JAKARTA, KOMPAS— Beberapa indikasi gangguan kesuburan kerap diabaikan oleh sejumlah pasangan menikah. Padahal, penting untuk mengenali indikasi tersebut dari awal sehingga kesempatan memiliki anak lebih tinggi.
Gangguan kesuburan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, faktor suami, faktor istri, atau kombinasi keduanya. Faktor istri meliputi gangguan pematangan sel telur, sumbatan saluran telur atau gangguan pada rahim dan indung telur. Sedangkan yang termasuk dalam faktor pria adalah sperma.
“Siklus menstruasi yang tidak teratur dan nyeri saat haid patut diwaspadai,” kata Beeleonie, dokter spesialis kandungan dalam acara Penanganan Gangguan Kesuburan di Indonesia, di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Siklus menstruasi normal yaitu 21-35 hari. Jika tidak sesuai, maka perlu segera diperiksakan ke dokter untuk mengetahui adanya gangguan kesuburan atau bukan.
Lebih jauh Beeleonie menyebutkan, pasangan yang berhubungan seksual teratur selama satu tahun tanpa memakai alat kontrasepsi tetapi belum memiliki momongan dapat diindikasikan adanya gangguan kesuburan atau infertilitas. Pada umumnya, 75 persen pasangan hamil pada enam bulan pertama usia menikah.
Pada pasangan yang merencanakan menunda kehamilan sebaiknya juga memperhatikan usia. Usia biologis merefleksikan kuantitas dan kualitas sel telur yang dimiliki perempuan. Kerap didapatkan usia biologis lebih cepat menua dibanding usia kronologis. Penurunan itu dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu, genetik, adanya penyakit tertentu, kemoterapi, gaya hidup, dan paparan zat kimia.
“Idealnya penundaan kehamilan haruslah ditempatkan dalam kerangka perencanaan keluarga, khususnya perencanaan reproduksi keluarga,” ujar Yassin YM, dokter spesialis kandungan di Smart-IVF.
Tantangan
Menurut Beeleonie, penanganan infertilitas tidak mudah dan relatif mahal. Para pasangan harus bersabar mengikuti prosedurnya. Salah satu cara untuk mendapatkan kehamilan pada pasangan yang mengalami gangguan kesuburan adalah dengan mempertemukan sperma dan sel telur di luar tubuh manusia. Misalnya, program bayi tabung atau in vitro fertilization.
Ketua Perhimpunan Fertilitas In Vitro Indonesia (Perfitri) Budi Wiweko menyebutkan, beberapa tantangan dalam menangani gangguan kesuburan di Indonesia antara lain, keterbatasan akses untuk mendapatkan pelayanan fertilitas dan harga pelayanan yang kompetitif. Serta, pola pikir pasangan yang belum menganggap infertilitas sebagai masalah penting.
“Peralatan medis yang dibutuhkan dalam tindakan pelayanan bayi tabung tidak dapat dikatakan murah. Namun, hal ini dapat dicarikan solusinya yaitu dengan menjalin kerja sama dengan institusi lain yang memiliki kesamaan visi,” kata Wiweko.
Laporan Perfitri tahun 2017, ada total 32 klinik bayi tabung di seluruh Indonesia. Sebanyak 9.122 siklus bayi tabung yang dilakukan di tahun itu dan 2.467 siklus yang menghasilkan kehamilan. (MELATI MEWANGI)