Penyebaran virus korona baru yang sangat masif membuat sejumlah negara keteteran mengendalikannya. Apa yang dilakukan Pemerintah China dan Singapura bisa ditiru.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
Tidak ada satu negara pun yang betul-betul siap menghadapi penyebaran virus korona baru yang merupakan ”peristiwa terbesar” abad ini. Meski demikian, langkah China dan Singapura bisa dicontoh dalam melacak penularan virus yang menyebabkan penyakit Covid-19.
”Tidak ada cara yang bisa sama persis dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan virus SARS-CoV-2. Namun, apa yang dilakukan China dan Singapura bisa ditiru, yakni menutup daerah tempat terjadi penularan dari manusia ke manusia serta aktif melacak orang-orang yang pernah kontak dekat dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19,” kata Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia, N Paranietharan.
”Ini seperti peristiwa flu spanyol pada abad lalu. Semua berlangsung sangat cepat. Namun, dengan berjalannya waktu, kita bisa menanggulangi dengan lebih baik,” kata Paranietharan dalam Forum Diskusi Covid-19 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan bersama WHO di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Tidak ada cara yang bisa sama persis dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan virus SARS-CoV-2. Namun, apa yang dilakukan China dan Singapura bisa ditiru.
Ia memberi contoh apa yang terjadi di Italia, Korea Selatan, dan Iran. Di negara-negara itu, kasus bertambah sangat cepat dari hitungan jari menjadi ribuan kasus hanya dalam 10-14 hari.
Untuk Indonesia, pengendalian tidak mudah mengingat negaranya luas dan penduduk amat banyak. Namun, apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia saat ini dinilai sudah di jalur yang benar, yakni membuat protokol penanganan, melacak kontak dekat dengan penderita Covid-19, melacak orang-orang yang mengalami gejala Covid-19, dan memeriksa spesimen mereka dengan mengerahkan sejumlah laboratorium di daerah.
10 laboratorium
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, yang juga juru bicara penanganan virus korona, mengemukakan sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah setelah ditemukan kasus Covid-19 di Indonesia.
Pemerintah melacak kontak dekat dengan orang yang positif Covid-19. Pemerintah juga melaksanakan cegah tangkal warga dari negara yang ada kasus penularan dari manusia ke manusia. Bagi warga negara Indonesia yang pulang dari negara itu, pemantauan dilakukan hingga terbukti negatif Covid-19.
Pemerintah juga mengecek ulang kesiapan rumah sakit rujukan penyakit infeksi emerging. ”Ada beberapa yang masih siap, ada yang tidak siap. Penyebabnya antara lain SOP (prosedur standar operasi) hilang atau belum diperbarui, tenaga medis pensiun atau pindah, sehingga perlu dilakukan pelatihan kembali. Peralatan juga ada yang perlu diperbaiki, misalnya jika pompa vakum ruang isolasi tidak berfungsi,” katanya.
Selain itu, jika selama ini pengujian spesimen untuk mendeteksi Covid-19 dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, kini tugas itu disebar ke 10 daerah. Ada empat Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP), yakni di DKI Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Banjarbaru, mampu melaksanakan pemeriksaan dengan polymerase chain reaction.
Enam Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) di Batam, Medan, Palembang, Makassar, Manado, dan Ambon juga menjadi lokasi pengujian spesimen untuk mendeteksi Covid-19. Petugasnya disupervisi staf Balitbangkes. ”Tujuannya, mempercepat dan memudahkan pemeriksaan spesimen dari berbagai daerah. Tidak harus dikirim ke Jakarta,” kata Yurianto.
Menjawab pertanyaan wartawan, Paranietharan menyatakan tidak perlu dipertanyakan apakah selama ini penanganan virus korona di Indonesia sudah baik atau tidak. Tugas WHO memberi saran dan bantuan teknis untuk melaksanakan hal itu. ”Saat ini semua bekerja keras dalam upaya menangani dan mengendalikan penyebaran virus. Itu yang terpenting,” ujarnya.
Menurut Paranietharan, dalam waktu dekat bisa jadi ditemukan sejumlah kasus dari hasil pelacakan. ”Pasti tidak berhenti pada dua kasus yang ada,” katanya. Namun, berapa jumlahnya dan sejauh mana penyebaran virus belum bisa diketahui saat ini.
Gejala ringan
Selama ini, Paranietharan mengatakan, dari kasus Covid-19 yang didiagnosis, 80 persen menunjukkan gejala ringan/sedang, 15 persen memperlihatkan gejala berat/parah, dan 5 persen kritis. Sebanyak 10-15 persen kasus ringan/sedang menjadi parah, sedangkan 15-20 persen kasus parah menjadi kritis.
Kasus Covid-19 jarang terjadi pada anak-anak. Kalaupun ada, gejalanya ringan. Umumnya yang kritis dan akhirnya meninggal adalah penderita berusia di atas 60 tahun yang memiliki masalah kesehatan, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, gangguan jantung, ataupun gangguan pernapasan.
Gejala umumnya berupa batuk (67,8 persen), demam (43,8 persen), letih lesu (38,1 persen), mengeluarkan dahak (33,7 persen), kesulitan bernapas (18,7 persen), nyeri dan ngilu (myalgia) (14,9 persen), dan penurunan jumlah darah putih (83,2 persen).
Paranietharan menegaskan, virus korona tidak menular lewat udara, tetapi ditularkan lewat percikan cairan dari batuk, bersin atau ludah saat penderita berbicara. Saat ini rute penularan terus diteliti karena tidak semua orang terinfeksi menularkan virus tersebut.