Revisi UU Narkotika Perlu Menitikberatkan Pendekatan Kesehatan
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
ERIKA KURNIA UNTUK KOMPAS
Diskusi publik bertajuk "Upaya Dekriminalisasi Pengguna Narkoba sebagai Bagian dari Perlindungan Kesehatan", di Jakarta, Rabu (12/12/2018).
JAKARTA, KOMPAS - Sekitar 15.000 pengguna narkoba di Indonesia meninggal setiap tahun, menurut data Badan Narkotika Nasional 2017. Upaya perlindungan kesehatan bagi pengguna atau pecandu narkoba masih terkendala peraturan yang mendukung kriminalisasi, seperti Revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang tengah disusun pemerintah.
Undang-Undang Narkotika yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2018 direvisi untuk menekan peredaran narkoba dengan pendekatan berbeda. Sejumlah pihak yang hadir dalam diskusi publik "Upaya Dekriminalisasi Pengguna Narkoba sebagai Bagian dari Perlindungan Kesehatan", di Jakarta, Rabu (12/12/2018), berharap revisi tersebut lebih menguatkan pendekatan kesehatan untuk mencegah kriminalisasi atau dekriminalisasi pengguna narkoba.
Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Lutfi Rauf mengatakan, Indonesia masih cenderung menerapkan pendekatan penegakkan hukum untuk menindak pengguna narkoba. Sementara, ada jalur dekriminalisasi yang bisa dipakai untuk menekan penggunaan narkoba dan berbagai risikonya.
ERIKA KURNIA UNTUK KOMPAS
Lutfi Rauf
"Pengalaman dari berbagai negara menunjukkan, mereka yang tidak mendukung dekriminalisasi menghambat pengguna narkoba mencari pertolongan di layanan kesehatan, sehingga berakibat negatif pada peluang hidup karena ada stigmatisasi oleh publik," tuturnya.
Dekriminalisasi pengguna narkoba sukses dilakukan di Portugal. Sejak 1999, kecanduan narkoba diperlakukan lebih sebagai problem medis daripada pidana. Jumlah pencandu mati karena overdosis turun lebih dari 85 persen (Kompas, 8/3/2018). Pendekatan dekriminalisasi membuat pengguna tidak lagi takut ditangkap, mereka mampu mencegah penyakit menular, termasuk mengobati overdosis.
Sekretaris Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan (Kemkes) Fidiansyah mengatakan bahwa upaya dekriminalisasi bisa dilakukan dengan merevisi beberapa aturan di UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
ERIKA KURNIA UNTUK KOMPAS
Fidiansyah
"Revisi diharapkan bisa dilakukan pada beberapa nomenklatur, seperti penggunaan istilah penyalah guna dan korban penyalahgunaan narkoba. Lalu, agar tidak ada lagi pembatasan untuk melakukan rehabilitasi, serta mendukung penggunaan rehabilitasi berkelanjutan dengan tidak membedakan sekat-sekat kelembagaan dan kementerian," kata Fidiansyah.
Belum optimal
Menurutnya, pendekatan kesehatan yang diupayakan dalam UU Narkotika belum cukup optimal memberikan jaminan atas layanan rehabilitasi bagi pengguna atau pecandu narkoba. Hal tersebut berbanding terbalik dengan salah satu tujuan penyusunan UU Narkotika yang menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial.
Upaya rehabilitasi yang ada saat ini antara lain dilakukan Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL), yang merupakan sinergi kepolisian dengan Kemkes. Selain berdasarkan amanat UU Narkotika, IPWL juga dibentuk berdasarkan Keputusan Menkes RI Nomor 18/Menkes/SK/VII/2012. Dengan melapor ke IPWL, pecandu narkoba bisa terhindar dari jeratan hukum selain mendapatkan manfaat rehabilitasi.
Kemkes mencatat, jumlah kunjungan pasien ke IPWL terus meningkat dari 775 orang di 2011 menjadi 9.318 per September 2018. Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk layanan tersebut juga terus meningkat, dari sekitar Rp 30 juta di 2011 menjadi Rp 29 miliar pada 2018.
Upaya rehabilitasi pengguna narkoba memiliki tantangan dari segi pendanaan. Menurut Fidiansyah, rehabilitasi narkoba belum ditanggung jaminan sosial kesehatan BPJS dan asuransi kesehatan.
Sementara itu, Indonesia masih berstatus Darurat Narkotika. Hasil Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba BNN di 34 provinsi, selama setahun terakhir di 2017, sekitar 3,3 juta orang menyalahgunakan narkoba.
Prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 1,77 persen dari total penduduk Indonesia usia 10 - 59 tahun. Dari Jumlah tersebut, 57 persen di antaranya adalah pengguna pertama narkoba, 27 persen pengguna narkoba yang sering memakai, dan 16 persen pecandu berat. (ERIKA KURNIA)