Sebagian besar pasien dengan kanker paru jenis ALK positif ditemui sudah pada stadium lanjut.... Penyakit ini juga lebih banyak ditemui pada orang yang bukan perokok.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Layanan tes untuk diagnosis kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil atau NSCLC ALK positif masih terbatas di Indonesia. Padahal, dengan diagnosis yang tepat, terapi target yang dibutuhkan pasien bisa lebih cepat diberikan. Hal ini penting karena kanker paru jenis ALK positif memiliki sifat lebih agresif daripada jenis NSCLC lainnya.
Dokter spesialis patologi anatomi Rumah Sakit Kanker Dharmais, Evlina Suzanna Sinuraya, menuturkan, deteksi adanya fusi gen anaplastic lymphoma kinase (ALK) penting untuk dilakukan sebagai dasar terapi yang diberikan kepada pasien kanker paru. Dengan terapi target yang tepat dapat menunda perburukan lebih lama dan mampu meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan.
”Jika kemungkinan adanya mutasi ALK positif pada pasien tidak diketahui, pasien akan mendapatkan terapi kemoterapi standar yang hasilnya menjadi kurang optimal,” ujar Evlina, di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
ALK merupakan salah satu jenis mutasi onkogenik (modifikasi gen) yang terjadi pada pasien kanker paru bukan sel kecil (non small cell lung cancer/NSCLC). Kanker paru ALK positif memiliki masa perburukan yang sangat cepat, yakni sekitar tujuh bulan jika dilakukan pengobatan dengan kemoterapi. Pasien dengan jenis kanker ini tercatat hanya sekitar 2-5 persen dari populasi kanker paru di Indonesia atau berkisar 600-1.500 orang setiap tahun.
Saat ini, kata Evlina, diagnosis ALK baru bisa dilakukan di 11 rumah sakit di 10 kota di seluruh Indonesia. Rumah sakit tersebut di antaranya RS M Djamil, Padang; RS Umum Pusat H Adam Malik, Medan; RS Pusat Kanker Dharmais, Jakarta; RS Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, Jakarta; RS Umum Pusat Kariadi, Semarang; dan RS Umum Pusat Wahidin Sudirohusodo, Makassar.
Sebagian besar pasien dengan kanker paru jenis ALK positif ditemui sudah pada stadium lanjut.... Penyakit ini juga lebih banyak ditemui pada orang yang bukan perokok.
”Sebagian besar pasien dengan kanker paru jenis ALK positif ditemui sudah pada stadium lanjut karena biasanya tidak ada gejala yang berarti. Penyakit ini juga lebih banyak ditemui pada orang yang bukan perokok, berusia kurang dari 45 tahun, serta terdiagnosis mutasi negatif pada jenis EGFR dan KRAS,” tuturnya.
Dokter spesialis kanker paru dan ahli imunoterapi Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Sita Laksmi Andarini, mengatakan, layanan pemeriksaan untuk tes ALK yang masih terbatas bisa berdampak pada keterlambatan diagnosis. Selain itu, waktu antrean dan waktu pelayanan untuk pemeriksaan menjadi lebih panjang.
Meski begitu, ia menilai pelayanan yang ada di Indonesia sudah cukup baik dibandingkan dengan negara lain, seperti Filipina. ”Di Filipina belum ada pelayanan untuk tes ALK. Namun, dengan besarnya jumlah masyarakat dan luasnya wilayah Indonesia, akses untuk tes harus diperluas dan diperbanyak agar masyarakat lebih mudah mendapatkan pelayanan,” ucapnya.
Sita menyampaikan, pasien yang telah terdiagnosis memiliki kanker paru ALK positif akan mendapatkan pengobatan dengan metode terapi target. Setidaknya ada lima jenis obat yang bisa diberikan, yakni Crizotinib, Alectinib, Ceritinib, Lorlatinib, dan Brigatinip.
Obat-obat tersebut belum ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat dan berbiaya cukup tinggi.
”Deteksi dini untuk kanker paru belum ditemukan hingga saat ini. Paling baik adalah mencegah faktor risiko terjadinya kanker paru, yakni menjauhi asap rokok dan polusi udara,” katanya.