DPR: Pemerintah Gagal Memanajemen Komunikasi tentang Penanganan Korona
Salah satu bentuk kegagalan pemerintah adalah manajemen komunikasi dalam menghadapi penyebaran virus korona baru ini adalah pada proses karantina warga negara Indonesia dari Wuhan, China, di Natuna, Kepulauan Riau.
Oleh
dionisia arlinta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat menilai pemerintah gagal memanajemen komunikasi tentang penanganan penyebaran virus korona jenis baru. Untuk itu, komunikasi dan koordinasi lintas kementerian dan lembaga perlu dibenahi dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi penyebaran virus korona baru.
Tujuannya adalah meminimalisasi informasi yang simpang siur. Selain itu, koordinasi ini penting agar rencana yang disiapkan bisa dijalankan dengan baik oleh seluruh sektor, mulai dari pemerintah pusat sampai daerah.
Anggota Komis IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Kurniasih Mufidayati, Senin (3/1/2020), mengatakan, komunikasi dan sosialisasi dari pemerintah terkait upaya menghadapi virus korona baru masih sangat minim. Salah satunya terkait proses penjemputan warga negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, China, ke Indonesia.
SOP (standar operasional prosedur) yang seharusnya dijalankan dalam evakuasi sesuai aturan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) perlu dijelaskan secara detail.
"Hal itu mulai dari penjempuatan sampai misalnya sampai ditemukan pasien suspect (dicurigai terinfeksi). Edukasi dan sosialisasi yang minim justru memberikan kecemasan dan kekhawatiran di masyarakat,” kata dia dalam rapat kerja bersama Kementerian Kesehatan terkait upaya pencegahan penularan virus korona jenis di Jakarta.
Hal serupa juga disampaikan Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Muhamad Nabil Harun. Pembenahan manajemen komunikasi mutlak diperlukan oleh pemerintah. Dengan begitu, pemerintah dari lintas sektor tidak gagal menjalankan manajemen kebencanaan, baik bencana alam ataupun non-alam.
Salah satu bentuk kegagalan manajemen komunikasi dalam menghadapi penyebaran virus korona baru ini adalah pada proses karantina WNI di Natuna. Ketika pemerintah pusat mengumumkan pemilihan Natuna sebagai pusat karantina, sebagian besar masyarakat setempat, bahkan kepala daerah, dan DPRD menolak keputusan itu.
“Tandanya pemerintah daerah juga tokoh masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses keputusan pemilihan lokasi karantina tersebut. Padahal, jika dilibatkan sejak awal dengan pengertian yang tepat, proses ini bisa jauh lebih lancar,” kata Harun.
Salah satu bentuk kegagalan manajemen komunikasi dalam menghadapi penyebaran virus korona baru ini adalah pada proses karantina WNI di Natuna.
Menanggapi hal itu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan, akan terus memperbaiki komunikasi dan edukasi kepada masyarakat. Ia mengaku, jika selama ini informasi dan komunikasi yang disampaikan pemerintah dihadapkan langsung dengan berita bohong terkait virus korona baru.
Pemerintah akan meningkatkan komunikasi ke masyarakat. Pemerintah juga mengakui memang komunikasi ini tidak bisa lagi disampaikan secara konservatif.
"Kerjasama dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sudah dilakukan untuk menghadapi hoaks di masyarakat,” katanya.
Terkait penolakan warga akan lokasi karantina yang dilakukan di Natuna, Terawan menuturkan, komunikasi terus dilakukan kepada kepala daerah dan tokoh masyarakat setempat. Harapannya, penjelasan yang detail dan keamanan yang ketat dari pemerintah bisa dipahami masyarakat.
Hal itu juga yang menjadi alasan Kementerian Kesehatan berkantor di Natuna sampai masa observasi selesai, sampai sekitar 14 hari. "Ini menjadi bentuk tanggung jawab kami untuk memastikan secara langsung proses observasi di lokasi karantina berjalan dengan baik,” ujarnya.
Komunikasi terus dilakukan kepada kepala daerah dan tokoh masyarakat setempat. Harapannya, penjelasan yang detail dan keamanan yang ketat dari pemerintah bisa dipahami masyarakat.
Negatif korona
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono menuturkan, pemerintah telah membuat pedoman kegiatan bagi para WNI yang menjalani karantina di Natuna. Kebutuhan logistik serta kondisi kesehatan mereka akan terus dipantau dan dipenuhi setiap hari.
“Kegiatan yang dilakukan saat ini adalah observasi bukan membatasi. Tentu di dalam tatanan observasi, kami tetap memerhatikan mekanisme penularan yang mungkin terjadi. Tempat observasi pun kita desain menjadi tiga bagian sehingga kekhawatiran masyarakat akan potensi penularan virus tidak terjadi,” katanya.
Kementerian Kesehatan mencatat, jumlah orang yang kini mengikuti proses observasi di Natuna sebanyak 285 orang. Sebanyak 238 WNI yang sebelumnya berada di Wuhan, 5 orang tim aju (advance), serta 42 orang yang tergabung dalam tim penjemput evakuasi. Dari jumlah itu, tercatatat sebanyak 127 laki-laki dan 158 perempuan dengan tiga diantaranya anak-anak dan satu ibu hamil.
Sampai saat ini tidak ada masyarakat di Indonesia yang tertular virus korona baru.
Anung menegaskan, sampai saat ini tidak ada masyarakat di Indonesia yang tertular virus korona baru. Hasil pemeriksaan laboratorium dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) belum ada konfirmasi kasus positif.
"Dari 34 sampel yang diterima oleh Balitbangkes, hasilnya semua negatif. Jumlah sampel tersebut tujuh diantaranya adalah warga negara asing dan 27 sampel warga Indonesia," ujarnya.