Penggunaan teknologi intravascular ultrasound atau IVUS memudahkan penanganan serangan jantung akut. Teknologi mampu melihat ukuran, panjang, derajat, serta tipe plak atau sumbatan dengan lebih akurat. Harapannya, penderita mendapatkan pelayanan terbaik selama menjalani perawatan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penggunaan teknologi intravascular ultrasound atau IVUS memudahkan penanganan serangan jantung akut. Teknologi mampu melihat ukuran, panjang, derajat, serta tipe plak atau sumbatan dengan lebih akurat. Harapannya, penderita mendapatkan pelayanan terbaik selama menjalani perawatan.
Pemasangan balon serta stent atau cincin menjadi penanganan terbaik dalam tatalaksana serangan jantung akut. Metode ini merupakan intervensi koroner perkutan primer yang perlu diberikan sebelum 12 jam paska serangan muncul. Ukuran balon dan cicin yang dipasang pun perlu akurat agar risiko terjadinya penyempitan kembali pada pembuluh darah koroner bisa dikurangi.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta, Hengkie Frankie Lasanudin pemasangan balon perlu dilakukan untuk membuka sumbatan pembuluh darah koroner. Melalui IVUS, ukuran balon ini dapat dilihat lebih akurat.
“Sayangnya, penggunaan IVUS masih rendah di Indonesia yakni di bawah 10 persen. Tidak semua rumah sakit dan fasilitas kesehatan memiliki teknologi ini karena biayanya cukup mahal. RSPP salah satu yang menyediakan teknologi ini. Penggunaan IVUS bisa mengurangi risiko restenosis (penyempitan kembali pada pembuluh darah koroner) pasca pemasangan cincin,” ujarnya di Jakarta, Kamis (1/8/2019).
IVUS merupakan alat seperti teropong yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah koroner untuk melihat anatomi koroner dalam tubuh. Setiap orang memiliki ukuran pembuluh daerah yang berbeda-beda. Untuk itulah, ukuran balon dan cincin yang dipilih perlu disesuaikan dengan ukuran pembuluh darah yang tersumbat.
Secara teknis, Hengkie menjelaskan, upaya membuka sumbatan pada aliran darah arteri koroner perlu didahului dengan upaya diagnostik melalui metode kateterisasi jantung. Apabila hasil diagnostik menunjukkan adanya serang jantung akut, pemasangan cincin jantung harus segera diberikan setelah penyedotan sumbatan dilakukan. Pemasangan cincin dilakukan dengan alat yang disebut balon dan harus dipasang sebelum 12 jam setelah serangan terjadi.
“Dua belas jam adalah waktu maksimal untuk tatalaksana pasien serangan jantung. Pada 4 jam pertama, fungsi otot jantung sudah berkurang sekitar 60 persen. Penurunan ini terus berlangsung pada 4 sampai 12 jam berikutnya. Untuk itu, deteksi dan penanganan awal menjadi penting agar kualitas hidup pasien bisa dijaga,” ucapnya.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah RSPP Jakarta Hermawan menyampaikan, selain masalah waktu, tatakelola kegawatdaruratan jantung juga berpengaruh pada risiko komplikasi yang bisa ditimbulkan. Jika tidak segera ditangani, risiko gagal jantung dan gangguan irama jantung (aritmia) bisa meningkat.
“Apabila mengalami gejala serangan jantung, s egera datang ke rumah sakit dan lakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram untuk merekam aktivitas kelistrikan jantung). Gejala itu, seperti nyeri dada dibagian kiri atau tengah atau nyeri pada ulu hati. Rasa nyeri yang dirasakan seperti ditekan dan dihimpit benda berat serta terasa menjalar hingga lengan kiri, punggung, baru, dan rahang. Biasanya, serangan muncul disertai sesak napas, dada berdebar, mual, dan muntah,” ujarnya.
Meski begitu, Hermawan menekankan, pencegahan penyakit jantung jauh lebih penting daripada upaya pengobatan apapun.Faktor risiko yang dimiliki harus dikelola dengan baik, seperti adanya diabetes, darah tinggi, kolesterol, dan kebiasaan merokok. Pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh (MCU) harus dilakukan rutin, setidaknya mulai usia 35 tahun. Pola hidup masyarakat yang tidak sehat semakin meningkatkan risiko penyakit jantung yang dialami.