Perlindungan Sosial Idealnya Mampu Tingkatkan Pendapatan
Indonesia harus memperkuat struktur perekonomian domestik di tengah ketidakpastian global. Karena itu, sistem perlindungan sosial yang modern, inklusif, dan efisien diperlukan untuk melindungi modal manusia.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program perlindungan sosial yang modern, inklusif, dan efisien akan mengakselerasi perbaikan indeks pembangunan manusia. Orientasi program bukan sekadar pemberian akses layanan dasar, tetapi peningkatan pendapatan per kapita masyarakat.
Bank Dunia merekomendasikan Indonesia untuk membangun dan memperluas cakupan sistem perlindungan sosial. Ke depan program perlindungan sosial menitikberatkan pada modal manusia dalam rangka peningkatan keahlian dan penciptaan angkatan kerja kelas dunia.
”Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2018 ada perbaikan, tetapi belum cukup. Investasi modal manusia bukan hanya memberikan akses layanan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan, tetapi membangun sistem perlindungan sosial yang inklusif dan efisien,” kata World Bank Acting Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste Rolande Pryce di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dalam Laporan Indeks Pembangunan Manusia UNDP, yang dirilis Selasa (10/12/2019), menempatkan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2018 dalam kategori tinggi. Nilai IPM Indonesia pada 2018 mencapai 0,707, naik dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 0,694.
Sebuah negara dikelompokkan dalam IPM tinggi jika nilainya minimal 0,700. Laporan UNDP menjelaskan, kenaikan IPM Indonesia lebih dipengaruhi perbaikan akses layanan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan.
IPM Indonesia pada 2018 menempati peringkat ke-111 dari 189 negara, naik lima peringkat ketimbang 2017. Namun, negara dengan urutan peringkat ke-100 hingga ke-120 sejatinya tidak memiliki perbedaan signifikan.
Pryce mengatakan, Indonesia harus memperkuat struktur perekonomian domestik di tengah ketidakpastian global. Karena itu, sistem perlindungan sosial yang modern, inklusif, dan efisien diperlukan untuk melindungi modal manusia. Tujuannya agar pertumbuhan ekonomi tetap berkelanjutan dan merata.
World Bank Lead Economist untuk Indonesia Frederico Gil Sander menuturkan, selama ini program perlindungan sosial di Indonesia masih sebatas mengurangi beban pengeluaran penduduk miskin, terutama untuk pendidikan dan kesehatan. Padahal, jaminan perlindungan sosial ke depan harus bisa meningkatkan pendapatan per kapita.
Untuk itu, program perlindungan sosial yang ada perlu diperbaiki. Seluruh penduduk Indonesia idealnya dapat mengakses jaminan perlindungan sosial minimum. Saat ini, cakupan program perlindungan sosial hanya untuk 10-20 penduduk termiskin.
Pemerintah dapat merumuskan jaminan perlindungan sosial minimum, antara lain, dengan mengintegrasikan program Keluarga Harapan dan Program Indonesia Pintar, meningkatkan cakupan penerima perlindungan sosial dengan kriteria manfaat yang berbeda sesuai dengan kemampuan ekonomi, serta mempeluas program untuk disabilitas.
”Sistem perlindungan sosial penting bagi Indonesia untuk menciptakan dan melindungi modal manusia berkelas dunia,” kata Sander.
Sander menambahkan, alokasi belanja untuk sistem perlindungan sosial modern di Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara anggota OECD, yakni hanya 0,6 persen produk domestik bruto (PDB) tahun 2019. Sistem perlindungan sosial modern ini mencakup insentif untuk angkatan kerja dan jaminan pensiun.
Adapun alokasi belanja perlindungan sosial Korea Selatan sebesar 4,1 persen dari PDB, China (4,3 persen), Israel (6,8 persen), Irlandia (6,9 persen), dan Australia (7,1 persen).
Meningkatkan pendapatan
Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pungky Sumadi, yang dihubungi pada Rabu, mengatakan, peningkatan IPM 2018 dimotori oleh perbaikan akses layanan dasar kesehatan dan pendidikan. Hal itu tecermin dalam perbaikan angka harapan hidup dan lama sekolah.
Adapun peningkatan pendapatan per kapita untuk mengakselerasi perbaikan IPM Indonesia akan diprioritaskan dalam lima tahun ke depan. Pendapatan per kapita akan ditingkatkan dari aspek daya saing industri dan kualitas tenaga kerja. Kedua aspek itu harus berjalan beriringan sehingga pendapatan per kapita meningkat bertahap.
”Peningkatan pendapatan per kapita harus dilakukan dari tataran makro dan mikro. Reformasi keduanya dilakukan bersamaan dalam lima tahun mendatang,” kata Pungky.
Dari aspek industri, ada lima sektor prioritas yang didorong untuk mengimplementasikan Revolusi Industri 4.0, yaitu tekstil dan pakaian jadi, makanan dan minuman, kimia dasar, elektronik, serta otomotif. Selain itu, pemerintah memprioritaskan sektor pariwisata, infrastruktur, dan pertanian modern. Pemerintah sedang memperbaiki iklim usaha di sektor-sektor itu.
Pungky menambahkan, sembari memperbaiki iklim usaha di sektor prioritas, pemerintah meningkatkan keahlian tenaga kerja vokasi. Indonesia akan mereformasi strategi pemelajaran pelatihan pendidikan vokasi dan teknik (TVET). Keahlian vokasi akan disesuaikan dengan kebutuhan sektor prioritas.