JAKARTA, KOMPAS – Tidak hanya di luar ruangan, polusi udara di dalam ruangan perlu diwaspadai karena partikel kecil tak kasat mata bisa menimbulkan penyakit pada saluran pernapasan. Kebersihan ruangan perlu dijaga agar kualitas udara di dalam ruangan terjaga dengan baik.
Hal tersebut mengemuka dalam konferensi pers Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) bertajuk “Kesehatan Paru dan Pernapasan” di Jakarta, Jumat (21/9/2018). Ketua PDPI, Agus Dwi Susanto, mengatakan, yang perlu diwaspadai adalah ketika manusia menghirup partikel tak kasat mata, yakni particulate matter (PM)2,5.
“Partikel berukuran dibawah 2,5 mikron jika terhirup manusia bisa masuk ke saluran napas bawah bahkan sampai ke dalam sistem darah dan bisa merusak sel,” kata Agus.
Partikel itu bisa berasal dari asap rokok, perapian kayu, dan pendingin ruangan (AC) yang kotor. Untuk itu, disarankan masyarakat tidak merokok di dalam ruangan karena asapnya bisa terpapar ke orang lain di dalam ruangan tersebut. Memasak menggunakan kayu juga menimbulkan partikel-partikel kecil yang bisa terhirup.
Agus mengatakan, AC perlu dibersihkan secara berkala. Debu yang menempel di AC bisa berputar di dalam ruangan dan berisiko terhirup manusia. “Kalau AC tidak dibersihkan, akan ada debu menempel. Setiap hari debu itu diputar terus dan itu akan terhirup terus menerus oleh orang di dalam ruangan itu,” ujar Agus.
Dampak jangka pendek yang ditimbulkan akibat menghirup PM2,5 yakni iritasi mukosa dengan tanda mata merah, hidung berair, dan bersin-bersin. Bagi orang yang sudah menderita penyakit pernapasan, menghirup PM2,5 bisa meningkatkan penyakit tersebut. Jika terlalu lama dibiarkan, menghirup PM2,5 bisa menimbulkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Agus mengatakan, ketika menghirup PM2,5, manusia tidak merasakan sesuatu sampai akhirnya bertahun-tahun kemudian muncul penyakit. “Gangguan kesehatan sebelum ada penyakit muncul itu tidak dirasakan orang yang terdampak. Mungkin akan dirasakan dua puluh tahun lagi,” katanya.
Selain upaya pencegahan, hal yang bisa dilakukan masyarakat adalah melakukan cek kesehatan paru-paru. Berdasar penelitian Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Persahabatan tahun 2018, ada 42,3 persen petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang mengalami penurunan fungsi paru. Penelitian itu dilakukan di Jakarta Pusat Dan Jakarta Utara. Menurut penelitian itu, petugas SPBU itu tidak merasakan gejala aneh meskipun fungsi paru-parunya menurun.
Luar ruangan
Partikel udara yang ukurannya lebih kecil dari 2,5 mikron paling banyak terdapat di luar ruangan. Permasalahannya, di Indonesia belum tersedia masker yang mampu menyaring PM2,5 sedangkan di beberapa wilayah di Jakarta kadar PM2,5 cukup tinggi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menetapkan nilai ambang batas konsentrasi polusi udara PM2,5 yang diperbolehkan berada dalam udara yakni 65 mikrogram per meter kubik. Laporan BMKG menunjukkan konsentrasi PM2,5 di Kemayoran ada 71,39 mikrogram per meter kubik pukul 15.00 pada Jumat (21/9/2018).
Penghasil PM2,5 di luar ruangan antara lain asap kendaraan bermotor dan asap pabrik. Untuk itu, PDPI meminta pembuat kebijakan untuk menetapkan dan memastikan aturan udara yang bersih demi kesehatan paru-paru masyarakat. “Masyarakat harus bisa menghirup udara yang sehat karena satu-satunya organ dalam manusia yang langsung berhubungan dengan dunia luar adalah paru-paru, yakni melalui hidung,” ujar Agus.
Pengajar Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, pembenahan transportasi umum bisa membantu mengurangi polusi udara. Kebijakan ganjil-genap yang sudah dilaksanakan perlu diiringi dengan menaikkan kualitas pelayanan transportasi umum. Hal ini penting agar masyarakat merasa aman dan nyaman menggunakan transportasi umum.
“Pasalnya, hampir semua kawasan perumahan dan permukiman di kawasan daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi belum dilengkapi fasilitas transportasi umum. Kalaupun ada, jumlahnya masih sangat minim sekali,” ujar Joko ketika dihubungi Kompas. (SUCIPTO)