di rumah sambil mengisolasi diri,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asronun Ni’am Soleh.
Senada dengan hal itu, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom mengungkapkan, umat Kristen terpanggil untuk memperbanyak perjumpaan antar manusia, termasuk persekutuan ibadah, baik di rumah maupun di gereja. Namun, tanggung jawab gereja untuk menghentikan penyebaran virus juga sama besarnya.
”Maka dari itu, kami mengimbau para pemimpin gereja untuk mengembangkan bentuk-bentuk peribadahan yang dapat dijangkau umat dari rumah masing-masing, seperti penggunaan media sosial dan perkembangan teknologi digital,” kata Gultom.
Gultom menjelaskan, penyelenggaraan ibadah di rumah tidak akan mengurangi nilai persekutuan ibadah. Hal itu merupakan alternatif terbaik yang bisa dilakukan pemimpin gereja untuk membantu mencegah penyebaran virus korona baru.
Hal yang sama dilakukan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) melalui Surat Keputusan Nomor 159/3.5.1.2/2020 yang isinya semua kegiatan gereja yang mengumpulkan banyak orang ditiadakan selama 15 hari. Vikaris Jenderal KAJ Rm Samuel Pangestu Pr menjelaskan, misa atau ibadah mingguan di gereja bisa diikuti tanpa harus ke gereja dan berkerumun. Pihaknya menyiapkan kanal khusus di Youtube untuk bisa menyiarkan misa mingguan.
”Para pastor diminta untuk tetap memenuhi kebutuhan rohani dan sakramen umat, tentunya dengan ketentuan dan banyak pertimbangan di tengah maraknya penyebaran Covid-19 ini,” ucap Samuel.
Tanggung jawab semua
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Syafii Maarif mengungkapkan, sikap tokoh lintas agama di Indonesia sudah sangat tepat untuk berkontribusi membantu mencegah penyebaran pandemi tersebut. Menurut dia, pencegahan sudah menjadi tanggung jawab semua pihak.
”Saya kira sudah tepat untuk meniadakan shalat Jumat di masjid untuk shalat di rumah, jangan berpikiran macam-macam. Ini terjadi karena kondisinya memang harus seperti ini, kerumunan harus dihindari,” kata Syafii.
Syafii menambahkan, dirinya sepakat dengan pemikiran PP Muhammadiyah yang mengeluarkan maklumat terkait dengan pembatasan sosial. Pembatasan sosial memang harus dilakukan, termasuk dalam beribadah.
”Ini kan bencana, bahaya ini bisa ke siapa saja, tokoh agama dan umatnya juga terancam. Jadi, semua pihak punya peran dan tanggung jawabnya masing-masing untuk saling membantu,” kata Syafii.
Selain Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pun memiliki sikap yang sama melihat bencana Covid-19 tersebut. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Marsudi Syuhud menjelaskan, sikap yang diambil NU sama dengan organisasi lainnya.
Pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran untuk membantu pemerintah mencegah penyebaran Covid-19. ”Saat ini kami (pengurus dan staf) sudah mulai bekerja di rumah untuk menyesuaikan kondisi,” kata Marsudi.
Marsudi menambahkan, pihaknya bahkan membentuk NU Peduli Covid-19 yang secara khusus membantu upaya pencegahan dan penanganan pandemi tersebut. Pada program itu, NU mengumpulkan donasi untuk membantu menyediakan alat thermal scanner, pembersih tangan, sabun cuci tangan, dan membuat pelatihan santri tanggap Covid-19.
”Dalam situasi seperti ini, umat islam penting untuk memiliki dua sikap, yakni tawakkal dan waspada, karena keduanya tidak saling bertentangan,” ungkap Marsudi.