Bergerak mampu mempertahankan volume otak, kemampuan kognitif, serta mencegah demensia. Aktivitas fisik terbaik adalah aerobik berkelanjutan, seperti berjalan, berenang, menari, dan berkebun.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·3 menit baca
Kompas/Priyombodo
Warga berolahraga pada hari bebas kendaraan bermotor atau car free day di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (8/3/2020). Car free day yang berlangsung setiap Minggu pukul 06.00-11.00 WIB itu tetap ramai dipadati masyarakat yang berolahraga di tengah kewaspadaan terhadap Covid-19.
Saat kita menua, tak hanya tulang dan otot, otak kita pun cenderung menyusut. Selepas usia 40 tahun, penelitian menunjukkan, berat otak manusia akan berkurang sekitar 5 persen setiap dekade. Setelah usia 70 tahun, penyusutan otak umumnya semakin cepat.
Untunglah peneliti menemukan cara untuk mempertahankan otak, yakni dengan bergerak dan bergerak. Aktivitas aerobik berkelanjutan, seperti berjalan, berlari, berenang, bersepeda, bahkan menari dan berkebun, mampu mempertahankan volume otak.
Para ilmuwan dari Universitas Columbia, Amerika Serikat, memindai otak menggunakan pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging/MRI) untuk mengukur volume otak orang lanjut usia dengan berbagai tingkatan aktivitas fisik. Penelitian melibatkan 1.557 orang berusia rata-rata 75 tahun. Menurut penelitian yang akan dipaparkan di Pertemuan Tahunan ke-72 dari The American Academy of Neurology (AAN) di Toronto, April mendatang, segala bentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin akan memperlambat berkurangnya volume otak pada orang berusia 70 tahunan.
Orang yang kurang aktif cenderung memiliki otak lebih kecil. Sebaliknya, mereka yang aktif, otaknya lebih besar dan mengalami penyusutan lebih lambat.
Hasil pindaian menunjukkan, orang yang kurang aktif cenderung memiliki otak lebih kecil. Sebaliknya, mereka yang aktif, otaknya lebih besar dan mengalami penyusutan lebih lambat. Ukuran otak rata-rata mereka yang tidak aktif adalah 871 sentimeter kubik (cm3), sedangkan yang aktif 883 sentimeter kubik. Perbedaan 1,4 persen volume otak itu setara dengan empat tahun penuaan otak.
”Hasil ini menarik karena menunjukkan bahwa orang bisa mencegah penyusutan otak dan efek penuaan pada otak hanya dengan menjadi lebih aktif,” kata Yian Gu dari Bagian Saraf Universitas Columbia yang menjadi pemimpin penelitian sebagaimana dikutip Psychology Today, Jumat pekan lalu. Hasil penelitian terbaru menunjukkan, seiring bertambahnya usia, aktivitas fisik dapat mengurangi risiko penurunan kognitif dan demensia. Untuk itu, orang dewasa disarankan melakukan kegiatan fisik intensitas sedang selama 150 menit per minggu atau 75 menit untuk kegiatan fisik intensitas tinggi.
Faktor pertumbuhan
Melambatnya penyusutan otak berkaitan dengan keberadaan faktor pertumbuhan neurotropik otak (brain-derived neurotrophic growth factor /BDNF), suatu protein yang dilepaskan selama latihan aerobik. Protein ini berfungsi seperti pupuk bagi sel saraf. BDNF mendorong pertumbuhan sel saraf baru serta peningkatan konektivitas fungsional di daerah otak melalui neuroplastisitas, yakni kemampuan otak dan sistem saraf untuk berubah secara struktural dan fungsional sebagai akibat dari input lingkungan.
Awal Juni 2016, para peneliti dari Universitas New York-Pusat Medis Langone di Manhattan, AS, mengumumkan terobosan yang mampu menjelaskan mengapa latihan aerobik bermanfaat bagi otak mamalia di tingkat molekuler di jurnal eLife.
KOMPAS/MELATI MEWANGI
Anggota aparatur sipil negara Dinas Perhubungan Karawang berlatih menari Goyang Karawang untuk menyambut pergelaran Festival Goyang Karawang, Senin (16/9/2019) sore.
Dalam penelitian, mereka membandingkan otak tikus yang berlari di roda latihan selama sebulan dengan otak tikus yang tidak berlari. ”Temuan kami menunjukkan cara meningkatkan BDNF, zat yang telah dibuktikan mampu melindungi otak. Penelitian lain telah menunjukkan kaitan erat antara olahraga, peningkatan kadar BDNF, dan tingkat demensia yang lebih rendah,” kata Moses V Chao, peneliti senior dan ahli biologi sel dari Fakultas Kedokteran Universitas New York.
Sebelumnya, pada 2013, di jurnal Cell Metabolism, para peneliti Universitas Harvard mengungkapkan hasil penelitian terhadap molekul spesifik yang dikeluarkan selama latihan ketahanan (endurance exercise). Molekul itu mampu meningkatkan kognisi dan melindungi otak dari degenerasi.
Pada eksperimen terhadap tikus, para peneliti yang dipimpin Bruce Spiegelman dari Institut Kanker Dana-Farber dan Fakultas Kedokteran Harvard mendapatkan, jumlah molekul yang disebut FNDC5 dan produk sampingnya, irisin, meningkat di otak lewat latihan ketahanan. Tim juga menemukan bahwa peningkatan kadar irisin menyebabkan molekul melintasi sawar darah otak, kemudian meningkatkan BDNF dan mengaktifkan gen yang terlibat dalam kognisi. Sementara itu, tikus yang diubah secara genetik untuk memiliki kadar irisin rendah di otak ternyata kadar BDNF di otaknya menurun.
Jadi, jika Anda ingin ingatan tetap tajam dan daya pikir tetap cemerlang di masa tua, mulai sekarang rajinlah berolahraga dan jangan malas bergerak.