Penelitian Sel Punca di Indonesia Makin Menjanjikan
Pusat Produksi Sel Punca dan Produk Metabolit Nasional telah resmi mendapatkan izin produksi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Diharapkan, penelitian sel punca di Indonesia semakin berkembang untuk berbagai manfaat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pusat Produksi Sel Punca dan Produk Metabolit Nasional telah resmi mendapatkan izin produksi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dengan demikian, pusat penelitian ini diharapkan mampu memproduksi sel punca yang teregistrasi dan dapat dikomersialisasikan secara luas.
Pusat Produksi Sel Punca dan Produk Metabolit Nasional merupakan bentuk kerja sama antara Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dan PT Kimia Farma (Persero). Fasilitas ini didirikan untuk menyediakan kebutuhan masyarakat terhadap pengobatan sel punca dan produk metabolit yang lebih terjangkau di Tanah Air.
Menteri Riset Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro menuturkan, pendirian Pusat Produksi Sel Punca Nasional merupakan hasil nyata dari kolaborasi antarsektor dalam pengembangan riset dan penelitian di Indonesia. Hasil riset tidak lagi hanya sebatas publikasi, melainkan perlu juga didorong hingga komersialisasi.
”Pendirian pusat sel punca nasional yang sebelumnya mendapatkan hibah dari Kemenristek dan Dikti di masa lalu ternyata sekarang mampu dihilirisasi menjadi suatu produk yang dikomersialkan dan bermanfaat untuk masyarakat. Jadi ini adalah hasil ideal yang memang diharapkan dalam inovasi industri di Indonesia,” ujarnya di sela-sela acara peresmian Pusat Produksi Sel Punca dan Produk Metabolit Nasional di Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Bambang berharap, setelah pusat produksi sel punca ini mendapatkan izin produksi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), penelitian yang dihasilkan bisa semakin berkembang untuk mengatasi penyakit berat yang selama ini sulit diatasi. Fasilitas Pusat Produksi Sel Punca Nasional telah menerima Surat Persetujuan Penggunaan Fasilitas Produksi dari BPOM pada Jumat (13/12/2019).
Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti menuturkan, penelitian sel punca pertama kali dilakukan oleh FKUI-RSCM sejak 2008. Hingga saat ini, penelitian berbasis pelayanan terkait terapi sel punca antara lain dilakukan pada kasus patah tulang gagal sambung, kerusakan tulang panjang, kerusakan tulang belakang, kelumpuhan akibat cedera saraf tulang belakang, dan luka bakar yang dalam dan luas.
Setidaknya penelitian ini telah melibatkan 30 dokter subspesialistik dari berbagai ilmu kedokteran dan lebih dari 300 pasien yang dilakukan terapi sel punca. Adapun pembiayaan untuk penelitian ini menggunakan dana hibah dari berbagai sumber dengan total Rp 36 miliar.
”Penelitian ini juga telah mendapatkan perhatian hingga luar negeri. Korea saat ini telah mempersiapkan 12 orang mantan atlet yang mengalami cedera untuk dilakukan terapi sel punca di RSCM,” tuturnya.
Ketua Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Sel Punca RSCM yang juga Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia, Ismail Hadisoebroto Dilogo, menambahkan, panduan praktik klinis terapi sel punca telah diajukan ke Kementerian Kesehatan. Ada 10 jenis penyakit di bidang ortopedi dan 18 penyakit di bidang bedah plastik yang panduan praktik klinisnya menunggu persetujuan dari Menteri Kesehatan.
Panduan praktik klinik (PPK) dalam terapi sel punca itu bertujuan untuk menjamin mutu dan kualtias pelayanan yang diberikan. Selain itu, panduan ini juga untuk menghindari intervensi yang tidak perlu dan meminimalkan risiko yang ditimbulkan dalam terapi.
”Kami harap panduan praktik klinis yang telah diajukan bisa segera mendapat persetujuan Menkes sehingga ketika izin edar produk sel punca sudah keluar bisa segera dimanfaatkan dan digunakan oleh masyarakat luas,” tuturnya.