Meski sangat menular pada babi, virus demam babi afrika (ASF) bukan ancaman bagi kesehatan manusia. Daging babi aman dikonsumsi, sedangkan antraks bisa menular. Karena itu, daging yang tercemar bakteri harus dimusnahkan.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·3 menit baca
Sejak ramai diberitakan adanya kematian massal babi akibat demam babi afrika (African Swine Fever/ASF), sebagian masyarakat menjadi khawatir mengonsumsi daging babi. Bahkan, ada pemerintah daerah yang mengimbau warganya untuk tidak mengonsumsi olahan daging babi.
Laman Pusat Keamanan Pangan Pemerintah Wilayah Administrasi Khusus Hongkong maupun Departemen Pertanian Amerika Serikat menegaskan, virus ASF tidak terkait dengan keamanan pangan. Meski sangat menular pada babi, ASF bukan ancaman bagi kesehatan manusia karena bukan penyakit zoonotik (ditularkan oleh hewan). Oleh karena itu, daging babi aman dikonsumsi, namun harus dimasak matang agar tidak terbawa kuman penyebab penyakit lain.
Virus ASF dari famili Asfarviridae hanya bisa menempel dan masuk sel babi, tidak pada sel manusia.
Penyakit ini diidentifikasi di Kenya tahun 1920an. Menurut Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), wabah ASF pernah dilaporkan di sejumlah negara di Afrika, Eropa, Amerika Selatan dan Karibia. Sejak 2007, wabah penyakit ini juga merambah ke Asia.
Virus memiliki protein permukaan yang hanya bisa berikatan dengan sel inang untuk masuk dan bereplikasi. Makhluk dari spesies berbeda memiliki protein berbeda di permukaan sel. Virus ASF dari famili Asfarviridae ini hanya bisa menempel dan masuk sel babi, tidak pada sel manusia. Sejak penemuan virus ASF, sampai saat ini belum ada bukti terjadi mutasi sehingga virus bisa menular ke manusia.
Penyakit ini menular lewat kontak langsung maupun tidak langsung di antara babi dengan masa inkubasi 4-19 hari. Virus menular melalui cairan tubuh, baik air liur, air mata, cairan hidung, urin, dan tinja. Virus bisa bertahan hidup pada kotoran, bangkai, daging, dan produk olahan babi dalam waktu lama. Meski demikian, virus bisa diinaktifkan dengan pemanasan 70 derajat celcius selama 30 menit.
Sejauh ini belum ada obat maupun vaksin untuk penyakit ini. Oleh karena itu, ASF masih menjadi ancaman bagi peternakan babi.
Antraks
Berbeda dengan ASF, antraks adalah penyakit yang bisa ditularkan ke manusia. Menurut laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Kantor Regional Eropa, penyakit akibat spora bakteri gram positif berbentuk batang yang dikenal sebagai Bacillus anthracis ini terjadi pada hewan ternak, seperti sapi, kambing, dan domba.
Penyakit ini ada di sebagian besar wilayah dunia. Spora antraks bisa tidak aktif (dorman) di dalam tanah dalam waktu lama dan naik ke permukaan saat terjadi hujan deras, banjir, atau tanah longsor. Penyakit muncul ketika spora bakteri termakan ternak saat merumput.
Antraks menular lewat spora yang termakan, terhirup atau masuk lewat luka di kulit. Hewan bisa tertular lewat gigitan serangga atau pakan yang tercemar bakteri, sedangkan manusia bisa tertular di peternakan, tempat penyembelihan maupun saat menangani produk hewan (daging, darah, wol, kulit, tulang) yang tercemar bakteri. Bacillus anthracis juga merupakan agen potensial senjata biologi.
Gejala tertular antraks lewat kulit berupa sakit kepala, nyeri otot, demam dan muntah. Jika termakan daging mengandung bakteri, gejalanya seperti keracunan makanan namun lebih hebat, yakni sakit perut, muntah darah dan diare hebat.
Bentuk penularan paling parah namun jarang adalah terhirup spora bakteri yang mengakibatkan gejala seperti batuk pilek yang secara cepat menyebabkan kesulitan bernapas parah dan syok. Spora yang terhirup umumnya berasal dari cemaran pada wol, bulu, dan kulit binatang yang terinfeksi.
Oleh karena bakteri memproduksi racun yang mematikan, daging ternak yang sakit, berperilaku aneh, dan mati mendadak tidak boleh dikonsumsi dan atau diolah. Seluruh bagian ternak yang mati akibat antraks harus dimusnahkan.
Jika terjadi wabah antraks dilakukan pengendalian berupa pembakaran bangkai, dekontaminasi kandang, serta vaksinasi pada ternak yang belum divaksin. Bangkai tak boleh dibiarkan terbuka, karena paparan oksigen memberi kesempatan bakteri membentuk spora.
Kabar baiknya, sudah ada vaksin antraks bagi ternak maupun manusia. Vaksinasi pada ternak akan melindungi kesehatan manusia, sedangkan manusia yang perlu divaksin adalah mereka yang berisiko terpapar bakteri dalam kehidupan sehari-hari.