Mengapa Laki-laki Cenderung Lebih Cepat Meninggal Dibandingkan Perempuan?
Laki-laki cenderung lebih cepat meninggal daripada perempuan. Hal ini, menurut pendapat umum, selama ini terkait faktor risiko dan perilaku terkait kesehatan. Namun ternyata, ini karena faktor kromosom Y.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
Kompas/Bahana Patria Gupta
Warga usia lanjut berbincang sebelum misa Hari Orang Sakit Sedunia yang ke-28 dan lansia di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (11/2/2020). Tampak dalam foto, sebagian besar mereka adalah perempuan usia lanjut. Secara umum, perempuan lebih panjang umur daripada laki-laki.
Secara umum, umur laki-laki lebih pendek daripada perempuan. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2016 menunjukkan, angka harapan hidup laki-laki 69,8 tahun, adapun perempuan 74,2 tahun. Di Indonesia, data Badan Pusat Statistik 2019 menunjukkan, angka harapan hidup laki-laki 69,44 tahun, sedangkan perempuan 73,33 tahun.
Meski dari tahun ke tahun angka harapan hidup meningkat, angka harapan hidup laki-laki tetap lebih pendek daripada perempuan. Banyak pendapat mengatakan, hal ini terkait faktor risiko laki-laki yang lebih besar daripada perempuan. Pekerjaan-pekerjaan yang berisiko tinggi lebih banyak dilakukan laki-laki. Dalam hal kesehatan, laki-laki peminum dan perokok lebih banyak, laki-laki juga cenderung kurang memperhatikan anjuran hidup sehat.
Namun, penelitian terbaru menunjukkan, faktor yang menyebabkan laki-laki lebih cepat meninggal daripada perempuan kurang terkait dengan perilaku atau faktor risiko tersebut, tetapi lebih berkaitan dengan jenis kromosom seks. Menurut penelitian yang dilakukan ilmuwan University of New South Wales (UNSW) Sydney, Australia, karena kromosom Y yang lebih kecil tidak mampu melindungi komosom X yang tidak sehat.
Kromosom Y adalah kromosom yang membawa sifat laki-laki. Laki-laki memiliki kromosom XY, sedangkan perempuan XX. Pada manusia normal, jumlah kromosom di dalam sel sebanyak 46 yang terbagi menjadi 23 pasang kromosom yang diwariskan dari ibu melalui sel telur (22A + X) dan dari ayah melalui sel sperma (22A + Y).
Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Biology Letters pada 4 Maret 2020 tersebut, para peneliti dari Sekolah Ilmu Biologi, Bumi, dan Lingkungan UNSW menganalisis literatur-literatur akademik tentang kromosom seks dan umur. Mereka menguji ”hipotesis (kromosom) X yang tidak dijaga”, yang menunjukkan bahwa kromosom Y pada jenis kelamin heterogami (XY) kurang mampu melindungi seseorang dari gen berbahaya atau mutasi pada kromosom X yang diekspresikan.
Karena kromosom Y lebih kecil dari kromosom X, dan dalam beberapa kasus tidak ada, kromosom Y tidak dapat ”menyembunyikan” kromosom X yang membawa mutasi berbahaya, yang dapat menyebabkan individu terancam kesehatannya. Sebaliknya, tidak ada masalah pada sepasang kromosom homogami (XX), di mana kromosom X yang sehat dapat menggantikan atau melindungi kromosom X lainnya yang memiliki gen rusak untuk memastikan gen-gen yang rusak tersebut tidak diekspresikan sehingga dapat memaksimalkan masa hidup organisme.
Penulis pertama hasil penelitian tersebut yang juga mahasiswa doktoral, Zoe Xirocostas, mengatakan bahwa setelah menguji data umur pada 229 spesies hewan, tampak bahwa ”hipotesis X yang tidak dijaga” terus meningkat. Ini pertama kalinya para ilmuwan menguji hipotesis secara menyeluruh dalam taksonomi hewan.
”Kami melihat data masa hidup bukan hanya primata, mamalia, dan burung, melainkan juga reptil, ikan, ampibi, arakhnida (laba-laba, kalajengking, ketonggeng, dan lain-lain), kecoak, belalang, kumbang, kupu-kupu, dan ngengat. Kami menemukan bahwa di seluruh spesies tersebut, hewan yang berjenis kelamin heterogami (jantan) cenderung mati lebih awal daripada yang berjenis kelamin homogami (betina), rata-rata 17,6 persen lebih awal,” kata Xirocostas seperti dikutip Science Daily, 4 Maret 2020.
Hal yang menarik, para peneliti mengamati pola yang sama pada hewan yang memiliki kromosom seks unik. Burung, kupu-kupu, dan ngengat jantan memiliki kromosom seks homogami (dilambangkan dengan ZZ), sedangkan betina memiliki kromosom heterogametik (ZW). Burung, kupu-kupu, dan ngengat betina biasanya mati lebih awal daripada yang jantan. Ini menegaskan hopotesis X yang tidak dijaga, dalam hal ini adalah (kromosom) Z yang tidak dijaga.
”Dalam spesies di mana jantan heterogenik (XY), betina hidup hampir 21 persen lebih lama daripada jantan. Tetapi, dalam spesies burung, kupu-kupu, dan ngengat, di mana betina heterogametik (ZW), jantan hanya hidup lebih lama 7 persen dari betina,” kata Xirocostas.