Kekurangan Yodium Bisa Hambat Pertumbuhan Otak Janin
Oleh
Siwi Yunita Cahyaningrum
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kekurangan yodium pada ibu hamil berdampak pada perkembangan otak janin yang tidak optimal. Untuk itu, masyarakat perlu selektif dalam memilih garam beryodium karena ada garam yang tidak memiliki standar yodium untuk dikonsumsi.
Janin butuh yodium yang cukup untuk pertumbuhan hormon kelenjar Thyroid yang berguna bagi pertumbuhan otak dan susunan saraf. National Program Officer Nutrition International, Rozy Afrial, mengatakan, dampak jangka panjang anak yang kekurangan yodium adalah gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), yakni menghambat pertumbuhan fisik dan pertumbuhan otak anak.
"Risiko paling besar yang banyak diderita masyarakat akibat tidak mengonsumsi garam beryodium adalah kemunduruan kemampuan intelektual atau keterbelakangan mental," kata Rozy, dalam diskusi "Intervensi Gizi Spesifik dalam Upaya Pencegahan Stunting" di Jakarta, Selasa (19/8/2018).
Persentase kemungkinan dampak GAKY yang dicatat Nutrition International antara lain, lemahnya keterampilan kognitif sebesar 30-70 persen, penyakit gondok 5-30 persen, dan tubuh pendek 1-10 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan terburuk akibat kekurangan yodium pada anak adalah gangguan mental. Itu berpengaruh terhadap kemampuan berpikir anak, yakni kecerdasan dan produktifitas.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2013, hanya sekitar 50 persen rumah tangga yang mengonsumsi garam beryodium. Artinya, satu dari dua ibu hamil tidak terlindungi dari GAKY. Hal tersebut juga berarti satu dari dua bayi yang lahir di Indonesia berisiko GAKY.
"Manusia mengonsumsi yodium secara ideal sebanyak 3 kilogram per tahun atau 8 miligram per hari," kata Rozy.
Oleh karena itu, masyarakat disarankan mengonsumsi garam beryodium yang Standar Nasional Indonesia (SNI). Garam beryodium SNI dikemas dengan kemasan yang memiliki logo SNI. Tidak hanya itu, masyarakat juga diimbau untuk melihat alamat produsen. Jika alamat produsen jelas, kemungkinan besar garam tersebut diproduksi oleh produsen bertanggung jawab.
Garam yang diambil dari laut sejatinya sudah beryodium, tetapi kandungan yodiumnya sedikit, antara 2-3 ppm. Garam SNI untuk dikonsumsi masyarakat Indonesia mengandung 30 ppm. Setelah mendapatkan garam dari petani, pemerintah mewajibkan industri menambah yodium sesuai SNI.
Rozy mengatakan, masyarakat bisa menguji kandungan yodium dengan cara sederhana. Pertama, parut singkong sampai halus. Hasil parutan itu diperas hingga mengeluarkan cairan. Cairan itu diteteskan ke sampel garam untuk menguji kandungan yodium. Jika cairan itu berubah warna menjadi ungu, dipastikan garam tersebut mengandung yodium.
Selain yodium, pada masa pertumbuhan, anak butuh zat gizi mikro lain seperti vitamin A dan zat besi. Jika kekurangan vitamin A, daya tahan tubuh anak akan lemah. Zat besi berfungsi untuk mencegah anemia pada anak.
Vitamin A bisa didapat dari wortel, minyak ikan, dan daun singkong. Sedangkan zat besi bisa didapat dari daging merah dan sayuran seperti bayam. Pemberian makanan ini bisa dilakukan setelah usia 6 bulan, sebagai makanan pendamping ASI (MPASI).
Diare
Dalam masa pertumbuhan itu, anak kerap mengalami diare. Diare perlu mendapat perhatian khusus karena berdampak pada pertumbuhan yang tidak optimal, kebugaran yang lemah, dan berkurangnya kecerdasan anak.
Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Ariani Dewi Widodo, mengatakan, diare menjadi penyebab nomor dua kematian pada balita di Indonesia. Selain oralit osmolaritas rendah, balita butuh zinc untuk memulihkan fungsi sel usus.
"Oralit efektif mengatasi dehidrasi, tetapi tidak mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc berfungsi untuk mengurangi lama, berat, dan berulangnya diare," kata Ariani.
Setelah diare berhenti, zinc perlu diberikan kepada anak antara 10 sampai 14 hari. Hal tersebut bertujuan untuk pembersihan kuman oleh sistem imun, meningkatkan kadar enzim di puncak sel usus, dan pemulihan fungsi sel usus.
Kasubdit Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Sedya Dwisangka, mengatakan, zinc bisa memberikan perlindungan terhadap penyakit diare 2-3 bulan berikutnya. Saat pengobatan diare, ASI tetap diberikan kepada anak usia di bawah dua tahun.
"Zinc bisa didapatkan di Puskesmas. Tablet zinc diberikan dengan dilarutkan dengan beberapa tetes air matang atau ASI dalam sendok teh," ujar Sedya.