JAKARTA, KOMPAS — Akses pengobatan penyakit langka di Indonesia masih terkendala. Pemerintah didorong untuk menyediakan solusi bagi masalah ini, di antaranya memudahkan pemberian nomor izin edar atas obat-obat penyakit langka.
”Obat untuk penyakit langka masih terbatas pengedarannya. Biayanya pun sangat mahal. Misalnya, pengobatan sulih enzim untuk penderita penyakit mukoplisakaridosis membutuhkan Rp 3 miliar per enam bulan,” kata Pendiri Center for Healthcare Reform and Policy Study (Chapters) Luthfi Mardiansyah. Lutfi menyampaikan hal itu dalam acara diskusi umum dan temu media bertema ”Penanganan Dini Anak-anak Penderita Penyakit Langka” di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Selama ini, obat (orphan drugs) dan makanan (orphan food) untuk penyakit langka diimpor dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Irlandia. Selain mahal, obat dan makanan khusus tersebut juga harus melewati proses panjang sebelum sampai ke tangan para penderita penyakit langka.
Sejumlah dokumen perlu dipersiapkan untuk memperoleh orphan food dan drugs di Indonesia, baik dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun Kementerian Kesehatan. Selain itu, diperlukan pula surat rekomendasi dari dokter dan sertifikat obat dari perusahaan obat terkait. Keseluruhan proses itu dilakukan melalui jalur khusus, yaitu special access scheme (SAS). Durasi paling cepat untuk memperoleh obat dan makanan itu adalah sekitar satu bulan.
”Padahal, ini tentang kelangsungan hidup anak penderita penyakit langka. Semakin lama dibiarkan tanpa obat, kondisinya bisa semakin buruk,” kata Ketua Yayasan Mukoplisakaridosis (MPS) dan Penyakit Langka Indonesia Peni Utami.
Pemberian obat dan makanan yang tepat kepada penderita penyakit langka sangat penting, khususnya kepada anak-anak. Walaupun tidak bisa mengobati penyakit secara tuntas, obat dan makanan itu dapat menurunkan progresivitas penyakit. Bila diberikan sejak dini, peluang penderita penyakit langka untuk hidup sehat dan normal terbuka lebar.
”Kasus serupa pernah terjadi terhadap anak penderita penyakit fenilketonuria. Ia diberi obat dan makanan khusus sejak dini untuk penyakitnya. Sekarang ia tumbuh sehat dan pintar,” kata Peni.
Penyakit langka adalah penyakit yang dialami oleh kurang dari 2.000 orang di suatu negara. Ini dinyatakan oleh European Organization for Rare Disease (Eurordis). Dengan kriteria tersebut, ada 6.000-8.000 penyakit langka di Indonesia, seperti mukoplisakaridosis (MPS) tipe II, gaucher, maple syrup urine disease, dan fenilketonuria (PKU).
Penyakit langka bersifat kronis, progresif, dan mengancam kehidupan penderitanya. Ada sekitar 350 juta penderita penyakit langka di dunia. Di Indonesia diperkirakan ada lebih dari 50 anak penderita penyakit langka.
Sekitar 80 persen penyakit langka disebabkan oleh kelainan genetik. Sekitar 75 persen penderita penyakit ini adalah anak-anak dan 30 persennya lahir dengan penyakit langka.
Permudah izin edar
Izin edar untuk obat dan makanan khusus tersebut masih terbatas. Menurut Peni, sulitnya memperoleh izin edar dari BPOM disebabkan oleh sejumlah hal. Pertama, produsen yang berasal dari luar negeri. Kedua, pemahaman dari pemerintah dan masyarakat masih minim tentang pentingnya obat dan makanan bagi para penderita penyakit langka.
Obat dan makanan khusus itu juga tidak dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hingga kini, baru ada satu obat untuk penyakit langka yang memperoleh izin edar dari BPOM, yaitu obat untuk penyakit Gaucher. ”Masalah utamanya adalah orphan food dan orphan drugs belum masuk ke dalam Formularium Nasional,” kata Peni.
Beragam upaya sedang dilakukan untuk mempermudah perolehan obat dan makanan khusus di Indonesia. Advokasi telah dilakukan ke sejumlah pihak, seperti BPOM, Kemenkes, dan pihak rumah sakit.
Pencegahan dini
Upaya deteksi dan pencegahan dini terhadap penyakit langka perlu dilakukan, seperti melakukan tes genetik sebelum menikah dan memiliki keturunan. Payung hukum juga dianggap perlu untuk memperkuat upaya pencegahan penyakit langka di Indonesia. Namun, belum ada peraturan khusus mengenai hal itu.
Sejumlah negara telah menerapkan peraturan mengenai penanganan penyakit langka, seperti Taiwan, Jepang, Korea, Filipina, dan India. Dalam regulasi tersebut, setiap bayi baru lahir diwajibkan untuk melakukan new born screening untuk mendeteksi penyakit langka. Selain itu, penyakit langka pun dijamin oleh jaminan kesehatan nasional di negara setempat. (E07)