Pembatasan Sosial Tak Cukup Disosialisasikan, Harus Dibudidayakan
Pembatasan sosial tak cukup hanya disosialisasikan, tetapi harus dibudayakan selama masa pencegahan pandemi Covid-19 di Indonesia. Saat ini kasus positif Covid-19 sudah melonjak dari 227 kasus menjadi 309 kasus.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatasan sosial atau social distancing tak cukup hanya disosialisasikan, tetapi harus dibudayakan selama masa pencegahan pandemi Covid-19 di Indonesia. Hal itu merujuk pada peningkatan kasus positif virus tersebut dari 227 kasus menjadi 309 kasus pada Kamis (19/3/2020).
Juru bicara pemerintah terkait penanganan korona, Achmad Yurianto, mengatakan, sampai saat ini belum ada obat ataupun vaksin yang tepat dalam pengobatan Covid-19. Riset yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun hingga kini belum mencapai kesepakatan.
”Meski di beberapa negara menunjukkan gambaran (pengobatan) yang baik, itu belum menjadi standar dunia. Secara definitif belum didapatkan obatnya juga (atau) vaksin untuk menangkal virus ini,” kata Yuri pada konferensi pers di Jakarta.
Yuri mengungkapkan, sebagian besar kasus korona yang sembuh didominasi oleh faktor imunitas atau daya tahan tubuh pasien yang sangat baik. Di Indonesia, dari 309 kasus positif Covid-19, sebanyak 15 pasien sudah dinyatakan sembuh, empat orang di antaranya berasal dari DKI Jakarta yang dinyatakan sembuh dalam 24 jam terakhir ini. Total yang meninggal sampai saat ini sudah mencapai 25 orang.
Secara definitif belum didapatkan vaksin untuk menangkal virus ini.
”Maka dari itu, pencegahan sangat disarankan dilakukan, tidak lagi sekadar sosialisasi, tetapi dibudayakan. Salah satunya soal pola hidup sehat dan pembatasan sosial. Sambil menunggu obat dan vaksinnya,” jelas Yuri.
Yuri menambahkan, saat ini pemerintah akan melakukan screening atau pemeriksaan secara massal dalam penanganan potensi penyebaran Covid-19. Salah satu metode yang akan dilakukan adalah dengan metode imunoglobulin atau pengukuran antibodi di dalam sampel darah. Metode seperti ini juga dilakukan di beberapa negara yang sudah terdampak virus tersebut.
”Apabila dinyatakan positif, individu yang telah melakukan screening melalui pendekatan ini akan diuji ulang dengan metode tes polymerase chain reaction (PCR) yang jauh lebih akurat agar segera ditindak,” ujar Yuri.
Selain melakukan pemeriksaan massal, pemerintah sekali lagi mempertegas pentingnya melakukan pembatasan sosial sebagai upaya pencegahan. Pemerintah berharap pembatasan sosial bisa diterapkan serius bukan sekadar sosialisasi di daerah-daerah.
Ibadah dan belajar di rumah
Pembatasan sosial dilakukan di lingkungan kerja, lingkungan pendidikan, hingga kegiatan keagamaan. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asronun Ni’am Soleh menjelaskan, umat Islam harus berkontribusi dalam mencegah penyebaran virus korona baru.
Cara paling mudah adalah dengan melakukan ibadah di dalam rumah bagi mereka yang tinggal di kawasan dengan potensi Covid-19 tinggi. Sementara umat yang tinggal di kawasan aman atau belum ditemukan kasus positif Covid-19 tetap bisa melakukan shalat berjemaah.
Meskipun demikian, Asronun mengingatkan bahwa shalat Jumat yang berpotensi banyak kerumunan tidak aman dan berpotensi besar menyebarkan virus. Shalat itu pun bisa diganti dengan shalat Dzuhur.
”Setiap orang wajib berikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit. Hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama atau al-Dharuriyat, al-Khams,” ungkap Asronun.
Aktivitas di dalam rumah bersama keluarga perlu diperbanyak. Apalagi selama sekolah diliburkan, orangtua khawatir dengan pencapaian pendidikan anaknya.
Psikolog dari Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim, mengatakan, berada di rumah bukan berarti libur. Orangtua harus memastikan rutinitas sehari-hari tetap dijalankan dan dijadwalkan, hanya saja diganti dengan kegiatan di dalam rumah.
”Kalau biasa bangun pagi sekolah, maka setiap pagi harus bangun. Jadi, yang diubah hanya soal proses belajar-mengajarnya. Orangtua bisa berkonsultasi dengan guru via telepon sehingga anak bisa tetap belajar, apalagi sekarang bisa menggunakan aplikasi,” tutur Rose.
Rose menjelaskan, khusus untuk anak dengan umur di bawah lima tahun atau tiga tahun, orangtua harus bisa menjelaskan kepada mereka alasan tetap berada di dalam rumah. Sementara anak dengan umur sekolah dasar dan seterusnya harus diajak berdiskusi.
”Kalau dengan anak kecil bisa menggunakan boneka, misalnya, untuk memberikan pejelasan. Sementara untuk anak umur sekolah dasar hingga seterusnya bisa ditanya dulu pemahaman mereka soal korona, jadi ada diskusi,” kata Rose.