Terapi sel punca diyakini akan menjadi tren di masa depan. Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan, terapi ini menunjukkan hasil menjanjikan. Namun, terapi sel punca belum menjadi layanan terstandar.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
DOKUMENTASI UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) SEL PUNCA RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO
Tim dari Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sedang melakukan penelitian terkait sel punca di di Gedung UPT Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Terapi sel punca diyakini akan menjadi tren di masa depan. Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan, terapi ini menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan. Meski begitu, sel punca kini masih dalam tahap penelitian dan belum menjadi layanan standar.
Oleh karena itu, penggunaannya tidak bisa sembarangan dan terbatas hanya untuk riset berbasis layanan terapi. Layanan ini pun baru bisa dilakukan di rumah sakit pusat pengembangan sel punca ataupun rumah sakit yang secara resmi menjadi binaan yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2014 tentang Penetapan Rumah Sakit Pusat Pengembangan Pelayanan Medis, Penelitian, dan Pendidikan Bank Jaringan dan Sel Punca, terdapat dua rumah sakit yang ditetapkan sebagai pusat pengembangan sel punca. Dua rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo, Surabaya.
Sementara rumah sakit binaan yang dipilih meliputi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Djamil Padang, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, RSUP Hasan Sadikin Bandung, RSUP Sardjito Yogyakarta, dan RSU Fatmawati Jakarta. Rumah sakit binaan lainnya adalah RS Kanker Dharmais Jakarta, RSUP Kariadi Semarang, RSUP Sanglah Denpasar, dan RSU Persahabatan Jakarta.
”Sel punca masih digunakan untuk penelitian berbasis pelayanan terapi. Jadi, pasien yang mendapat layanan terapi merupakan subyek riset. Saat ini Komite Nasional Sel Punca masih menyusun standar pelayanan terapi sel punca agar bisa ditetapkan menteri kesehatan sebagai layanan terstandar,” kata Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia Ismail Hadisoebroto Dilogo yang juga Ketua Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Sel Punca RSCM di Jakarta, Selasa (14/1/2020).
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia Ismail Hadisoebroto Dilogo
Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca ataupun Sel, layanan terapi terstandar bisa dilakukan di RS dan klinik utama yang memenuhi syarat dalam kebijakan pemerintah. Karena standar pelayanan terapi sel punca belum ditetapkan pemerintah, layanan ini belum bisa dilakukan di Indonesia.
Sel punca masih digunakan untuk riset berbasis pelayanan terapi. Jadi, pasien yang mendapat layanan terapi merupakan subyek riset. Saat ini, Komite Nasional Sel Punca menyusun standar terapi sel punca.
Untuk itu, Ismail memaparkan, kemungkinan besar klinik yang saat ini menawarkan layanan terapi sel punca termasuk ilegal. Karena itu, masyarakat diimbau agar lebih waspada karena jika sel punca diberikan secara sembarangan dan keamanannya tidak terjamin bisa bahaya bagi kesehatan.
”Dari laporan yang dihimpun secara global, terapi sel punca yang tidak aman bisa menimbulkan berbagai ancaman kesehatan, mulai dari infeksi, autoimun, kebutaan, penyakit kardiovaskular, hingga kematian,” katanya.
Sel punca atau yang dikenal sebagai stem cell merupakan sel induk yang belum terdiferensiasi menjadi sel matang di tubuh. Sel ini belum memiliki fungsi khusus sehingga dapat memperbarui dan membelah menjadi sel serupa ataupun sel yang berbeda, bergantung pada lingkungannya.
Ada dua jenis sel punca, yakni sel punca dari tubuh pasien sendiri (autologous) dan sel punca dari orang lain (allogenic). Sel punca bisa bersumber dari sumsum tulang, darah perifer, darah tali pusat, tali pusat, serta jaringan lemak dan kulit.
Ismail menambahkan, sel punca bisa digunakan sebagai terapi untuk penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan pengobatan komersial (no option treatment). Setidaknya ada 10 penyakit yang bisa diterapi dengan sel punca, antara lain, serangan jantung akut, gagal jantung yang sulit disembuhkan, patah tulang gagal sambung, patah tulang panjang dengan defek tulang kritis, radang sendi lutut, pembuluh darah perifer pada penyandang diabetes, dan stroke.
Praktik ilegal
Kewaspadaan terhadap terapi sel punca ilegal kian relevan setelah polisi menemukan layanan terapi sel punca tanpa izin praktik di tempat pelayanan kesehatan Hubsch Clinic, Jalan Kemang Selatan VIII, Jakarta Selatan. Polisi mendapat informasi bahwa klinik ini melayani praktik kedokteran secara ilegal dengan modus penyuntikan sel punca tanpa izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sel punca yang didapatkan secara impor dari Jepang pun tak memiliki izin. Dokter yang melakukan layanan juga tak kompeten. Setelah melakukan penyelidikan dan berkooordinasi dengan Kemenkes serta BPOM, polisi menyebutkan praktik yang sudah beroperasi selama tiga tahun itu ilegal (Kompas, 13/1/2020).
ISTIMEWA
Polisi memasang garis polisi di Hubsch Clinic, Jalan Kemang Selatan VIII, Jakarta Selatan, Sabtu (11/1/2020). Klinik tersebut melakukan pengobatan sel punca (stem cell) secara ilegal.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito memastikan belum ada produk sel punca impor yang didaftarkan dan mendapat izin edar dari BPOM. Karena itu, masyarakat patut curiga jika ada produk sel punca impor yang ditawarkan. Apabila menemukan produk itu, disarankan untuk segera melapor ke BPOM.
Saat ini baru ada satu produk metabolit sel punca yang sudah memiliki izin edar yang diproduksi di Indonesia, yakni produk PUA-Skin untuk regenerasi kulit wajah. Produk PUA-Skin diproduksi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga dan didaftarkan oleh PT Phapros Indonesia.
Rumah sakit atau klinik yang melakukan kegiatan pelayanan dan pengolahan sel punca pun harus mendapat persetujuan izin operasional dari Kementerian Kesehatan. Sarana pengolahan sel punca juga harus mengikuti cara pembuatan obat yang baik (CPOB) untuk mendapat sertifikasi dari BPOM. Adapun instansi ataupun lembaga yang mendapat sertifikasi CPOB dari Badan POM adalah PT Bifarma Adiluhung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga, dan UPT Teknologi Kedokteran Sel Punca RSCM-FKUI.
”Badan POM mengimbau agar warga hati-hati memilih fasilitas kesehatan dan produk kesehatan yang akan digunakan. Konsultasi dengan dokter yang punya kompetensi dan pastikan produk yang dipakai memiliki izin edar agar khasiat, keamanan, dan mutunya terjamin,” kata Penny.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Agus Hadian Rahim mengatakan, praktik layanan terapi sel punca telah diatur untuk memastikan layanan yang diterima pasien aman dan sesuai standar. ”Pengawasan terus dilakukan. Komite Nasional Sel Punca juga turut membina rumah sakit yang ditetapkan pemerintah serta mengawasi pelayanan yang diberikan,” ucapnya.